webnovel

Bunga Agung (1)

Edgar tidak habis pikir kalau mereka akan memulai obrolan lagi di meja makan. Kali ini saat makan malam. Manusia Bumi sungguh memiliki kebiasaan hidup yang mengejutkan. Tidak hanya itu, tadi sahabatnya bertanya apa manusia Bumi juga mempunyai pembuluh yang mengalirkan darah berwarna emas bukannya merah dan hal tersebut menjadi pertanyaan terkonyol yang pernah diajukan seorang putri yang minim ilmu pengetahuan seperti Raquela Walmond. Edgar penasaran mengapa kawannya sampai berpikiran begitu.

"Tentu saja darah mereka berwarna merah, Ella. Kalau tidak percaya, kapan-kapan bacalah buku sejarah Bumi di perpustakaan istana jika kita berhasil kembali ke Monte suatu hari nanti." Mendengar perkataan itu, Raquela merasa menyesal telah bertanya. Dirinya memang tidak suka memabaca dan satu-satunya tempat di istana yang jarang sekali didatangi adalah perpustakaan.

Barangkali Raquela adalah contoh seorang putri yang tidak mencerminkan sosok tuan putri mana pun yang berkarakter cerdas dan pintar dalam setiap kisah dongeng kerajaan. Meski demikian ia tidak pernah menyesal telah dilahirkan di tengah keluarga terhormat penguasa negeri. Namun, jawaban Edgar tidak cukup memuaskan. Jika pengetahuan yang ditawarkan oleh buku sejarah tersebut adalah benar, Raquela tidak tahu lagi pengetahuan mana yang diperlukan untuk menjelaskan darah emas dalam tubuh Aidan Tyler.

"Maaf aku harus melakukannya di saat seperti ini." Samuel paham berbincang-bincang selagi makan di meja makan adalah hal yang tidak dianjurkan, terutama Raquela adalah anggota suatu kerajaan. Etika makan di istana pasti lebih ketat dibanding acara makan malam bersama para kolega bisnis Samuel.

"Pertama-tama, tolong jelaskan secara rinci bagaimana wujud Anemone dari dunia kalian." Samuel mempersilakan siapa pun di antara Raquela dan Edgar untuk bicara dan tentu saja Raquela akan lebih dulu mengunci mulut di sini. Gadis itu mengerti jika hanya sekadar mendeskripsikan bentuk bunga Anemone yang selalu menghiasi area selatan kerajaan Axelle, tetapi jika urusan yang lebih dalam terkait sejarah dan segala keajaiban bunga tersebut, Raquela memilih mendengarkan saja.

Edgar meletakkan pisau dan garpu di sisi piring lalu minum sebentar dan mulai bicara, "Bunga Anemone di Monte dikenal sebagai bunga agung dan bukanlah sembarang tanaman yang kau inginkan keindahannya menjadi pemanis atau penghias sebuah tempat. Bunga ini lebih dari itu." Raquela mengangguk sangat setuju. "Banyak kekuatan besar tersimpan dalam setiap kuntum Anemone. Lalu kekuatan macam apa yang mampu dimiliki sebuah tanaman yang tampak begitu cantik nan rapuh?"

Aidan berhenti mengunyah dan mulai berpikir. Di samping memikirkan jawaban untuk pertanyaan Edgar, Aidan juga berpikir kalau dirinya menyukai cara pemuda itu menuturkan sepenggal kisah. Edgar Arlie melakukannya cukup mengesankan dengan membubuhi pertanyaan untuk memancing rasa penasaran pendengarnya. Dia sangat cerdas dan Aidan menyukainya.

Edgar cukup sabar menunggu jawaban yang tak kunjung keluar dari mulut Aidan atau Samuel. Setelahnya ia melanjutkan, "Kekuatan tersebut adalah kesembuhan dan kehancuran—tergantung tujuan apa yang kau inginkan dalam menggunakan Anemone. Kesembuhan diartikan bahwa Anemone bisa diracik menjadi obat yang mujarab untuk kelangsungan setiap makhluk hidup di Monte. Sedangkan kehancuran berupa kemampuan magis yang dapat merubah setangkai Anemone menjadi berbagai senjata perang dalam melawan musuh yang mengancam kedamaian di Monte."

"Senjata perang?"

"Benar, Eden." Edgar menatap Aidan penuh gembira. "Pedang, busur panah, belati, dan bahkan pisau lipat. Semua senjata tersebut bisa kau dapatkan dengan merubah Anemone berwarna ungu, sementara Anemone biru untuk obat menyembuhkan penyakit. Adapula Anemone yang tidak memiliki kekuatan apa pun, yaitu yang berwarna merah dan merah muda untuk karangan bunga bagi orang yang telah tiada, serta Anemone putih untuk buket bunga dalam acara pernikahan."

Penuturan senjata perang itu mengingatkan Aidan kepada hadiah yang diterimanya dari si gadis kasir, juga kepada senjata yang masing-masing dibawa oleh Raquela dan Edgar. "Apa itu artinya belati dan panah yang kalian bawa berasal dari Anemone?"

"Tepat sekali." celetuk Edgar kian gembira. Ia langsung mengeluarkan sebuah benda berbentuk balok yang terbuat dari kayu yang Aidan kenali sewaktu Samuel mengubek isi tas ransel di taman. Mata Aidan membelalak saat benda itu berubah wujud atau lebih tepatnya berkembang melebar menjadi sebuah busur yang cukup besar. "Namanya Jobert. Busur yang bisa menyusut ketika dibawa dan membesar ketika digunakan. Sangat praktis, bukan?"

Penuh rasa takjub, Aidan mengagumi keindahan busur itu dengan mata berbinar. Hal tersebut menjadi satu dari sekian banyak keanehan yang mengesankan dalam hidup Aidan akhir-akhir ini. Keterkesimaan itu mampu dilihat Raquela dengan baik yang tersenyum kecil melihat tingkah Aidan. Ia berdeham menatap busur Edgar. "Andai aku sehebat dirimu ketika memanah, Ed, tapi itulah sebabnya aku tidak pernah tertarik dengan pertarungan jarak jauh."

Sejenak Aidan teringat satu hal. Ia terdiam lalu menoleh menatap Samuel yang tengah menyimpul senyum menyaksikan pertunjukkan busur Edgar yang berubah wujud. Aidan benar mengingatnya, jawaban yang dikatakan Samuel saat Aidan menerka-nerka balok kayu yang mereka temukan di taman kemarin siang.

"Yah," Edgar mengedikkan bahu. "Kau sudah sangat keren dengan Fokkar-mu, Ella. Bahkan para komandan prajurit Axelle tak pernah meragukan kemampuan yang kau miliki." Lalu ia memicingkan mata kepada Aidan dan Samuel. "Sekali waktu kalian tidak akan berpikir untuk mencari perkara dengannya jika kalian melihat bagaimana caranya bertarung. Baik, kembali ke Anemone."

Hal berikut yang dijelaskan Edgar mengenai bentuk bunga Anemone adalah terdiri dari banyak mahkota dengan paling sedikit lima buah. Bagian tengahnya ada putik dan benang sari yang berwarna gelap maupun warna kuning cerah. Kemudian bagian kelopak, dasar bunga, serta tangkai yang seluruhnya berwarna hijau. "Tidak ada ciri spesifik karena anatomi Anemone sama saja dengan jenis bunga lain."

"Jadi, mengapa bunga agung tersebut bisa lenyap begitu saja sehingga kalian perlu repot-repot mencarinya sampai ke dunia lain?"

"Kami tidak tahu secara detail—" Raquela buru-buru menengok Edgar dan kembali lagi kepada Aidan. "Setidaknya kami tahu mereka hanya mengatakan seluruh taman telah diracuni dan hari berikutnya seorang tabib mengatakan satu-satunya cara untuk mengembalikan taman itu adalah mencari Anemone baru di Bumi. Maka kami—sebetulnya hanya aku—merasa berkewajiban penuh untuk mencarinya."

"Diracuni?" Dahi Aidan serta-merta berkerut. "Artinya ada sesuatu atau seseorang yang sengaja melakukannya? Mengapa?"

Raquela dan Edgar kompak menggeleng. "Itulah detail yang kami tidak tahu karena keberangkatan kami begitu cepat sebelum istana menyatakan penyelidikan."

"Bahkan Yang Mulia Raja tidak tahu kami telah pergi."

"Ed," Raquela mendelik lantas berbisik, "kau tidak perlu menceritakan semuanya."

"Maksudmu, Eddy—kalian kabur dari istana?"

Sejurus itu Raquela mengembus napas lalu merapatkan punggung ke sandaran kursi. Melihat respon gadis tersebut, Aidan yakin tebakannya benar, tapi tidak cukup yakin untuk bertanya lebih lanjut. Setiap orang mempunyai batasan-batasan tertentu dalam membeberkan hal yang dialaminya dan Aidan sadar ia tak akan melewati batas itu kemudian mendapati ekspresi wajah Raquela Walmond berubah seperti malam kemarin saat dia memandang senjata kesayangannya. Aidan memutuskan untuk diam.

Akhirnya Samuel kembali mengambil alih pembicaraan. "Sungguh bunga yang luar biasa menakjubkan. Terima kasih atas pemaparanmu, Edgar." Lantas ia membentangkan sebuah peta persegi berukuran tiga puluh sentimeter di atas meja makan. Sebelumnya ia berkata akan menjelaskan tempat di mana Anemone bisa ditemukan. "Tolong perhatikan," Peta tersebut menampilkan gambar sebuah pulau yang diperbesar, sementara inset di salah satu sudutnya merupakan gambar peta negara Kanada.

Samuel menunjuk sebuah titik bertuliskan 'Kota Quebec'. "Di sinilah kita berada dan ke sinilah kita akan pergi." Telunjuk itu terbang ke titik lainnya hampir ke tepian peta. Mereka bertiga terkejut betapa jauhnya titik tersebut dalam peta dan tentunya sangat jauh dalam realita. Aidan dan Edgar mendongak menatap Samuel dengan rasa tidak percaya sedangkan Raquela betah mengamati peta di samping piring makan malamnya.

"Hutan Hardwood Utara?" ucapnya membaca titik yang ditunjuk Samuel. Sontak ia mengangkat wajah dan ketiga pemuda di sekelilingnya menatap keheranan. Ekspresi yang ditampilkan Raquela sangat berbeda dengan ekspresi Aidan dan Edgar. Mata hijau pirusnya berseri-seri seolah pertama kali mendapat kabar baik sejak menginjakkan kaki di Bumi. "Aku bertaruh ini akan menjadi perjalanan yang menakjubkan."

Samuel tersenyum, Aidan memelotot, dan Edgar menghela napas. Samuel senang mendapati semangat Raquela bergelora. Aidan yakin inilah keputusan pertama Samuel yang mengecewakan dirinya selama tujuh tahun terakhir sementara Edgar sudah menduga akan seperti apa respon gadis itu. Sebetulnya Edgar tidak masalah pergi ke mana pun, sejauh apa pun, asal senantiasa mendampingi Raquela karena sudah banyak petualangan yang dilakukan Edgar bersama Raquela di hampir seluruh wilayah Monte. Namun, hal ini tidak berlaku untuk Samuel terutama Aidan.

"Kukira kita hanya perlu membelinya di toko bunga." Aidan merengek kesal. "Aku bersumpah bisa mendapatkan bunga yang kalian cari di salah satu toko bunga terbaik di Quebec atau—yah, Montreal dan tidak perlu pergi ke alam liar mana pun di Bumi."

"Aku percaya kau memang bisa." ucap Samuel. "Tapi, aku tidak percaya itulah Anemone yang kita butuhkan."

"Apa yang kau bicarakan, Sam?" Aidan merasa dongkol—melebihi kedongkolan yang dialaminya jika kalah bertarung dalam salah satu video game. "Mengapa kau seolah-olah ikut bergantung kepada bunga itu? Ingatlah kita hanya membantu, Samuel, tidak lebih."

Samuel mengupayakan senyum. "Kita memang membantu, Tyler."

"Maaf menyela karena aku perlu meluruskan sesuatu." Edgar merasa sudah cukup menonton perdebatan apa pun yang terjadi di meja makan. Ia menatap Aidan tepat di matanya. "Eden, aku menghargai usulmu dan aku percaya Bumi memiliki toko bunga yang lebih baik dibanding Monte. Tapi, kami membutuhkan Anemone liar yang hidup di alam bebas—bukan dari budidaya manusia."

Wajah Aidan kian muram. "Kupikir aku menyukaimu, Ed."

Suasana hening beberapa saat. Samuel membiarkan kawannya itu tenang sebentar lalu kembali melanjutkan. Kali ini ia mengeluarkan dua lembar kertas yang sengaja dicetak dan berisi informasi mengenai Anemone di Hutan Hardwood Utara. Ketiga orang lainnya mendekatkan tubuh untuk membaca tulisan-tulisan tersebut. Kertas pertama terkait akan informasi Hutan Hardwood dan kertas kedua adalah informasi Anemone itu sendiri.

Hutan Hardwood Utara terletak di bagian tenggara dan selatan Kanada termasuk juga daerah Ontario dan Quebec. Hutan tersebut terbentang hingga ke Amerika Serikat di utara New England, New York, dan Pennsylvania. Samuel mengatakan bahwa mereka dapat menggunakan kereta bawah tanah dan taksi agar bisa tiba di daerah terdekat dari hutan. Selanjutnya kemungkinan perlu berjalan kaki untuk benar-benar masuk ke hutan.

Berikutnya informasi terkait Anemone Bumi yang sesuai dengan ciri-ciri Anemone Monte. Bunga tersebut merupakan jenis tumbuhan yang selalu hidup setiap tahun pada waktu-waktu tertentu di daerah alam liar dan bisa juga ditanam sendiri di kebun atau taman.

"Waktu tertentu?" Raquela menoleh kepada Samuel. Pemuda itu mengangguk sangat pelan dengan tampang gelisah. Baru kali ini Raquela melihat Samuel seresah itu bagai diusik masalah yang merecoki ketenangannya seumur hidup.

"Oh, tidak." Aidan mengambil fokus Raquela. Raut wajah Aidan juga tidak kalah buruk. Ia seolah tertimpa kabar miring yang bisa mencoreng reputasinya sebagai gamer profesional atau lebih buruk dari itu. "Sam, apa info ini benar?"

"Kurasa begitu." jawab Samuel. "Semua sumber memaparkan hal yang sama."

"Ada apa?" Raquela menengok Aidan dan Samuel bergantian. Jantungnya mulai berdegup tidak karuan, otaknya mulai berpikir macam-macam, dan ia mulai menggigiti bibir. "Apa kita sudah terlambat? Edgar, apa yang kau ketahui?"

Edgar Arlie bergeming tak tampak respon. Matanya terpaku pada kertas seakan sibuk menganalisis rangkaian kata-kata yang tidak ia pahami. Lalu Raquela kembali menghadap Samuel, menuntut segala ilmu pengetahuan yang tidak pernah ia pelajari untuk segera dibagikan kepadanya. Inilah salah satu efek negatif jika kau tidak cukup belajar dan berakhir menjadi yang paling bingung di antara semuanya. Hanya mampu menerka-nerka.

Aidan lebih dulu bersuara, "Raquela, kita tidak terlambat—atau setidaknya belum."

"Benar," timpal Samuel. "Masih ada harapan kalau kita bergegas."

"Tentu, kita akan segera berkemas, Tuan Richard."

"Masalahnya, Anemone Bumi hanya tumbuh tiga kali dalam satu tahun tergantung tipenya: ada yang hidup sepanjang musim semi, musim panas, atau musim gugur." Samuel menunjuk satu kalimat di atas kertas. "Saat ini sedang musim gugur di Quebec—waktu terakhir di mana bunga itu bisa tumbuh—tapi tidak lama lagi musim akan segera berganti."

Refleks Raquela menghela napas dan memejamkan mata. "Artinya masih ada waktu,"

"Ya, kira-kira satu minggu lagi," Sontak mata Raquela membuka, mengadang Aidan. "Karena setelahnya musim dingin akan datang."

*

Chương tiếp theo