Ketika rasa takut menyelimuti dan harapan ada yang melindungi. -Laura.
🍁🍁🍁
Di warung Markoni, ketujuh manusia berjenis laki-laki itu pun berkumpul, canda tawa, Sam dan Alvaro konser kembali.
"Awas aja lo pada nyanyi lagu itu lagi," ancam Jaka jengah, Sam dan Alvaro penggemar Korea, tanya lagu apapun dengan senang hati mereka akan menjawab. Drakor? Jangan di ragukan lagi, serba tau.
"Gak lah," sungut Sam kesal. Botol minuman yang kosong itu ia gunakan sebagai mic.
"Akulah Arjuna... Yang mencari cinta..," nyanyi Sam dan Alvaro penuh penghayatan, menyindir Juna.
"Ngapain nama gue di bawa-bawa?" tanya Juna kesal, mencari cinta? Kemustahilan sekali.
"Bos, itu emang lagunya. Ada nama Arjuna, masa iya di ganti Satya," Alvaro beralih melirik Satya, cowok itu tengah kepedasan karena gorengan tahu brontak atau di sebut isi yang pedas.
Sam menyodorkan minumannya yang masih utuh tersegel, aman higienis, keras sebelum di buka. Iklan dulu. "Nih, minum. Awas lo sakit perut Sat," peringat Sam perhatian, jika Satya sakit siapa gerangan yang nanti akan memberikan contekan dan ilmu padanya?
Satya meneguk minuman itu habis. "Kayak ada manis-manisnya," komentar Satya ikutan korban iklan seperti Sam dan Alvaro.
Jaka menggeleng heran. "Gini nih punya temen suka ngiklan terus. Gue kira lo gak bisa bercanda Sat," Jaka menepuk bahu Satya, bangga jika Satya akhirnya berubah setelah sekian lamanya.
Suara petir bergemuruh membuat geng Meteor itu segera mengakhiri aksi nongkrongnya.
"Mak Marconi. Kita pamit pulang ya. Di bayar sama Juna," ucap Sam seenak jidat, ia menghabiskan 7 gorengan. Kelaparan. Sedangkan Alvaro mengantongi gorengan tahu brontak ekstra pedas yang tadi di makan Satya tanpa tersisa, rakus memang.
Untuk Jaka ia mengambil lombok satu kantung plastik, lumayan untuk sambal. Radit dan Adit? Sudah pulang ke panti asuhan.
Sam mendekati Juna. "Bayarin ya Jun, dapet pahala banyak kok," lalu Sam bergegas lari menuju mogenya sebelum Juna mencakar wajah tampannya.
Juna menghampiri mak Marconi. Menyerahkan uang 100 ribu. "Kembaliannya ambil aja mak,"
Marconi tersenyum bahagia. "Matur suwun yo. Mugi-mugi sampean seger waras," Marconi mendoakan Juna, jika geng Meteor ke warungnya, pasti ada rejeki nomplok seperti Marconi alami saat ini. (Terima kasih ya. Semoga kamu sehat selalu)
🍁🍁🍁
"Kalian dapat informasi baru dari geng Meteor?"tanya Adnan fokus pada monitor nya, mengontrol rekaman suara yang sudah terpasang pada masing-masing anggotanya.
Reza sebagai tangan kanan sekaligus pengatur strategi itu pun mengangguk mantap. "Sudah bos. Arjuna sekarang lagi dekat sama cewek selain Tiara. Dia adalah Laura anak SMA Permata kelas 11 Ips 1 dari keluarga sederhana," Reza memberikan foto Laura saat menolak tawaran Juna untuk diantar pulang.
Adnan menatap foto Laura. "Oh, jadi selera Juna turun?" Adnan tertawa remeh, sudah bagus Tiara ia ikhlaskan ternyata Juna belum puas dengan sahabatnya sebagai model muda di Jakarta ini. Tiara dan Juna akan di jodohkan, namun Juna tak pernah merespon Tiara.
"Ayo sholat Ashar guys. Jangan di tunda, nanti-nati pas mau maghrib baru sholat ashar, telat 15 menit udah dosa, sholat asharnya gak di terima," Afif mematikan monitor Adnan, ketuanya ini sering beralasan.
Irham dan Rizky saja sudah berganti pakaian, baju koko, sarung dan kopyah.
"Hamburger wajib ada acar. Ayo sholat ashar," Rizky berpantun.
Di markas geng Batalion ini ada ruangan khusus untuk melaksanakan sholat, ada kamar mandi, TV, kulkas, dan mesin cuci. Makanya mereka betah disini daripada di rumah meskipun pulangnya maghrib.
"Iya ustadz Afif. Segera laksanakan," Reza hormat, Afif adalah anugrah sekaligus malaikat bagi geng Batalion, penasehat, sekaligus penyiram qolbu.
"Mas Adnan?" Afif membuyarkan lamunan Adnan, sahabat masa kecilnya ini memandangi foto seorang cewek.
Afif meraih foto itu. "Gebetan baru?"
"Dunia tak seluas daun kelor. Eh ayo jangan molor," Rizky tak sabaran.
Afif tersadar. "Oh iya, ayo mas Adnan wudhu dulu. Sambil nungguin Adnan dan Reza, mari bersholawat nariyah dulu ya,"
Adnan dan Reza menuju tempat wudhu.
Saat Reza menggulung seragamnya ia berbincang dulu, begitupun Adnan.
"Afif itu kayak adik bos aja," yang lain memanggil bos, hanya Afif memanggil Adnan 'mas'. Adnan tak suka di panggil namanya secara langsung tanpa embel-embel bos yang selalu melekat selama jabatan ketua geng Batalion berlaku. Agar kewibawaan sekaligus jiwa pemimpinnya tak hilang, begitu kata Adnan.
"Dia sahabat gue dari TK Rez. Udahlah ayo wudhu, ntar di marahin Irham," meskipun dirinya lebih tegas, namun amarah seorang Irham Edison itu seperti banteng dan angry bird.
Setelah selesai sholat geng Batalion pulang.
Adnan memimpin jalan, lalu Reza di sebelah kanan, kiri Irham, tengah Rizky dan Afif di belakang.
Mata Adnan menangkap objek yang sama di foto pemberian Reza, Laura tengah jalan kaki dengan membawa belanjaannya mulai dari sayur hingga kawan-kawannya itu.
Adnan menghentikan motornya. Menghampiri Laura, menghadang langkah cewek itu.
"Halo Laura cantik. Sendirian aja nih?" Adnan mencolek dagu Laura.
"Dua tiga Irham mewek. Ngapain Adnan deketin cewek?" tanya Rizky pada Reza. Irham membelalak, dirinya tidak cengeng.
"Empat lima mak ronggeng. Gue gak cengeng!" bantah Irham sekaligus membalas pantun Rizky.
Laura ketakutan. "K-kamu siapa? Jangan ganggu aku," Laura menghindar seolah cowok di hadapannya ini hantu yang kerap kali ia lihat di stasiun TV, dunia lain.
Adnan meraih belanjaan Laura, melempar hingga isinya tercecer di jalanan.
"Gue? Manusia lah," jawab Adnan terlalu keceplosan.
Rizky terburu-buru menghampiri ketuanya. Mengecek di bawah hidung antara mulut apakah ada dua garis yang di miliki manusia pada umumnya.
"Bos memang manusia? Apa bukan? Macan dong?" Rizky tau hal ini dari film Suzzana entah tentang macan atau harimau, yabg jelas Rizky ingat betul alurnya.
Laura tertawa renyah. "Lucu banget sih kalian," Laura tak menyangka ada juga yang salah fokus.
Adnan menjauhkan Rizky, kesal. Andai Rizky tidak perlu di ikut sertakan dalam geng-nya, namun tanpa cowok itu siapakah yang menjadi kelogisan dalam pemikiran rapat dadakan nanti?
"Diem!" sentak Adnan pada Rizky, beralih menatap Laura setajam silet. "Lo emang benalu! Mulai sekarang hidup lo gak akan aman!"
'Apa ini ada hubungannya sama dengan kak Juna ya?' Laura masih berpikir, jika iya harus waspadalah, waspadalah.
"Emangnya aku pernah ganggu kamu?" Laura baru mengenali wajahnya, seragamnya pun berbeda.
Adnan berbisik di telinga Laura. Membuat cewek itu bergidik ngeri seperti ada kehadiran sosok lain.
"Juna udah ngerebut Tiara dari gue. Jadi, kalau lo gue jadiin tawanan? Selamat bersenang-senang Laura," Adnan berlalu pergi, menuju motor ninjanya.
Laura masih mematung. "Berarti Juna lagi deket sama Tiara? Tawanan? Emangnya aku penjahat ya?" Laura beralih menatap belanjaannya, siap-siap di marahi sang ibu, Cica akan mengomeli habis-habisan.
"Aku kan cewek baik, malah di jadiin tawanan. Kapan aku jahat?" Laura masih bertanya-tanya, tak paham dengan ucapan cowok tadi.
Afif masih setia di tempat, Adnan, Reza, Irham dan Rizky sudah pergi.
Afif menghampiri cewek itu.
"Maaf atas sikap mas Adnan ya. Ini sebagai ganti ruginya," Afif menyodorkan uang seratus ribu.
Laura menggeleng. "Gak usah, makasih," Laura berlalu, jika ia menerima uang itu pun percuma, nanti akan di temukan oleh ibunya untuk belanja ke mall meskipun seratus ribu belum tentu dapat baju, sepatu, kosmetik, tas, dress, dan skincare.
"Kasihan dia. Gue harus pantau cewek itu, sebelum mas Adnan nyakitin,"
🍁🍁🍁