Dua orang laki-laki yang baru saja masuk pun langsung segera mendekat ketika mendapati beberapa makanan yang begitu memenuhi meja. Begitu pula dengan Alfiz yang masih terkejut dengan kedatangan mereka.
"Lho, katanya lo pada mau nongkrong. Kok malah ke sini?"
James yang kini mengambil tempat duduk menjadi berada disamping Alfiz pun langsung meraih stick yang tergeletak.
"Iya, tapi gak jadi."
Mendengar itu Didan yang sedang menyantap makanan yang berada dihadapannya pun langsung menyahut meskipun mulutnya sudah dipenuhi oleh makanan.
"Cewek gatel itu ada di Cafe," ujarnya yang berhasil membuat Alfiz tertawa seketika.
Mengetahui hal tersebut James yang mendengarnya langsung menatap sinis kepada sahabatnya itu yang saat ini begitu terlihat puas menertawakannya.
"Lo seriusan kabur cuma karena si Larissa?" tanya Alfiz yang kembali tertawa. "James, hidup lo gak tenang kayanya ya semenjak jadi pacar dia."
Laki-laki itu yang mendengarnya langsung berdecak kesal, kemudian berkata, "Dia bukan pacar gua, gue gak mau pacaran, malesin."
"Ya tapi 'kan tetep aja si Larissa nganggapnya begitu," sahut Didan yang langsung diangguki oleh Alfiz.
Sementara itu Yas yang baru saja datang menghampiri pun kini hanya diam mematung dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Menatap saudaranya yang sedang memegang stick miliknya itu sekarang.
"Diem lo pada, pusing gue."
Didan menggelengkan kepalanya, ia kembali berkata, "Lagian lo ngapain pilih dia buat jadi temen tidur lo sih, jadinya 'kan lo sendiri yang berabe."
Laki-laki itu, Yas melihat sahabatnya yang saat ini sedang menyantap makanan yang baru saja dipesannya itu membuat ia yang melihatnya langsung geleng-geleng kepala.
"Gue mana tahu kalau dia bakalan jadi begitu," ujar James. "Tapi gak apa-apa lah, lagian gue udah gak tertarik."
Kemudian seseorang yang berada disampingnya itu pun kembali berkata, "Udah sih, mending lo bubaran aja sama dia, daripada lo sembunyi-sembunyi terus kaya gini. Lagian nih ya, meskipun lo tadi berhasil ngehindar dari dia, tapi itu gak akan menutup kemungkinan dia tahu soal kedatangan lo tadi ke Cafe."
"Dia bener, ujung-ujungnya besok lo bakal ditempelin dia lagi, begitu dan seterusnya."
Mendengar suara seseorang yang menyahut membuat ketiga laki-laki itu langsung menoleh kearah seseorang yang sedang berdiri dibelakang mereka saat ini membuat Yas yang menyadari sedang menjadi pusat perhatian pun langsung mengedikkan bahunya acuh dan mendudukan dirinya disofa yang lain.
"Yas," panggil James. "Lo masih marah sama gue?"
Laki-laki tersebut memandang saudaranya yang saat ini sedang menatap kepadanya dengan menilai membuat Yas yang mengetahui itu langsung mengedikkan bahunya.
"Tergantung," jawabnya kepada James. Kemudian ia merebut potongan pizza yang baru saja diambil oleh Didan, lalu memakannya dengan sekali gigitan. "Kalau lo bicara jujur sama gue dan berhenti ganggu dia."
Didan yang baru saja direbut pizza nya pun langsung meneguk ludahnya, itu adalah potongan terakhir yang ada dimeja membuat ia yang mengetahui itu pun langsung menundukkan kepalanya meratapi nasib.
Dapat ia lihat saat ini James terkekeh setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh laki-laki itu. Dirinya langsung memalingkan wajahnya kearah lain dengan ekspresi kesalnya.
Yas melihat itu, bagaimana James yang masih bersikeras untuk mempertahankan targetnya kali ini. Meskipun ia tahu bahwa sebenarnya gadis itu bukanlah tipenya sehingga membuat dirinya bertanya-tanya dengan yang sebenarnya terjadi kepada saudaranya itu.
"James, gue tahu lo dan lo tahu gue. Begitu pula sama cewek itu, gue tahu kalau dia bukan tipe lo, gue tahu tipe yang lo pengen itu kaya gimana. Jadi stop mulai sekarang libatin dia kedalam masalah lo, ngerti?"
Mendengar itu James langsung menoleh, ia kembali menatap seseorang yang berada dibelakangnya itu saat ini dengan seksama. Dirinya cukup mengerti bahwa Yas melakukan ini adalah karenanya, bukan gadis itu.
"Kalau lo tahu, harusnya lo gak usah ikut campur. Apa cuma karena gue biasanya ngoleksi cewek body bagus sampe bikin lo jadi penasaran juga kenapa gue akhirnya milih cewek culun itu?"
Entah kenapa mendengar perkataan dari James membuat seorang Yas merasa terpancing emosi sehingga Didan dan Alfiz yang mulai merasa situasinya mulai tak baik-baik saja pun langsung menghela nafasnya.
Mereka berdua saling memberi kode untuk menghentikan keduanya sebelum perang dunia ketiga benar-benar akan terjadi.
"James, gue gak main-main sama lo!" bentak Yas. Ia langsung berdiri dari duduknya dan menatap tajam kepada saudaranya itu yang masih duduk dilantai tepat disamping Alfiz. "Gue tahu kalau lo lagi rencanain sesuatu."
"Kalau lo tahu, coba sini mana buktinya."
"Gue gak mau ribut sama lo cuma perihal ini, James. Tapi ada satu hal yang perlu lo inget dari gue, kalau suatu saat terjadi sesuatu sama lo, jangan pernah libatin gue lagi."
Setelah itu Yas langsung bergegas memasuki kamarnya dan menutup pintu dengan begitu keras sehingga mereka berdua, Alfiz dan Didan yang mendengarnya cukup merasa terkejut. Sedangkan James, laki-laki itu menghela nafas mencoba meredakan emosinya yang hampir membuatnya tidak terkendali.
Alfiz berkata, "James, bener apa yang dibilang Yas, kalau lo punya rencana?" tanyanya memastikan.
"Iya, dia punya rencana," sahut Didan.
Hal itu mengundang perhatian James yang sedari tadi diam langsung menoleh menatap kearahnya, sedangkan Didan yang menyadari arti dari tatapannya pun menjadi merasa bersalah.
"Rencana apa?" tanya Alfiz yang kini menatap intens seseorang yang berada disampingnya tersebut.
"Nanti juga lo bakal tahu sendiri," ujar James. "Udah ah, ayok mulai."
Alfiz yang melihatnya pun langsung menghela nafas seketika, ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran dari sahabatnya yang satu ini, selalu saja bertindak gegabah dan melakukan sesuatu dengan semaunya tanpa memikirkan Yas yang selama ini selalu melindungi dan menolongnya.
"Gak jadi, gue lagi males maen, lo aja sendiri."
Setelah itu ia pun langsung naik menuju sofa dengan James yang kini sedang menundukkan kepalanya seakan sedang memikirkan sesuatu, berbeda dengan Didan yang merasa iba melihat laki-laki itu yang diabaikan oleh Alfiz saat ini.
Dengan cepat Didan langsung menggantikannya dan beralih menjadi duduk tepat disamping James.
"Ayok, main sama gue," ujarnya kepada laki-laki itu. "Udah lama gue gak maen."
James langsung menoleh kala mendengar suara seseorang yang berada disampingnya itu saat ini.
Ternyata Didan yang baru saja mengajaknya berbicara, mengetahui itu ia pun langsung tersenyum mengangguk dan memulai permainannya.
"Kita taruhan, gimana?" usul Didan yang membuat James langsung mengerutkan keningnya.
Laki-laki itu pun mengangguk dan berkata, "Oke, kedengerannya asyik."
Didan langsung mengulurkan tangannya dengan maksud untuk mengajaknya berjabat tangan, sedangkan James yang melihat itu langsung membalas jabatannya.
"Deal?" ujar Didan.
"Deal!" jawab James.
Akhirnya keduanya pun langsung memulai pertandingan dengan Alfiz yang menatapnya malas ketika melihat mereka yang seolah tidak pernah terjadi apapun. Namun tetap saja, ia lebih mementingkan keadaan Yas yang sudah pasti begitu sangat mengkhawatirkan James sekarang.
Entah apa yang sedang direncanakan oleh laki-laki itu, ia pun tak tahu. Akan tetapi, jika melihat Didan sepertinya dia mengetahuinya. Maka dari itu, dirinya akan mencoba menanyakannya nanti.