webnovel

Bertemu Anisa

Keesokan harinya, mereka bersiap untuk kembali ke UPI untuk mendaftar. Selesai mendaftar, Juliet mendapatkan kartu peserta. Juliet dan Sunara mengikuti tes di fakultas seni, sedangkan Tono beserta para gadis di fakultas hukum. Pada pukul 09.00 WIB, ujian pun dimulai. Mereka semua, mulai menjawab soal pada kertas selama dua jam lamanya. Dua jam telah berlalu dan ujian pun telah selesai. Mereka semua berjalan menuju kantin kampus.

Sesampainya di kantin, mereka berbincang mengenai SBMPTN. Selain itu, mereka bercerita mengenai suka dan duka ketika menjawab soal ujian simulasi sembari menikmati seblak serta menu lainnya. Setelah itu mereka memutuskan untuk berpisah mengelilingi suasana kampus. Mahasiswa terlihat berlalu-lalang sekitar kawasan kampus. Juliet berjalan seorang diri sambil menikmati udara sejuk khas dataran tinggi.

Dia melihat Stadion Baseball UPI lalu berjalan mendekati salah satu bangku penonton. Juliet duduk sembari menikmati suasana damai seorang diri. Sekilas dia teringat kenangan, sewaktu dirinya mengikuti perlombaan PMR (Palang Merah Remaja), pada tanggal 1 November 2013.

Waktu itu Juliet mengikuti lomba Pertolongan pertama. Selesai mengikuti lomba, Pembina PMR sekolah meminta Juliet untuk mengikuti kegiatan bakti sosial. Mau tidak mau, dia harus mengikutinya jika ingin tidak dimarahi. Kemudian dia berjalan seorang diri di depan halaman GOR UPI.

Disana banyak sekali sukarelawan dari berbagai perwakilan sekolah. Waktu itu Juliet mengenakan jaket Manchester United berwarna putih, PDL hitam, serta syal kuning di leher.

Tanpa di sengaja HP milik temanya terjatuh, seorang gadis berinisiatif mengambilnya. Kedua mata Juliet tak berkedip, ketika dia memandang parasnya yang sangat cantik. Dia memiliki rambut coklat panjang menjulur ke bawah. Tubuhnya yang aduhai, senyumannya yang manis dan berkulit putih seperti salju. Gadis itu, merupakan anggota PMR asal SMK 7 Kembang.

"Baru kali ini, aku melihat gadis secantik ini," ujarnya terkagum-kagum di dalam hati.

Juliet mulai berkeluh kesah, mengenai dirinya selalu dianggap remeh dengan seluruh teman satu organisasi. Selain itu dia selalu di tinggalkan setiap even penting. Setiap kali dia bercerita, gadis itu terdiam mendengar setiap perkataan sambil tersenyum manis. Tanpa dia sadari, senyumannya membuat Juliet jatuh hati.

"Anak bawang, ha.ha.ha!" ledeknya membuat Juliet merasa malu.

"Berisik!" timbalnya sembari memalingkan wajah dengan tersipu malu.

"Tidak usah dipikirkan, lebih baik cari teman yang lain saja. Teman itu gak harus satu kubu aja kan?"

"Iya, kamu benar," timbalnya meyakinkan perkataan gadis itu.

"Semangat, pokoknya kalau ada masalah jangan sungkan cerita sama aku. Kita ini sesama anggota PMR, jadi harus saling membantu," kata gadis itu menyemangati.

Selesai acara, mereka berdua duduk di bangku taman sembari menikmati berbagai cemilan sempat mereka beli. Juliet tak berkedip, memandang sembari mengagumi kecantikannya. Tutur kata serta suaranya yang lembut, membuat dirinya berdegup kencang. Tiga orang gadis, merupakan rekannya melambaikan tangan. Dia pun pamit sambil melambaikan tangan kepada Juliet.

Seseorang menutup matanya membuat Juliet sadar dari lamunannya. Juliet memegang sepasang tangan menutup matannya. Tangannya terasa dingin dan lembut, orang itu membuka kedua tangannya. Tidak disangka, orang itu adalah gadis pernah ditemui Juliet pada tanggal 1 November 2013.

"Hai, anak bawang," sapa gadis itu masih mengenakan baju PMR sekolahnya.

"Eh kamu!" serunya dengan sangat bahagia bisa kembali bertemu denganya.

"Kamu siapa nih?" canda gadis itu.

"Kamu, ya kamu!" balasnya sambil menunjuk.

"Ha.ha.ha! Waktu itu, kita belum sempat berkenalan. Kenalin namaku, Anisa Nur Khalifah," sembari menjulurkan tangan.

"Juliet Fadilah," balasnya sembari bersalaman.

"Namamu lucu, ha.ha.ha!"

"Hmm...."

"Juliet, sedang apa kamu di sini?" tanya Anisa.

"Sedang observasi dan mencari informasi masuk Universitas," jawab Juliet.

"Ngambil fakultas apa?"

"Fakultas Bahasa kalau enggak Fakultas Komunikasi."

"Keren! Pasti nilai bahasa kamu tinggi," ujarnya menduga.

"Enggak juga, malahan nilaiku pas-pasan."

"Sudah kuduga," balasnya membuat Juliet kesal sekaligus malu.

"Hei!"

"Ha.ha,ha! Maaf hanya bercanda. Tapi aku yakin, pasti kamu sudah mempersiapkan semuannya untuk masuk Fakultas itu."

"Entahlah Anisa, aku tidak yakin bisa masuk Fakultas itu. Lagi pula, aku juga belum tentu masuk Universitas. Rencana, jika aku tidak kuliah mungkin aku akan mencari pekerjaan. Tapi jujur, aku juga bingung apakah harus kuliah atau kerja terlebih dahulu?" balasnya sembari merenung.

"Kuliah atau bekerja terlebih dahulu, bagiku itu tidak masalah. Sebab rezeki dan takdir seseorang, tidak ada yang tau. Saranku, sebaiknya kamu nikmati setiap prosesnya. Kita sebagai manusia biasa, hanya bisa berikhtiar dan berdoa. Sang Pencipta tidak pernah tidur," kata Anisa sambil memandang langit lalu melirik ke arahnya dengan sebuah senyuman.

"Andaikan waktu bisa berputar, mungkin aku akan serius memikirkannya," ujarnya dengan penuh penyesalan.

"Dengar anak bawang! Selama kita masih hidup tidak ada yang namanya kata terlambat. Enjoy dan nikmati prosesnya," balas Anisa dengan tutur kata yang bijak.

"Mencari kerja di zaman sekarang itu sangat sulit. Jika tidak punya skill dan koneksi, semuanya akan sia-sia," kata Juliet berkeluh kesah.

"Aku ada satu lowongan, syaratnya kamu cukup punya stamina kuat dan lincah dalam berlari"

"Dimana? Pekerjaan apa tuh?"

"Nyopet. Ha.ha.ha!"

Mendengar hal itu, Juliet terdiam memandang Anisa dengan raut wajahnya yang sangat datar. Sedangkan Anisa, terus menertawakannya membuat wajah Juliet semakin memerah karena malu.

"Boleh aku minta tolong?"

"Minta tolong apa?" tanya Juliet

"Coba kamu gendong aku, lalu bawa dari sana ke sini," jawabnya sambil nunjuk ke arah yang dimaksud.

"Hah?" timbal Juliet melongo atas permintaannya.

Juliet sangat terkejut mendengar permintaannya. Seumur hidup, dia sama sekali belum pernah menggendong seorang gadis. Dia pun melamun, membayangkan hal romantis bersamanya. Kemudian, Anisa pun langsung menepuk pundaknya membuat Juliet terkejut.

"Malah melamun, cepat gendong aku!" perintahnya.

"Iya, Tuan Putri!"

Anisa membaringkan tubuhnya di atas bangku penonton. Gadis itu tersenyum manis kepadanya, dia melambaikan tangan membuat Juliet semakin salah tingkah. Perlahan Juliet berjalan mendekat lalu dia pun berlutut. Kedua tangannya memegang pundak dan kedua kakinya.

"Berani sekali anak bawang sepertimu menyentuh tubuhku. Kyaa!!" godanya membuat raut wajah Juliet seketika memerah.

"Berisik, jangan bikin orang lain salah paham!" balasnya sembari mengangkat tubuhnya secara perlahan.

"Ayo cepat, mana nih yang katanya dapet peringkat dokter terbaik? Korbanya keburu mati loh," candanya.

Juliet pun terdiam sembari melakukan apa yang dia perintahkan. Anisa terdiam sembari memandang paras Juliet yang tampan. etelah menyelesaikan tantangan, kami pun duduk di bangku penonton. Setelah menyelesaikan tantangan, mereka berdua kembali duduk di bangku penonton.

"Tuh kan, kamu bisa! Keren!" puji Anisa membuat Juliet tersipu malu.

"Biasa aja kamu," balasnya sembari memalingkan wajah.

"Jadi intinya, jika kamu mau berusaha sedikit lagi mungkin kamu akan menemukannya."

"Iyah."

"Dengar Juliet, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Semua itu bisa dimulai dari sekarang."

"Kamu bener nis," timbalnya sambil tersenyum kepadanya.

Senyuman Juliet, membuat Anisa tertunduk tersipu malu lalu dia menggeser tempat duduknya. Kedua bahu saling menempel, nuansa romantis mulai mereka berdua rasakan. Sinar matahari senja, membuat Juliet merasa bahwa dunia hanya milik mereka berdua.

"Setiap orang pasti memiliki sebuah penyesalan. Begitu juga denganku. Dan kamu Juliet, jangan melihat seseorang dari luarnya saja. Itu sungguh enggak baik. Lagi pula, kita gak tau apa yang ada di dalam dirinya."

"Terus apa penyesalanmu?" tanya Juliet.

"Berkenalan denganmu. Waktu itu, ketika kegiatan berakhir aku ingin bertemu denganmu. Tetapi kamunya sibuk, pas balik lagi kamunya udah di dalam bis."

"Dasar para pengganggu, andaikan saja mereka tidak mengganggu mungkin kita sudah saling mengenal sejak lama."

"Iya dasar mereka, mengganggu saja," timbalnya kesal seiring teringat masa lalu.

Dari kejauhan, Tono dan Sunara memanggilnya dari kejauhan lalu Juliet melirik ke arah mereka berdua.

"Temen kamu tuh," kata Anisa sambil melirik ke arah dua teman Juliet.

"Ya ampun, ganggu orang senang saja!" timbalnya dengan kesal.

"Sepertinya sudah waktunya aku untuk pulang."

"Kalau begitu, ayo ikut jalan bersama kami!" ajak Juliet.

Anisa tersenyum sambil menggelengkan kepalannya. Lalu dia berkata,"Tidak bisa, aku masih ingin di sini."

"Kalau begitu aku pergi, sampai jumpa Anisa," berjalan sambil melambaikan tangan.

"Tunggu!"

"Iya?" timbalnya sembari menoleh ke belakang.

"Ingat pesanku. Apapun yang terjadi percaya dirilah. Terima kasih untuk hari ini, sekarang aku bisa tenang. Kudoakan semoga kamu mendapatkan apa yang kamu kamu inginkan," kata gadis itu disaat terakhir sembari menggenggam tangan Juliet.

"Thanks nis, sampai jumpa!" serunya berlari sambil melirik melambaikan tangan kepada Anisa.

"Jangan lupakan akul!" teriak Anisa dari kejauhan.

Hari semakin sore, mereka semua pergi menuju papan pengumuman untuk melihat skor simulasi Ujian SBMPTN. Sayangnya Juliet tidak lulus, dia pun berjalan sedikit menjauh dan melihat keberhasilan Sunara serta teman-temannya. Setelah itu, mereka semua berjalan kembali menuju Vila. Jalan lurus dan berlikuk telah mereka lewati, jalanan menanjak juga telah mereka lalui.

Tono teringat oleh sosok gadis, telah Juliet temui di Lapangan Baseball. Parasnya yang cantik, berambut coklat serta mengenakan serakam PMR SMK 7 Kembang membuatnya semakin penasaran. Kemudian, dia berjalan menghampiri Juliet sedang terdiam memandangi pemandangan seorang diri di lantai atas.

"Mas Jul," sapa Tono.

"Hei, Tono."

"Sewaktu di Lapangan Baseball elu bicara sama siapa?"

"Temanku, namanya Anisa Nur Khalifah. Kami bertemu di GOR UPI sewaktu lomba Palang Merah. Dulu karena kesibukan, kami gak sempat kenalan. Tapi sekarang, kami sudah berkenalan walau gue sekali lagi harus berpisah dengannya tanpa meminta nomer ponselnya," jawab Juliet sembari bersedih dan menyesal.

Kemudian, Tono meraih ponsel miliknya di dalam saku celana. Dia menunjukkan foto Anisa bersama dirinya kepada Juliet.

"Anisa yang ini?" tanya Tono memastikan.

"Iya! Ini orangnya!" serunya dengan sangat bahagia.

"Sebenarnya, Anisa adalah sepupuku sudah meninggal satu tahun yang lalu," kata Tono membuat Juliet sangat terkejut.

"Apa?! Jangan bercanda! Elu lihat sendiri, gue berbincang berdua dengan Anisa!" timbalnya sangat terkejut.

"Sumpah gue gak bohong, Anisa sepupuku sudah meninggal. Dia meninggal karena kecelakaan. Tiga bulan sebelum kematiannya, dia selalu bercerita tentang anak bawang yang ingin sekali dia temui. Tampaknya, dia sangat menyukai anak bawang itu. Gak nyangka, anak bawang itu adalah elu, Juliet. Mungkin sekarang, dia sudah tenang karena penantiannya sudah terpenuhi," ujarnya sembari menepuk pundaknya. "Thanks," sambungnya berterima kasih.

Tono pun pergi meninggalkannya seorang diri di lantai atas. Satu persatu, Tono mulai menuruni anak tangga lalu dia mendengar suara tangisan dari atas. Tidak ada yang bisa dia lakukan, selain memberi waktu kepada Juliet untuk sendiri.

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Namun perpisahan bukanlah sebuah akhir, melainkan awal sebuah kisah yang baru.

Tampan_Beranicreators' thoughts
Chương tiếp theo