webnovel
avataravatar

DIA MEMBOHONGI PACARNYA SENDIRI

"Bisa jauhi pacar gue?"

Iqbal membalikkan wajahnya saat mendengar seseorang mengatakan sesuatu dengan nada memerintah namun bertanya. "Apa?" balik Iqbal bertanya pada Aldi, Aldi memutar bola matanya malas.

"Gue benci lihat lo dekat-dekat Salsha, dia pacar gue," Iqbal menganggukan kepalanya jika dia tahu. "Gue tahu kalian berdua pacaran, tapi gue rasa waktu mendustakan hubungan kalian berdua. Salsha baik-baik aja gue dekati, dan lo juga santai dan dengan leluasanya dekat dan antar jemput Tania, gue lihat kalian beberapa kali," Aldi memutar bola matanya malas. Dugaannya benar, Iqbal tahu. Tapi dia pura-pura tidak tahu dan bertingkah seperti biasa-biasa saja.

"Tutup mulut lo!" Iqbal terkekeh saat Aldi cukup marah dan merasa sensitif dengan apa yang dikatakan padanya. "Lo pikir gue perduli soal lo?" Iqbal menggelengkan kepalanya sedikit tertawa kecil. "Bahkan untuk gue tahu lo masih hidup ataupun bernafas di muka bumi ini gue enggak memahami. Yang gue tahu, hati perempuan sangat lembut dan polos. Dia percaya sama cowok karena yang dia tahu, dia percaya sama orang yang tepat. Tapi saat gue lihat lo dengan pintarnya melakukan penipuan dan kemuslihatan ini gue rasa lo memang benar-benar harus lebih memilih Tania daripada Salsha. Ayo ambil jalan tengahnya aja dengan lo putus sama Salsha, jadian sama Tania dan Salsha biarkan sama gue. Itu akan lebih adil buat semuanya," Aldi berdecit sebal mendengarnya.

"Gue sayang sama Salsha, dan gue pacar dia. Gue punya hak sepenuhnya terhadap dia. Siapa lo yang memberi saran seburuk ini ke gue yang jelas-jelas pacarnya?" Mata Iqbal benar-benar memutar malas.

"Apa kalau gue jawab gue sama Salsha itu orang yang ditakdirkan bersama beberapa tahun kedepan lo akan percaya?" Aldi tertawa mendengarnya, dia mendorong sedikit kasar bahu Iqbal agar mundur. "Tingkat percaya diri lo terlalu tinggi, tolong turun," ucapnya setelahnya, Iqbal menganggukan kepalanya tidak masalah.

"Gue baik-baik aja, santai. Gue enggak melakukan hal besar, dan gue enggak memaksa seseorang untuk suka sama gue," ucap Iqbal menghilangkan bekas tangan Aldi pada bajunya.

"Inti pembicaraan ini, jauhi Salsha karena dia pacar gue," Iqbal menganggukan kepalanya cepat karena paham. "Kalau menurut lo pacar itu untuk dibiarkan sendiri gue bantu rawat pacar lo, lo sibuk sama Tania kan? Pacar lo Salsha kan? Gue dekati Salsha sebagai teman satu bangku dan teman satu kelas, kenapa lo keberatan?" Aldi melirik Iqbal tidak bersahabat.

"Apa ada 'teman satu kelas' mengharapkan 'teman satu bangkunya' lebih dari teman kalau 'teman satu kelas' itu tahu kalau 'teman satu bangkunya' itu punya pacar?" Iqbal sedikit terkekeh mendengarnya. "Perumpamaan lo terlalu sopan," sahut Iqbal menaikan satu alianya menggoda Aldi.

"Apa status lo sekarang itu, berpacaran sama 'teman masa SMP' dan memaksa satu 'teman sekelasnya' agar tidak mendekati pacarnya tapi lo berjalan bebas dengan 'teman satu bangku' lo menyembunyikan sesuatu yang besar dari pacar yang bertemu dan dicintai dari SMP nya?" 'Aish,' umpat Aldi kesal sekali.

"Gue berharap besar lo pergi jauh dari hidup gue," Iqbal menganggukan kepalanya setuju. "Gue juga berharap hidup di lingkungan yang lebih sehat dari ini. Yang gue tahu cara lo kotor dan lo menikmatinya. Gue mempunyai banyak simpati sama Salsha," Iqbal mengakat bahunya tegak.

"Apa gue masih kurang sopan minta Salsha baik-baik? Apa gue perlu merusak hubungan kalian dengan bilang kalau lo sama Tania punya hubungan lain dari sekedar mengharapkan? Salsha dipermainkan mulai dari lo plin-plan. Lo pacaran sama Salsha siangnya, dan malamnya lo pergi sama Tania untuk menerima tawaran Tania yang enggak mau pergi dari lo. Kalian itu harus disebut apa selain main belakang dan ular? Jangan pasang wajah malaikat sekarang, gue iblis berhati malaikat. Buka seperti lo sama Tania yang malaikat berhati iblis," Iqbal meninggalkan Aldi di samping toilet laki-laki setelah mendengar bell masuk kelas.

"Mau kemana? Apa lo mau mengadu sama Salsha?" Aldi menghentikan langkah Iqbal dengan lertanyaan sangat ambigu. "Apa lo takut gue bilang semuanya?" tanya Iqbal menaikan satu alisnya menggoda Aldi karena dia bisa melihat dari tatapannya yang merengek. Iqbal terkekeh melihatnya.

"Bukankah dengan lo semakin bimbang dan plin-plan sama pilihan lo sendiri, gue justru punya banyak kesempatan untuk mendapatkan apa yang gue ingin dapatkan?"

•••

"Kenapa?" tanya Salsha bingung karena Aldi melihatnya sangat dekat dan terlalu serius. Tidak seperti biasanya. "Apa lo harus pindah tempat duduk di dekat gue aja?" Salsha memutar bola matanya tidak setuju.

"Gue baik-baik aja, enggak perlu berlebihan juga," tolak Salsha tidak nyaman, tangannya dia tarik karena Aldi meremaskan gelisah.

"Apa lo suka kado dari gue?" tanya Aldi tiba-tiba mengubah topik pembicaraan mereka agar Salsha tidak bingung dan berpikir terlalu jauh. Salsha menggelengkan kepalanya sangat tegas, Aldi cukup terkejut melihat melihatnya.

"Kenapa?" Mulut Aldi frontal sekali menanyakannya, Salsha menaikan bahunya malas. "Apa sampai detik ini lo lihat ada salah satu koleksi yang gue bawa dengan warna merah muda?" tanya Salsha berhasil membuat Aldi melirik tas dan beberapa cass ponsel dan peralatan yang lain.

Biru?

"Apa lo pergi beli kado sama Tania?" Aldi total tersedak ludahnya sendiri saat mendengar Salsha bertanya padanya. Dia melirik Iqbal dnegan tatapan sengit sekali, Iqbal menaikan bahunya tidak perduli.

"Kata siapa?" tanya Aldi sangat penasaran, jika pernyataan ini keluar dari Iqbal, Aldi rasa menegurnya dengan kata-kata kasar adalah jawaban paling penting untuk mendidik Iqbal agar tidak mengurusi hubungan mereka berdua.

"Gue, ini spekulasi. Apa yang gue tanyanya memang benar?" Aldi tidak bisa bergerak karena berhasil membuat hampir ketahuan, dia menghela nafasnya lega dan tertawa ringan sekali.

"Darimana lo tahu kalau gue pergi sama Tania? Enggak mungkin juga gue pergi beli kue sama kado selarut itu sama cewek lain sedangkan yang ulang tahun adalah pacar gue," ucap Aldi lambut sekali, dia mengelus puncak kepala Salsha dengan pelan.

"Mungkin aja orang yang berusaha menduakan lo adalah orang yang enggak mempunyai mata yang bersih dan hati yang tulus. Kenapa harus sama orang lain kalau tujuan awal adalah tujuannya," Salsha terkekeh mendengarnya. "Gue benar-benar membuangnya, gue benci merah muda," Salsha mengatakannya dengan tegas.

"Lain kali, belikan gue warna putih ataupun biru. Hitam gue masih bisa menerimanya, tapi kalau warna seperempuan itu, gue rasa gue bisa lebih muak dari ini," Aldi terkekeh mendengar Salsha sedikit kesal padanya.

"Sorry, lo tahu kan gue enggak bisa seromantis ini urusan kejutan? Gue hanya menang di bibir aja," Salsha terkekeh mendengar keluhan Aldi dan menggelengkan kepalanya bisa-bisanya Aldi mengatakan hal seperti ini padanya.

"Lo jujur banget sama gue," Aldi menganggukan kepalanya tegas sekali. "Harus jujur, karena pada kenyatannya. Berbohong satu kali sama pacar sendiri akan terus berlanjut sampai beberapa kali kalau seorang cowok mulai membohongi pacarnya satu kali," sahut Aldi membuat Salsha tertawa keras puas sekali.

Aldi melihat Salsha nyaman-nyaman saja mendapat ucapan fakta yang tidak bermaksud guyonan padanya. Namun Salsha menyikapinya dengan sangat positif. Aura Salsha sangat baik dan bagaimana Aldi meninggalkan Bidadari berhati malaikat seperti Salsha? Ini tidak mungkin kan?

"Gue sayang sama lo," ucap Aldi begitu saja membuat Salsha kembali tertawa cukup lepas, ini pemandangan langka memang. Tapi hal yang membuat Aldi merasa miris adalah. Dia membohongi pacarnya sendiri.

Chương tiếp theo