webnovel

Kau Pikir Aku Akan Percaya?

Jika dia tidak memandang kedatangan Hisashi dan kawan-kawannya karena panggilan kekasihnya, sudah sejak lama dirinya akan menyeret orang-orang itu keluar dari rumah Nauctha.

"Apa kau pikir aku akan mempercayai perkataan orang ini?" Theo menunjuk Hisashi dengan jari telunjuknya sambil menatap frustrasi pada semua sahabatnya.

"Dia bilang, semua yang selama ini aku impikan adalah memori masa lalu yang perlahan muncul. Bukan begitu?" tanya Theodor sambil menatap tajam ke arah Hisashi. Tanpa berkata apa pun, Hisashi hanya mengangguk mengiyakan ucapan Theodor.

"Sungguh aku tidak pernah mengenal orang-orang di dalam mimpiku. Coba katakan suatu penjelasan masuk akal, tentang hal ini jika ucapanmu benar" akhirnya Theodor berusaha melunak dengan mengajukan pertanyaan demi pertanyaan yang menurutnya, akan membungkam segala macam omong kosong Hisashi.

"Dalam mimpiku, aku melihat sepasang Ibu dan anak dan aku yakin, dia adalah Momku. Anehnya di dunia nyataku, Momku bukanlah dirinya. Bisa beri penjelasan? Tuan Hisashi?" tambah Theo mengubah posisi duduknya hingga condong pada sang biksu.

"Orang yang membesarkan kita sejak kecil, belum tentu adalah orang tua biologis kita" jawaban Hisashi membuat semua orang tercengang.

"Apa?!"

"Kau sendiri yang berkata kalau kau bingung dengan perasaanmu sendiri. Yang mana Mom sesungguhnya menurutmu? Di dunia nyata ini atau dalam mimpimu?" tantang Hisashi tersenyum misteri.

"Aku harus melanjutkan perawatan jika aku sampai menganggap yang ada dalam mimpiku itu Mom asliku"

"Tetapi itu bukan bunga tidur nak, itu ingatan masa lalumu. Yang terpendam begitu lama dan baru sekarang, ingatan tersebut terpicu untuk kau ingat kembali"

"Aku harus mendapatkan udara segar sekarang. Permisi" Theo langsung berdiri dan keluar dari rumah Nauctha sementara Nauctha sendiri, tidak ingin mengejar Pria itu karena dirinya tahu pasti ketika Theodor melakukannya artinya adalah, jangan ganggu aku untuk sementara waktu.

"Kami harus menemukan roh Diandra juga supaya masalah ini dapat terselesaikan dengan mudah" kata Nauctha setelah mendengar Theodor menutup pintu rumah dari luar.

"Bisa aku melihat raganya sekarang?"

"Ya mari" sambut Nauctha menerima permintaan Hisashi untuk menemui Diandra yang terbaring koma.

Di luar rumah Nauctha, Theodor menendang pohon yang entah apa dosanya pada Theo. Berulang kali dia menendang kalau perlu sampai kakinya terasa sakit! Emosi, jelas dia sangat emosional ketika seorang asing dengan tanpa saringan mengatakan seseorang yang telah merawatnya sejak kecil, ralat sejak bayi, belum tentu adalah orang tua kandungnya.

Kalau dipikir-pikir lagi, anak-anak lain memiliki foto ketika mereka masih bayi sampai dewasa lalu mengapa Ayah dan Ibunya tidak pernah menunjukkan fotonya ketika masih dalam buaian? Theodor hanya dapat melihat foto dirinya ketika berusia lima tahun hingga beranjak dewasa.

"Tidak. Tidak Theodor..., jangan meragukan kedua orang tuamu sendiri hanya karena satu ucapan tanpa alasan, bahkan tanpa satu bukti pun. Mom bilang foto-foto itu hanya terselip di suatu tempat dan tak pernah ditemukan sampai sekarang. Itu saja. Ya, hanya itu saja" gumam Theodor berusaha meyakinkan diri sendiri sekaligus ini salah satu caranya, untuk menenangkan diri.

"Theodor....Theo,"

"....." Theodor menoleh kearah suara tersebut. Suara yang sangat dia kenali suara itu milik....

"Diandra?!" pekik Theodor sambil berlari menuju ke tempat roh Diandra terduduk lemah. Dia menemukan Diandra bersandar di sebuah pohon.

"Hey, menghilang ke mana saja kau?! Katakan sesuatu" tanya Theodor yang panik melihat roh itu lemas bahkan kini mulai berkedip-kedip.

"Seseorang berusaha membantuku keluar. Theo, tolong aku untuk terakhir kalinya"

"Berusahalah bertahan. Hey, kau ingin kembali pada keluargamu kan, jadi ayo kita masuk ke dalam" potong Theodor semakin panik.

"Tidak. Tidak mungkin lagi. Tolong. Seseorang, dia masih hidup. Dia disekap oleh Sergei dan tidak bisa melarikan diri. Hanya kau, dan orang yang menolongku tadi, yang bisa menyelamatkannya"

"Maksudmu siapa?"

"Hisashi...dia...menyelamatkanku" jawab Diandra sebelum air matanya mulai menitik ke pipinya. Ruhnya masih terus berkedip, semakin lama semakin transparan dan menghilang.

"Diandra!!" teriak Theo. Otaknya langsung memerintahkan Pria itu masuk ke dalam rumah Nauctha, menerobos masuk ke kamar rawat Diandra.

Biiiiiiiiiiiip....

Suara monitor berdenging memekakkan telinga, menyambut Theodor. Matanya melihat Hisashi berada di samping Diandra, dan semua temannya hanya diam membisu sambil menahan tangis.

"Kau terlambat. Diandra sudah tiada" lirih Nauctha. Tangisan Gadis itu pecah kembali melihat kekasihnya baru menunjukkan batang hidung.

"Baru saja Diandra menemuiku diluar. Mana mungkin semudah itu dia menyerah!!" teriak Theodor murka. Pria bernama Theodor berjalan cepat menuju jenazah Diandra terbaring.

"Bangun!! Aku bilang bangun!! Bertanggung jawablah karena telah melibatkanku ke dalam masalah yang bahkan aku tidak tahu, bermasalah dengan apa?! Diandra bangun!!" bentak Theodor mengguncangkan tubuh Diandra sekuat tenaga.

"Takdir tidak bisa kau lawan anak muda. Berhentilah. Kau tidak akan mendapatinya hidup kembali meski kau menjambak rambutnya sekali pun" kata Hisashi memperingatkan. Theodor mengendurkan cengkeramannya pada kedua bahu Diandra, lalu melepaskannya perlahan.

"Kalau kau mau pergi untuk apa mengucapkan selamat tinggal padaku?" gumam Theodor frustrasi.

"Dia tahu akan mati. Dia memintaku untuk membawanya padamu untuk terakhir kalinya. Jelas ada pesan yang ingin dia sampaikan padamu. Kau tidak ingin menyampaikan juga pada yang lain?" Hisashi kembali mengajaknya bicara.

Upacara pemakaman Diandra akhirnya berakhir. Keluarga Diandra berulang kali meminta maaf pada Nauctha dan Theodor. Bagaimana pun juga, seharusnya mereka berterima kasih pada kedua muda mudi ini bukannya memaki sekaligus menuduh mereka sebagai penipu.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Tidak ada Diandra bisakah kita memenuhi permintaannya sekarang?" tanya Nauctha sambil menatap Theo sendu. Seluruh mata memandang ke arah Theodor tak terkecuali tim Wonders Of The World.

"Bisa. Diandra memberiku potongan ingatan terakhirnya" jawab Theodor membalas seluruh tatapan menyudutkan itu. Sebenarnya, saat Theo sibuk mengguncangkan jenazah Diandra beberapa jam yang lalu, dia sempat melihat potongan ingatan Diandra sedang memeluk Trevor yang sekarat. Trevor berkata Putra pertama Marcus masih hidup.

"Felix Sanders...Putra...Marcus ma-masih hidup"

"Kau yakin? Hei, tolong bertahanlah. Aku akan mencari bantuan. Jangan mudah menyerah. Kumohon Trevor" panik Diandra yang akan berdiri tetapi, tangannya di tarik oleh Trevor. Wajah Trevor terlihat semakin memucat saja.

"Temukan dia, agar Profesor gila itu mendapatkan hukuman" kata Trevor sambil menyerahkan flashdisk dan lembaran kertas yang dilipat kecil di dalam kantung plastik kecil, sebelum menghembuskan napas terakhir.

"Tidak....tidak Trevor!! Kau mendengarku?! Jawab aku!! Bagaimana aku bisa melakukan apa yang kau minta padaku tanpamu?" Diandra mulai histeris. Gadis itu menajamkan pendengarannya, menahan isak tangisnya sekaligus menyembunyikan kantung plastik kecil pemberian Trevor.

"Aku tidak janji. Mungkin aku akan menyusulmu sebelum sempat menemukan Putra Marcus" desis Diandra lirih. dia berlari sekuat tenaga meninggalkan mayat Trevor yang mati bersimbah darah.

"Diandra!! Aku tahu kau menemukan Trevor sayang," teriak seseorang setelah melihat mayat Trevor tergeletak di atas tanah. Orang tersebut menghubungi seseorang dan memerintahkan orang itu segera menemuinya.

Diandra yang terluka di bagian lengan tangan kirinya itu, terus berlari dan berlari memerintahkan kakinya untuk tak kenal lelah terus berlari hingga saraf di bagian belakang kedua mata kakinya mulai terkilir.

"Engggggh" erangan tertahan Diandra seolah mengumumkan dirinya berada di mana.

Chương tiếp theo