Tiga empat merpati lari. Maaf aku jarang mengabari. -Juna
🍁🍁🍁
"Iya Sat,"
"Jangan kayak adik gue Al panggil bang Satya. Lah bangsat ya? Gimana sih," protes Satya kesal. Ara terlalu polos sekali.
Bram yang tau kalau Laura fokus dengan geng Meteor pun mengerti jika sahabatnya ini mencari Juna.
"Udahlah, gak usah di pikirin. Kalau sembuh kan masuk. Di makan tuh, nanti dingin," Bram membuyarkan lamunan Laura, tampak sedih dan kosong. 'Gue heran deh sama Laura, Juna kan gak ada hubungan apa-apa. Kenal gak, teman bukan, sahabat mustahil, pacar terlalu wow,' batin Bram bingung, setaunya Laura dekat dengan Juna itu karena telat.
Sam bersendawa. "Al, makasih banget ya. Udah mau beliin makanan sebanyak ini,"
"Sama-sama Sam," Alvaro beralih menatap Radit dan Adit doyan pedas, dua kakak-beradik itu mengambil lima sendok penuh sambal di baksonya. Sekarang tau yang mukbang dan ASMR siapa.
"Kalau sakit perut gimana?" tanya Alvaro khawatir, Adit paling mudah sakit. Radit sudah terbiasa, penggemar pedas tanpa batas prioritas paling atas.
"Minum obatlah. Atau gak bikin oralit buatan sendiri kayak larutkan enam sendok teh gula pasir dan setengah setengah sendok teh garam di satu liter air. Selain itu, ada juga konsumsi pisang, kentang, jahe, wortel, yogurt, air putih, jus buah, daging kukus, roti gandum, nasi, dan teh chamomile," jawab Adit bijak, jelas, genius, calon dokter.
Sam, Alvaro, dan Satya bertepuk tangan, takjub akan pengetahuan Adit yang tak main-main akan kesehatan beserta obat, gejala, dan makanan yang harus di hindari.
"Gue heran deh sama lo dit, kenapa gak masuk IPA aja? Kan bisa ambil jurusan kedokteran. Sayang banget loh dit," ujar Sam, mungkin di tahun berikutnya IPS tidak bisa mengambil jurusan IPA seperti kedokteran yang paling banyak di impikan para siswa.
"Lo gak tau Sam?" Alvaro bertanya, pada saat MOS Adit asal-asalan menjawab.
Sam menggeleng. "Apa?" Sam penasaran.
"Adit, pas MOS itu jawabnya asal-asalan, yang peminatan jurusan itu loh Sam. Lo tau kan poinnya di hitung?" jelas Alvaro, Adit lebih unggul dalam sains daripada sosial.
Bel istirahat telah usai, semua siswa masuk berhamburan ke kelasnya masing-masing sebelum guru BK keliling membawa rotan dan buku hijaunya, siap mencatat pelaku pelanggaran tata tertib sekolah.
🍁🍁🍁
Di rumah Laura yang begitu sepi, ia memilih mengecek ponselnya. Menunggu kabar Juna dari akun goispers SMA Permata itu, namun spekulasi negatif tentang Juna yang tengah kritis, koma, hingga berurusan dengan nyawa.
Terus di akunnya Sam malah bilang kita doain aja kesembuhan Juna.
Iya, biasanya geng Meteor kan bikin story Instagram, kenapa Sam doang?
Beberapa komentar dari postingan Juna yang tengah memejamkan matanya damai pun banjir akan komentar.
"Ngapain mikirin Juna? Dia siapaku?" Laura menggeleng, lebih baik ia menggoreng lauk pauk sebelum sang ibu datang dan mengomelinya.
🍁🍁🍁
Juna menggeleng, Radit menyiapkan bubur yang paling ia benci, hambar.
"Ayolah bos, makan sedikit. Daritadi ngelamun aja, mikirin apa sih?" tanya Adit geregetan.
"Laura udah tau kalau gue kondisinya gini?" tanya Juna penasaran
"Iya, malah gosip bos masih sekarat aja berlaku," tambah Adit, seperti Juna tidak ada kabar.
"Baguslah, gue mau istirahat bentar disini," Juna memejamkan matanya, terbayang Batalion yang mengobrak-abrik markasnya, tiga bawahan Satya terluka.
"Raffael, Raffa sama Kananda gimana?" Juna membuka matanya, ketiganya ini selalu menjaga markas saat istirahat berlangsung, para anggota Meteor selalu bergantian. Agar alat-alat penting serta rahasia terbesar disana aman.
Wajah Radit dan Adit pucat pasi. Mereka tau, kondisi terparah itu Rafael dan Raffa, untuk Kananda cowok itu sudah pulih.
Melihat keterdiaman Radit dan Adit membuat Juna curiga.
"Jawab dit, gimana keadaan mereka?" tanya Juna tak sabaran, inilah tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
"Rafael itu-" Radit menggantungkan jawabannya, ragu. Rafael paling parah, cowok itu koma. Rafa kritis, Kananda membaik.
"Yaudah, kalau kalian gak mau jawab. Biar gue yang samperin," Juna melepas infus yang melekat di tangannya kasar, Juna turun. Ia meringis saat luka tusukannya terasa nyeri.
"Arghh," Juna tetap berjalan, Radit menghadang langkahnya.
"Bos, mau kemana? Bos masih belum pulih, mending disini aja," nasehat Radit, Juna itu keras kepala.
"Minggir, salah sendiri lo gak mau bilang kondisi tiga bawahan Satya, malah diem," Juna geregetan. Radit menunduk takut.
"Rafael koma, Rafa kritis, Kananda udah pulang," jawab Adit takut-takut, terbukti saat Juna menatapnya tajam.
"Ayo samperin Rafael sama Rafa," ajak Juna, marah? Tidak, ia hanya mencemaskan keduanya yang sudah ia anggap seperti adik sendiri, sama seperti Radit dan Adit.
"T-tapi bos, kan itu lukanya belum kering," Radit khawatir, Juna terus meringis sedari tadi.
"Kalau kalian gak mau, gue bisa sendiri," Juna melangkah pergi, Radit dan Adit mengikuti Juna, tak ingin kakaknya itu terluka.
🍁🍁🍁