webnovel

Bersepedah

Keesokan harinya, ketika waktu sudah menjelang tengah hari Juliet berdiri di depan halaman rumahnya. Dia berencana melatih fisiknya sebelum masuk Akademi Maritim. Rencananya, dia berlari mengelilingi desa lalu berlari lurus hingga depan pemakanan umum berada tengah sawah. Juliet pun mulai berlari, meninggalkan rumah menuju area telah dia tentukan.

Sinar matahari bersinar terang, angin berhembus sepoi-sepoi dan suhu panas mulai dia rasakan. Keringat mengucur dengan derasnya, baru beberapa meter Juliet kelelahan. Rasa lelah yang dia rasakan, tidak melunturkan semangatnya untuk berlari.

Ketika dia, memasuki jalan dipenuhi oleh pepohonan terdengar puluhan orang menyemangatinya layaknya suporter sepak bola. Juliet melirik ke sana kemari, namun tidak ada siapa pun selain dirinya. Mendengar hal itu Juliet pun mengabaikannya dan terus berlari. Sesampainya di rumah, Juliet lanjutkan dengan push up, dan sit up. Setelah itu, dia berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk sambil meluruskan kakinya di ruang keluarga.

Latihan fisik telah dia jalani, membuat Juliet sadar akan kemampuannya. Tidak berselang lama, Sang Ayah pun datang. Beliau hanya mengenakan kaos berkerah dan sarung.

"Ayah, Juliet tidak ingin masuk ke Akademi Maritim."

"Memangnya kenapa?" tanya Sang Ayah.

"Fisik dan mental Juliet, tidak kuat untuk mengikuti pendidikan ayah," jawabnya berterus terang.

"Karena fisik dan mentalmu lemah, ayah masukkan ke dalam Akademi itu. Sudahlah, kamu jangan banyak protes. Jalani saja, lagi pula ayah yang biayai semuanya. Kamu cukup ikuti pendidikan sampai selesai," timbalnya sedikit memaksa.

"Juliet tidak mau Ayah, pendidikan itu terlalu berat bagi Juliet," protesnya kepada Sang Ayah.

"Memangnya kamu sudah menentukan pilihanmu?"

"Belum."

"Pilihan saja kamu gak punya. Dengar Juliet! Pokoknya kamu harus masuk Akademi. Bisa atau tidaknya, Ayah percaya kamu pasti bisa!" balasnya memaksa.

Juliet tertunduk lesu, dia pun pamit dan berjalan masuk ke dalam kamar. Pemuda itu terdiam memandang langit, perlahan dia mulai memejamkan mata. Dalam hati dia berharap, semoga apa yang dirinya alami barusan hanyalah sebuah mimpi. Perlahan, jiwanya terbang masuk ke dalam lorong mimpi. Tubuhnya terasa ringan seperti kapas, melayang dan mengalir layaknya batang kayu pada aliran sungai.

Kedua mata Juliet perlahan mulai terbuka. Betapa terkejutnya dia, saat melihat dirinya berada di dunia dipenuhi oleh cahaya putih. Dihadapannya, terlihat sosok wanita bertelinga runcing, berambut pirang kuncir kuda dan mata yang hijau. Di belakang tubuhnya, terdapat sayap peri seperti tokoh disney Tinkerbell. Dia menggunakan baju serba hijau, berpadu dengan baju besi. Tingginya sepadan dan parasnya yang anggun.

"Tuanku, hamba merasakan aura iblis yang sangat berbahaya," ujar gadis itu memperingatkan.

"Iblis, apa maksudmu?" tanyaku.

Belum sempat menjawab, dia kembali terbangun dari tidurnya. Mimpi itu, terus berlangsung selama tiga hari lamanya. Juliet sama sekali tidak mengerti, mengenai mimpi selalu dia alami. Siapa gadis itu? Apa maksud dari ini semua? Pertanyaan itulah terus terulang di dalam pikirannya.

Suara ayam berkokok mulai terdengar, sinar matahari pagi mulai bersinar terang dan suara ketukan pintu nyaring terdengar. Juliet beranjak pergi dari kasurnya, dia berjalan meninggalkan kamar dengan raut wajah mengantuk menuju dapur untuk menikmati menu sarapan pagi. Selesai sarapan pagi, Juliet bersiap untuk bersepeda seorang diri mengelilingi Desa.

Dia mengeluarkan sepeda putih tipe MTB Cross dari dalam garasi. Kemudian dia mulai melaju dengan sepedahnya meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan, dia melihat hamparan pesawahan yang luas. Di depan Juliet meliha seorang pemuda, menggunakan jaket hoodie berwana hitam sedang berjoging. Juliet melintasi pemuda itu tanpa memperdulikannya. Tiba-tiba, pemuda itu memanggilnya lalu dia menghentikan laju sepeda dan menoleh pada pemuda itu.

Rupanya orang yang memanggilku adalah Yoga sepupu dari kerabat Ayahnya. Dia tinggal satu kampung dengan Juliet. Waktu Juliet yang dia habiskan di dalam rumah, membuatnya tidak begitu akrab dengan sepupunya. Wajahnya berseri-seri, keringat bercucuran dan nafas ngos-ngosan berjalan menghampirinya. Postur tubuh Yoga ala biaragawan membuat Juliet pesimis.

"Tumben keluar, biasanya elu di dalam rumah," kata Yoga.

"Gak terlalu sering di dalam ruma. Terkadang, gue butuh hiburan di luar rumah," balas Juliet.

"Keluarga sehat?" tanya Yoga memulai perbincangan.

"Sehat."

"Syukurlah. Ngomong-ngomong, rencana elu mau kuliah dimana?"

"Rencananya pengen masuk Universitas Kembang. Karena gue gak lulus SBMPTN, terpaksa gue mau masuk Akademi Maritim Saung Bambu."

"Wih! bareng sama gue!" timbal Yoga dengan sangat senang.

"Tapi entahlah," balas Juliet dengan sangat pesimis.

"Jangan begitu bro, elu harus yakin dengan apa yang elu pilih.Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, maka jangan menyesali yang sudah terjadi. Lebih baik fokus menatap hari esok yang lebih cerah," ujarnya menyemangati.

Kata penyemangat, membuat Juliet sedikit termotivasi lalu dia pun pamit untuk melanjutkan kegiatan bersepeda menuju tempat yang lebih jauh. Juliet bersemangat, mengayuh sepedanya menuju perkebunan tebu yang sangat jauh dari Desa. Keringat mengucur dengan deras, jantungnya berdegup kencang dan nafasnya ngos-ngosan. Kemudian, dia beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Dia meminum seteguk air mineral dari dalam botol yang dia bawa dari rumah.

Setelah beristirahat, Juliet kembali menaiki sepeda lalu melaju kembali ke rumah. Suasana jalan terlihat sepi, hanya dua atau tiga kendaraan yang melintas. Tanpa dia sadari, dua sepeda motor melaju mengikutinya dari belakang. Sinyal pertanda bahaya mulai berbunyi, dia pun melirik ke belakang.

Sontak, empat orang lelaki meengendarai dua sepeda motor melaju menghampirinya. Dua pembonceng mengeluarkan senjata tajam. Salah satu dari mereka, menarik kerah bajunya.

"Serahkan uang dan ponselmu!"

Juliet sangat ketakutan, dia tidak tau apa yang harus dirinya perbuat. Entah mengapa, kedua motor yang mereka kendarai mulai berguncang. Tubuh mereka, mendadak tidak bisa digerakan.

"Kenapa dengan tanganku?! Mengapa tangan dan motorku bergerak sendiri?!" ujar seorang penjahat memegang kemudi.

"Iya! Motor gue kenapa bergerak sendiri?!" tanya seroang rekannya yang juga memegang kemudi dengan sangat panik.

Kedua motor itu melaju perlahan menuju tengah jalan. Dari arah depan, sebuah mobil baik polisi melaju dengan cepat. Keempat penjahat itu sangat panik dan ketakutan. Spontan, polisi memberhentikan laju kendaraannya dan akhirnya mereka menabrak mobil polisi dan terpental masuk ke dalam bak mobil.

Keempat penjahat itu, tergeletak di atas bak mobil tidak sadarkan diri. Juliet yang melihat hal tersebut, menambah kecepatan laju sepedanya dengan ketakutan. Dia berharap, supaya dirinya sampai di rumah. Sesampainya di rumah, dia masuk ke dalam kamar lalu berbaring di atas kasur sembari menenangkan diri atas apa yang terjadi hari ini.

Perlahan kedua matanya mulai terpejam dan akhirnya dia pun tertidur pulas.Tidak berselang lama, suara ketukan pintu mulai terdengar. Juliet sedang tertidur mulai terbangun, buru-buru dia membuka pintu kamar. Rupanya, orang telah mengetuk pintu adalah Ibunya. Beliau meminta Juliet untuk menemaninya pergi ke pasar. Dengan senang hati, Juliet akan menemaninya pergi berbelanja di pasar.

Setelah mereka bersiap, mereka berdua menaiki motor lalu melaju menuju pasar. Suasana pasar cukup ramai, suara para pedagang meneriaki dagangan dan diskon membuat suasana pasar menjadi ramai. Aroma amis, cuaca panas dan penuh sesak menjadi sarapan sehari-hari.

Pandainya Sang Ibu dalam menentukan harga, menjadi hiburan tersendiri bagi Juliet. Mau tidak mau, Juliet harus menjadi tukang pikul hingga Ibunya puas berbelanja. Selesai berbelanja, mereka berdua mampir di Kedai Mie Ayam. Mereka berdua, sangat menikmati Mie Ayam Bakso di kedai langganan mereka berdua.

"Juliet?"

"Iya Ibu?" tanya Juliet sambil mengunyah makanan.

"Malam ini, kamu mau tukar kamar dengan adikmu?" tanya Sang Ibu.

"Memangnya kenapa?" Juliet balik bertanya.

"Adikmu tidak bisa tidur, katanya dia sering diganggu oleh hantu. Kamu mau tukar kamar dengan adikmu selama dua minggu?"

"Males, lagian orang sinting mana yang mau tidur dikamar seperti itu? Adik kurang ngajar seperti dia, memang pantas tidur tempat seperti itu," timbal Juliet sambil mengunyah makanannya.

"Jangan begitu Juliet, baik dan buruknya. Dinda tetaplah adik kamu," balasnya menasehati.

"Tapi bu! Sudah bertahun-tahun dia kurang ngajar kepadaku. Bahkan, dia berkata kepada temannya bahwa Juliet hanyalah tukang ojeg langganan," balas Juliet berkeluh-kesah.

"Adikmu berkata seperti itu, pasti ada alasan. Jika kamu senggang, coba pikirkan mengapa adikmu bertingkah seperti itu. Kamu harus ingat, Dinda adalah adik kandungmu satu-satunya. Ibu tidak ingin, ketika Ibu dan Ayahmu tiada hubungan kalian menjadi hancur," pinta Sang Ibu membuat Juliet terdiam lalu dia kembali berkata,"Setidaknya tiga hari, tolong kamu tidur dikamar adikmu. Ibu janji akan carikan paranormal secepat mungkin."

"Iya bu."

Mau tidak mau, Juliet harus bertukar kamar dengan adiknya. Bagi Juliet, selama Ibunya merasa tenang itu sudah cukup. Selesai makan, mereka berdua menaiki motor lalu melaju kembali pulang ke rumah.

Setiap perbuatan pasti ada balasannya.

Tampan_Beranicreators' thoughts
Chương tiếp theo