"Raka, udahan dong main hpnya. Ini udah jam 6 seperempat, nanti kamu telat ke sekolah," tegur sang bunda pada Raka yang masih asyik stalking akun medsos milik cewek yang ia lihat kemarin. Pemuda itu tampak masih terpesona dengan keimutan wajah cewek itu, membuatnya kadang terkekeh aneh dengan wajah sedikit memerah saat memperhatikan foto-foto yang terpajang di akun medsos cewek tersebut. Saking seriusnya Raka saat menonton foto-foto itu, ia sampai tak sadar kalau bundanya kini tengah berdiri di belakang kursinya dengan pandangan terfokus pada layar hp Raka.
"Oh, pantes kok bunda panggil nggak nengok-nengok, ternyata lagi liatin foto pacarmu di Instagram toh," ucap bunda mengagetkan Raka yang langsung saja menyembunyikan hpnya di saku. "E-eh... Enggak kok Bun, Raka lagi nggak liat foto apa-apa, hehehehe," ucap Raka sedikit ngeles. Bunda lalu menatap wajah Raka yang mulai mengeluarkan keringat dingin. Sedikit demi sedikit, wajah sang bunda tampak semakin dekat ke wajah pemuda itu. Nyali Raka semakin menciut saat jarak wajahnya dengan wajah sang bunda hanya tinggal beberapa puluh cm.
"Cepet dimakan itu sarapanmu, Rakai Yudha Taksaka. Udah mau jam setengah tujuh, Bunda harus udah sampe di kampus jam 8 lho," ujar sang bunda dengan nada rendah, seakan memberi peringatan agar Raka menurut. Wajah Raka langsung saja pucat pasi, lalu berbalik menghadap kearah meja dan mulai melahap sarapannya dengan teror yang masih tergambar jelas di wajahnya. 'Bunda tumben serem banget hari ini... Sang Hyang Widhi, salah apa gue ini pagi?,' batin Raka yang mengunyah sarapannya dengan kaki gemetaran sambil melihat sang bunda yang sibuk memasukkan berbagai file ke dalam tasnya.
Merasa diperhatikan, sang bunda mendadak menoleh kearah Raka dengan disertai kilatan cahaya pada mata beliau. Hal itu kontan saja membuat Raka tersedak karena ketakutan, dan meminum air putih dalam teko sampai habis. "Raka, cepetan, ini udah jam setengah tujuh lho," ujar bunda dengan nada rendah. Wajah Raka kembali pucat pasi, dan ia pun melahap semua makanan yang tersisa di piringnya sekaligus.
~Kuntawijaya~
"Oi, kenapa lo Ka? Pagi-pagi udah senyam-senyum sendiri, kesambet setan ya lo?" Tanya Lingga saat ia melihat Raka berjalan memasuki kelas dengan senyuman aneh. Raka kontan menoleh kearah Lingga, lalu mengambil hpnya di saku celana dan menunjukkan sebuah foto pada pemuda itu. "Ling, coba lo liat nih, kira-kira lu tau nggak siapa cewek di foto ini?" Raka balik bertanya dengan mata dipenuhi binar gembira. Melihat Raka yang bereaksi seperti seorang bucin sejati akhirnya membuat Lingga mengambil hp Raka dan memperhatikan foto itu dengan seksama.
"Lho? Ini kan Sembadra, anak kelas 10 IPA A!" Seru Lingga kaget setelah ia melihat foto di hp Raka. "Wah, kayaknya lu kenal ya sama anaknya? Kenalin gue dong Ling, hehehehe," pinta Raka dengan cengiran lima jari. Lingga terdiam sejenak mendengar permintaan Raka, lalu menatap Raka dengan tatapan menyelidik. "Lo naksir sama si Sembadra?" Tanya Lingga yang dijawab anggukan kepala oleh Raka. "Hah?! Lo beneran naksir sama si Sembadra, Ka?!" Tanya Gilang yang tiba-tiba nimbrung bersama Adit. Keduanya tampak mengeluarkan ekspresi tak percaya saat melihat Raka mengangguk mengiyakan pertanyaan Lingga.
"Emangnya kenapa Lang? Jangan-jangan lo juga naksir sama si Sembadra ya?" Ucap Raka yang mulai risih. "Bukan begitu maksudnya si bego ini, Ka. Cuma, si Sembadra itu gak bisa deket sama sembarang cowok," ujar Adit membela Gilang, yang mana malah membuat Raka bingung. "Hah? Maksudnya?" Raka bertanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melihat reaksi Raka yang tampak polos membuat Gilang, Adit dan Lingga menghela nafas dalam dan memakluminya.
"Maksud gue, si Sembadra itu orangnya dingin banget kalo sama cowok. Konon katanya, Sembadra itu kepribadiannya bisa berubah 180 derajat kalo udah berurusan sama yang namanya cowok. Waktu SMP, dia pernah gebukin kakak kelasnya yang udah kurang ajar sama temen sebangkunya. Dia juga nggak pernah nanggepin cowok yang ngajak kenalan sama dia, kecuali kalo dia yang ngajak kenalan duluan. Udah banyak cowok yang nembak dia, semuanya ditolak dengan cara yang sadis....." Ujar Adit panjang lebar sebelum menarik nafas dalam. ".....Bukan cuma itu, cowok-cowok yang nembak dia juga banyak yang dibikin malu di depan satu sekolah dengan cara yang beda-beda. Sampai banyak cowok yang mutusin pindah sekolah biar nggak ketemu sama Sembadra lagi," Gilang menambahkan dengan ekspresi datar yang sebelumnya tak pernah ia tunjukkan.
"Iya, makanya itu Ka, lu yakin mau coba gebet si Sembadra? Kalo lo tahan 3 tahun diejek siswa sini ya, silahkan...." Lingga memberi peringatan terakhir pada Raka, berharap agar pemuda itu mengurungkan niatnya. Akan tetapi, Raka hanya berekspresi santai dan mengupil seakan ucapan teman-temannya cuma hisapan jempol belaka. "Tenang bro, gue udah biasa kalo cuma diejek atau dibully doang. Tapi, lu beneran bisa kenalin gue ke Sembadra kan bro?" Raka berkata dengan santai, mengabaikan ketiga temannya yang ternganga melihat betapa santuy pemuda itu.
"Bisa aja sih Ka, soalnya gue sepupunya...." Ucap Adit yang sedikit berkeringat dingin. "Seriusan lu Dit?!" Seru Raka sambil menggebrak meja dengan mata berbinar ceria, yang mana malah membuat keringat dingin muncul semakin deras di dahi Adit. "Gini aja deh Ka, Lu bisa serahin ke kita soal Lo yang pengen deket sama Sembadra. Tapi, kita gak bisa janji kalo lo nggak bakalan dicuekin sama dia, oke?" Adit memberi saran sambil melirik Gilang dan Lingga yang sama-sama terlihat tegang. Melihat gelagat aneh ketiga temannya membuat Raka menaikkan sebelah alisnya, lalu mengangkat bahu dan berkata, " Ya terserah Lo aja sih, Dit. Yang penting gue bisa kenalan sama Sembadra.".
Tanpa keempat remaja itu sadari, sebenarnya ada seorang perempuan yang menguping pembicaraan mereka. Perempuan itu langsung saja mengeluarkan ekspresi kesal karena Raka yang keras kepala ingin bisa lebih dekat dengan Sembadra. Di belakang perempuan itu munculah sesosok makhluk yang tubuhnya menyerupai kabut, yakni seekor Nyalawadi. "[Kau terlihat sangat kesal hari ini, Nimas Diana. Apa ada yang bisa kulakukan untuk meringankan kemarahanmu?]" Tanya Nyalawadi bernama Nyi Ambarini itu pada sang majikan. 'Nyi, aku mau Nyi Ambarini mencelakai perempuan bernama Sembadra Ayu Pratiwi dan membuat Raka berpaling padaku! Aku tidak mau tahu, pokoknya hanya aku yang boleh memiliki pemuda dengan tenaga dalam kuat sepertinya!' ucap Diana melalui kontak batin pada Nyalawadi itu.
Mendengar perkataan majikannya yang kelihatannya merasa kesal melihat Raka kesengsem pada perempuan lain tentu membuat Nyalawadi itu mengeluarkan aura penuhnya yang membuat hawa tempat itu menjadi tidak mengenakan. Raka yang merasakan bahwa Nyalawadi itu berbuat ulah hanya menoleh kearah Diana yang balas menatapnya dengan tatapan dingin.
~Kuntawijaya~
Waktu yang Raka tunggu-tunggu akhirnya tiba, yang membuat pemuda itu kabur menuju toilet dan memperbaiki penampilannya sebaik mungkin. Tak butuh waktu lama, Raka akhirnya siap dengan penampilannya. Sekarang ia hanya tinggal menunggu kiriman pesan dari Gilang atau Adit, dan mungkin hari ini dia bisa mendapat kesempatan untuk berkenalan dengan Sembadra, siswi yang ia kagumi.
Tak perlu menunggu lama, Gilang akhirnya mengirimi Raka sebuah pesan di ponselnya yang isinya menyuruh Raka untuk datang ke kantin yang terletak di belakang sekolah. Tanpa basa-basi lagi, Raka langsung saja melesat ke kantin dengan kecepatan yang akan membuat seorang atlet lari sprint iri padanya. Sampai di kantin, pemuda itu akhirnya melihat Adit tengah duduk disamping cewek yang ia taksir, namun, fokusnya tetap saja terarah kepada si cewek yang tengah duduk manis seraya menyedot jus jeruk dari gelas.
"Bu, aku beli jus jeruk 2 ya. Bikinin yang agak manis, jangan asem-asem banget," ucap Raka kepada salah seorang penjaga kantin. Setelah mendapatkan apa yang ia pesan dan membayarnya, Raka pun akhirnya berjalan menuju kearah meja yang ditempati oleh Adit dan Sembadra. Di belakang Adit dan Sembadra, tampak Gilang dan Lingga tengah mengintip apa yang akan terjadi nantinya.
"Panjang umur...baru juga diomongin udah nongol aja," ujar Adit pada Raka yang malah memberikan tatapan aneh pada pemuda kurus berkacamata itu. "Hah? Jadi Lo tadi lagi ngomongin gue?" Tanya Raka sambil mendudukkan pantatnya ke kursi tepat di depannya sambil mendorong salah satu gelas jus jeruknya kearah Adit. "Iya, soalnya Lo mendadak jadi tenar seangkatan sih, hehehehe," jawab Adit dengan senyum yang nampak dipaksakan.
"Mendadak tenar? Kok bisa?" Tanya Raka yang semakin bingung karena tidak bisa mengikuti akting yang dilakukan oleh Adit. "Lupain kata-kata gue barusan. Btw, kenalin nih sepupu gue, namanya..." Belum selesai Adit mengatakan sandiwara yang telah ia susun dengan susah payah di kelas, Sembadra malah sudah memotong perkataanya. "Salam kenal, namaku Sembadra Ayu Pratiwi, panggil aja Sembadra. Salam kenal," ucap Sembadra sambil mengulurkan sebelah tangannya kearah Raka.
"Oh, Sembadra toh. Kenalin, gue Rakai Yudha Taksaka, temen sekelasnya Adit. Panggil aja Raka, ok?" Ujar Raka sambil membalas uluran tangan Sembadra dan menjabat tangan mulus itu. Dalam beberapa detik, segalanya terasa normal saat mereka berjabatan tangan. Akan tetapi, setelah 2 menit lamanya mereka berjabat tangan, dunia seakan runtuh disekeliling mereka. Raka terkesiap saat ia nyaris saja terjatuh ke lantai, dan langsung bisa menyeimbangkan dirinya. Dengan satu tarikan tangan kanannya, Raka bisa ikut menjaga keseimbangan tubuh Sembadra agar tidak jatuh terduduk.
"Lo gapapa kan? Gila, kaget gue... Kok bisa ya tiba-tiba kita pindah ke dimensi astral begini?" Cerocos Raka setelah keduanya akhirnya bisa berdiri tegak. "Aku nggak apa-apa kok. Soal pindah dimensi itu, sepertinya ada hubungannya sama makhluk didepan sana," jawab Sembadra sambil menunjuk sesosok makhluk berwujud seperti kabut yang sangat Raka kenali belakangan ini, seekor Nyalawadi. Tatapan mata Raka langsung mengeras saat melihat sosok Nyalawadi itu mendekat dengan kecepatan tinggi kearah mereka berdua. Spontan saja, Raka ikut berlari menyongsong kedatangan Nyalawadi itu, lalu menghantamkan tinju kanannya yang sudah dialiri tenaga dalam ke rahang makhluk itu. Makhluk itu lalu menjerit kesakitan akibat api yang tiba-tiba muncul di tempat yang terkena tinjuan Raka. Raka lalu melompat mundur dan berhenti tepat di depan Sembadra seraya merentangkan sebelah tangannya untuk melindungi cewek itu.
"Tenang, dia gak bakalan bisa menyentuhku kok, Raka. Kamu fokus aja lawan Nyalawadi itu sebelum kita terjebak di dunia ini selamanya," ujar Sembadra sambil menurunkan tangan kiri Raka yang terentang di depan badannya. Raka melirik sebentar kearah gadis itu, dan tanpa diduga ia malah mengeluarkan cengiran khasnya. "Kayaknya emang nggak salah udah naksir sama Lo, hehehehe. Tapi maaf yak, gue gak bisa nggak ngelindungin elo, bisa berabe tuh kalo si Adit mencak-mencak ke gue gara-gara gue malah fokus nyerang itu setan," ucap pemuda itu ceria. Mendengar kata-kata yang spontan dikatakan oleh Raka itu sontak membuat pipi Sembadra memanas. Gadis itu lalu menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya.
"[Kurang ajar! Kurang ajar kau manusia! Sebetulnya aku ingin berbaik hati dengan membiarkanmu hidup dan menjalin hubungan dengan Nimas Diana! Tapi, kau telah lancang dengan menyerang dan membakar ku dengan api itu! Tidak akan kuampuni kau!]" Jerit Nyalawadi yang ternyata adalah peliharaan teman sekelas Raka, Diana. Mendengar perkataan Nyalawadi itu membuat gigi Raka bergemelatuk kesal. Meski begitu, Raka tidak bisa gegabah dalam menyerang makhluk itu karena dia juga harus melindungi Sembadra yang berdiri di belakangnya.
Pemuda itu akhirnya memutuskan untuk berdiri menyamping dengan posisi kaki kanan berada di belakang sebagai tumpuan. Kedua tangan Raka terkepal sejajar setinggi dada, dan kaki kirinya bergerak-gerak sedikit seolah melemaskan otot pergelangan kakinya. Sembadra sedikit terkesima melihat Raka yang memasang kuda-kuda dari seni beladiri asal negeri gajah putih. Apalagi saat gadis itu melihat betapa banyak tenaga dalam yang Raka alirkan dalam kedua kepalan tangan dan kedua kakinya, membuat gadis itu merinding karena penasaran akan nasib Nyalawadi yang telah seenaknya mengirim mereka berdua ke alam astral ini.
Bersambung