webnovel

Worth of Life

Namun, lagi-lagi langkah Yuri terhenti. Bukan karena ingin mengambil AD maupun rokok miliknya yang dapat diambil kembali setelah makan siang ketika ia kembali ke ruangannya. Tapi, rasa penasaran Yuri yang semakin tinggi karena AD milik Lune berkedip kembali dan dapat dilihat dengan jelas oleh Yuri sembari bergumam, "DF-02."

"DF-02 ... apa maksud dari kode tersebut," gumam Yuri penasaran.

******

******

Sunday, 11 December 2253, 09:22:31

******

"Apa kau tahu sesuatu tentang kode atau singkatan tersebut, Bram!?" tanya Yuri yang pada akhirnya menyerah dan pada akhirnya berkonsultasi dengan Bram.

"Apa Kakak yakin dengan apa yang Kakak lihat?" Bram balik bertanya.

"Iya, benar. Tulisan di AD milik Lune tersebut benar-benar DF-02," ucap Yuri mencoba meyakinkan Bram kembali dan tidak bermaksud berbohong, serta membuang-buang waktu Bram untuk segera berangkat kerja.

"Apa mungkin ...," gumam Bram tidak menyelesaikan asumsinya.

"Ada apa, Bram? Apa kau mengetahui sesuatu tentang kode atau singkatan tersebut?" tanya Yuri kembali dengan rasa penasaran yang tidak dapat tertahan.

"Tapi ...," gumam Bram kembali tidak melanjutkan asumsinya.

Sebelumnya, setelah Yuri melihat dan mengetahui ada seseorang yang berusaha menghubungi Lune saat tertidur di tempat tidur Yuri, rasa penasaran masih menghantui dan tidak tahu mengapa Yuri sangat ingin tahu tentang hal tersebut. Terlebih, setelah Lune kembali dari alam fana sementaranya membawa angin dingin yang menusuk sampai ke tulang rusuk saat Yuri mendesak agar Lune dapat memberitahunya. Dengan tatapan dingin dan bukan jawaban yang selalu tepat seperti ramalan cuaca yang diinginkan maka Yuri berinisiatif menemui Bram pada hari berikutnya.

"Apa Kakak dapat memberikanku waktu untuk beberapa hari, atau ... apabila Kakak mau, akan aku berikan nomor IP Hana untuk mencari keterangan terkait apa yang ingin Kakak ketahui tersebut," ucap Bram yang telah bersiap untuk segera berangkat ke markas MOP.

"Kau jangan bercanda, Bram. Aku tidak ingin menambah masalah baru, setelah---" ucap Yuri tidak menyelesaikan perkataannya.

"Setelah ...," ucap Bram penasaran dengan maksud untuk menjahili Yuri.

"Sudahlah, tidak perlu dibahas lebih jauh lagi," ucap Yuri ketus sembari bangkit dari duduknya dan ingin pergi keluar dari ruangan Bram.

"Sungguh tidak asyik sama sekali. Padahal, aku juga ingin tahu bagaimana kelanjutannya ... supaya aku dapat memberikan beberapa saran untuk Charlotte kalau seandainya ia bertanya kepadaku lagi," gumam Bram.

"Tapi, apa kau benar-benar sudah pulih? Apa kau tidak ingin beristirahat lebih lama lagi?" tanya Yuri yang masih mengkhawatirkan Bram.

"Tidak apa-apa, Kak. Aku sudah terbiasa seperti ini, maklum saja ... tuntutan profesional kerja, mau bagaimana lagi," ucap Bram.

"Ohhh, syukurlah kalau begitu," balas Yuri merasa tenang.

"Bagaimana mungkin aku harus memberitahumu, Kak Yuri. Aku harus segera melunasi hutangku dengan Lune dan menepati janjiku dengan Hana, kalau aku tidak masuk kerja lagi hari ini, aku takut gajiku akan dipotong oleh Kolonel Philip. Selain itu, aku juga harus waspada untuk memberitahukan sesuatu kepada Kak Yuri apabila berada

di ruangan ini, karena aku tidak tahu dimana saja Kak Lune meletakkan alat penyadapnya," gumam Bram sedikit khawatir tentang kejadian di saat mereka sedang membicarakan tentang Hana.

"Apa Kak Yuri masih ada keperluan lain denganku?" tanya Bram karena ingin segera pergi bekerja.

"Oh, tidak ada ... tidak ada, sudah cukup untuk hari ini. Selebihnya, aku hanya menantikan janjimu tentang apa yang ingin aku ketahui," ucap Yuri.

"Aduh ... bertambah kembali hutangku. Apakah hidupku ini hanya untuk membayar dan menepati hutang orang lain saja," gumam Bram.

"Baiklah, aku akan memberitahukan Kakak secepat mungkin," ucap Bram.

"Terima kasih sebelumnya, Bram," ucap Yuri sembari melangkah keluar dari ruangan Bram.

Setelah pelantikan Ketua Jones menjadi Sersan Mayor dan mendapatkan penghargaan kehormatannya, selain promosi kesempatan untuk menaikkan jabatannya ke posisi Jenderal kemarin malam di zona putih, maka secara resmi mulai hari ini Bram mendapatkan posisi sebagai Kapten MOP di distrik M selain Victoria yang terlebih dahulu mengetahui kenaikan jabatan tersebut.

"Ini adalah hadiah terburuk sepanjang hidupku setelah aku sembuh ... meskipun sebenarnya aku masih membutuhkan istirahat," ucap Bram sembari melihat pesan yang berisikan surat pemberitahuan tentang promosi jabatan di AD miliknya.

Tidak berapa lama pada akhirnya Bram menyerah dan tidak ingin memikirkan lebih jauh tentang kenaikan jabatan yang diberikan kepadanya apabila jabatannya tersebut akan membuatnya mendapatkan penghasilan yang lebih dari biasanya.

"Meskipun demikian, setidaknya aku dapat menghilangkan kejenuhanku sepanjang hari yang hanya tidak memiliki rutinitas lain selain rebahan ditempat tidurku yang nyaman tersebut," gumam Bram sembari mengunci pintu ruangannya, kemudian segera melangkahkan kakinya untuk pergi keluar dari tempat penampungan tersebut.

"Mudah-mudahan saja permulaan hari ini tidak diawali dengan pertanda yang tidak baik untukku," gumam Bram kembali.

Meskipun demikian, pada saat yang bersamaan, Lune baru saja keluar dari ruang kerja utama tempat penampungan tersebut. Dikarenakan letak yang berdekatan dengan aula utama tempat penampungan dan langsung dapat memperhatikan siapa saja yang keluar masuk tempat tersebut, sangat mudah bagi Lune menemukan sosok yang sangat ditunggu untuk segera melunasi hutang-hutangnya tersebut.

"Ternyata dia sudah bisa untuk berangkat kerja hari ini," gumam Lune ketika melihat sosok Bram yang akan melewati ruang kerja utama tempat penampungan tersebut sebelum menuju ke aula utama, dan segera keluar melalui pintu tempat penampungan tersebut.

"Sejauh ini masih aman-aman saja," gumam Bram sembari memeriksa isi kantong jaket yang digunakannya untuk memeriksa apa ada yang tertinggal.

Alhasil, pertemuan antara Lune dan Bram tidak dapat terelakkan kembali meski satu sama lain tidak ingin membuang-buang waktunya, dan menghindari kekacauan yang dapat dtimbulkan atas kehadiran dirinya sendiri.

"Apa kau sudah merasa benar-benar pulih untuk kembali bekerja, Bram?" tanya Lune saat berpapasan dengan Bram.

"Hah! Kak Lu-Lune, apa kabar Kakak hari ini?" tanya Bram terbata-bata dan spontan dikarenakan terkejut mendapat teguran dari orang yang baru saja ingin ia hindari saat berbicara dengan Yuri beberapa menit yang lalu.

"Apa otakmu sudah tidak kuat menahan reaksi obat-obatan yang sedang kau gunakan untuk penyembuhanmu, ucapan seperti apa itu tadi," ucap Lune ketus dengan tatapan matanya yang tajam.

"Kesalahan apa lagi yang aku perbuat sehingga Kak Lune tidak pernah bosan dan terus kembali untuk memarahiku," gumam Bram mengeluh ketika mendengar perkataan Lune.

"Kau sengaja tidak mendengarkan perkataanku, atau telingamu ada sedikit masalah dalam mendengar apa yang sudah katakan, Bram," ucap Lune.

"Hahahahaha, Kak Lune ternyata bisa bercanda juga," tawa Bram kemudian mengucapkan secara tiba-tiba tanpa memikirkan terlebih dahulu.

"Aku sudah tidak tahu harus berkata apa lagi saat ini," gumam Bram khawatir akan ekspresi Lune setelah mendengar perkataannya.

"Apa kau kira aku ini sedang bercanda dan bermaksud untuk menghibur dirimu atas perbuatanku yang menagih hutang janji yang pernah kau sampaikan kepadaku sebelumnya," ucap Lune serius sembari mendekati Bram dengan kedua telapak tangannya sudah bersiap untuk memberikan kejutan kepada Bram.

"Hah! Ti-tidak, Kak Lune. Bu-bukan itu mak-maksudku," ucap Bram terbata-bata karena apa yang dipikirkannya terjadi.

"Aduh ... bagaimana ini?" gumam Bram bertanya kepada dirinya sendiri untuk segera mencari jalan keluar

dengan cepat agar dapat terhindar dari situasi yang sama sekali tidak diinginkannya.

"Kalau aku melawan ... aku tidak tahu apa lagi yang akan terjadi pada diriku, tidak melawan saja aku harus mengikhlaskan tulang rusukku retak," gumam Bram kembali dengan berbagai pemikiran yang kacau.

"Siapa saja ... tolong selamatkan aku dari kejadian yang akan terjadi," gumam Bram sembari memohon.

Namun, tiba-tiba Lune berubah pikiran dan berhasil mengontrol emosi yang bersiap untuk meledak kapan saja dan segera mengakhiri perbincangan mereka berdua. Hal ini dikarenakan, Lune juga harus segera menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sedang menanti di ruang kerja tempat penampungan tersebut, dan tidak ingin membuat ibu angkatnya khawatir saat melihat dirinya sedang memberikan sedikit pelajaran kepada Bram.

"Hmm, ada apa dengan Kak Lune. Ah ... sudahlah, jangan pikirkan hal tersebut, mudah-mudahan untuk hari ini aku tidak masuk ke rumah sakit kembali. Kalau tidak ... aku harus merelakan gajiku yang tidak seberapa akan dipotong

kembali," gumam Bram yang heran dan bingung saat melihat Lune berhenti melangkahkan kakinya untuk mendekati Bram.

"Haaahhhhh, sudahlah ... untuk kali ini anggap saja kau sedang beruntung," ucap Lune menghentikan langkah kakinya.

"Tapi, perlu kau ingat ... bonus yang kau janjikan, aku minta dua kali lipat," ucap Lune sembari membalikkan badannya untuk pergi ke ruang kerja tempat penampungan.

"HAAHHHHH!!!" teriak batin Bram mendengar hal tersebut.

"Apa kau mendengarkan yang aku katakan, Bram!?" tanya Lune memastikan.

"Ba-baiklah, ter-terserah Kak Lune saja," ucap Bram terbata-bata dan tidak tahu harus mengatakan apa-apa lagi.

"Bagus," ucap Lune yang kemudian meninggalkan Bram yang masih terdiam mematung di tempatnya berdiri.

******

"Ada apa dengan Kak Bram, Kak Lune?" tanya Susan yang sudah cukup lama memperhatikan mereka berdua ( Lune dan Bram ) sejak kembali ke ruang kerja tempat penampungan tersebut untuk beristirahat sejenak.

"Hanya mengingatkannya tentang beberapa hal," ucap Lune sembari mengambil posisi duduk di kursi kerja.

"Ohhh ... aku pikir ada hal yang serius apabila dilihat dari obrolan Kakak," ucap Susan mencoba mencari tahu lebih jauh tentang percakapan mereka.

"Haahhh, aku ada sedikit nasehat untukmu. Dan, apabila kau masih berada ditempat penampungan ini ... aku harap kau dapat memahami maksud dari nasehat yang akan aku berikan untukmu," ucap Lune yang mulai tidak ingin masuk ke dalam rasa ingin tahu yang ditunjukkan oleh Susan.

"Apa maksud, Kak Lune?" tanya Susan dengan polos.

"Apa kau bisa berhenti pura-pura. Saat ini, aku sedang tidak ingin bercanda maupun membuat lelucon basi yang kucing saja tidak ingin memakannya," ucap Lune serius meski menyibukkan dirinya sendiri dengan beberapa lembar berkas yang ada dihadapannya.

"Gulp," Susan hanya bisa menelan ludahnya sendiri akibat tekanan yang ia rasakan dari kalimat yang diucapkan oleh Lune, meskipun pada saat ini posisi Lune membelakangi Susan.

"Apa rasa penasaranku begitu besar sehingga dengan mudah terlihat, padahal aku hanya ingin tahu saja, tidak ada maksud tersembunyi lainnya," gumam Susan.

"Kau itu sama saja seperti Lunnaya yang memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar, kau juga sama seperti Bram yang selalu berpikir jauh ke depan dalam mengambil sikap, dan kau juga sama saja seperti Charlotte yang tidak mudah untuk menyerah dengan apa yang kau inginkan, tapi ...," ucap Lune menghentikan perkataannya untuk sementara.

"Tapi!?" gumam Susan heran.

Lune kemudian membereskan beberapa berkas yang tidak perlu diperiksa kembali dan menata meja kerja tersebut, kemudian memutar posisinya sehingga pandangannya tepat berhadapan dengan Susan.

"Tapi, aku harap semua hal yang ada pada dirimu tidak akan membuat dirimu jatuh ke dalam penyesalan seperti rekan kerjamu di akademi kemiliteran. Jangan pernah kau berpikir untuk membodohi diriku seperti kamuflase kiasan indah yang telah kau susun rapi ... setelah itu kau hidangankan dengan tatanan semenarik mungkin, seperti yang telah kau sampaikan kepada Jack," ucap Lune panjang lebar dan kali ini Lune benar-benar emosi tingkat tinggi.

"A-apa yang Ka-Kak Lune maksudkan, a-aku tidak begitu me-mengerti," balas Susan dengan terbata-bata.

Lune merupakan salah satu penanggungjawab utama yang ditugaskan untuk mengelola tempat penampungan tersebut, namun Lune tidak pernah serius untuk mengerjakan semua tugas tersebut meskipun pada akhirnya tugas yang diberikan kepada Lune dapat diselesaikan dengan baik. Akan tetapi, peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu di tempat penampungan tersebut telah membuka mata Lune bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat dipercaya.

"Jangan berpura-pura bodoh denganku, Susan," ucap Lune serius.

"Dulu aku sangat bodoh untuk menganggap kewaspadaanku terhadap tempat penampungan ini hanya biasa-biasa saja, namun ...," gumam Lune tidak melanjutkan karena tidak ingin mengingatnya kembali.

"Dulu aku tidak pernah mendiskriminasikan semua saudara angkatku, termasuk orang-orang yang ada ditempat penampungan ini. Namun ... saat ini kau sendiri juga tahu, mengapa aku paling benci untuk melihat Jack," ucap Lune.

"Apa kau tahu mengapa, dia itu sungguh dan benar-benar naif ... sama seperti Yuri. Hanya tingkat kedewasaan dan umur mereka saja yang membedakannya," ucap Lune sembari menggertakkan giginya.

Susan hanya bisa terdiam dan mematung dengan berbagai perkataan yang telah ia rancang untuk dapat diungkapkan kepada Lune, namun hal tersebut tidak terjadi selain dari pemandangan barisan putih gigi Lune yang bergesekan sejak menyebut nama Jack. Pada akhirnya, hanya peluh keringat dingin yang mengalir di wajah dan membasahi pipi sebelah kirinya saja yang dapat mewakili perasaan Susan saat ini.

"Apa saat ini masih ada sesuatu yang ingin kau sampaikan lagi kepadaku, Mantan Pasukan Khusus dan Agen Intelijen Militer Divisi Khusus, Letnan Susan!?" ucap Lune.

"Ba-bagaimana dia bisa tahu, ti-tidak mungkin ada pihak tertentu yang mem-memberikan info tentangku," gumam Susan semakin tidak tahu harus berbuat apa-apa lagi dan hanya menunjukkan wajah seperti orang sakit.

"A-aku ma-masih tidak mengerti ma-maksud dari perkataanmu, Kak Lune!?" ucap Susan terbata-bata dan hanya menggantungkan kepada nasib baiknya saja untuk mengeluarkan pembelaan akan dirinya.

"Hmmm," ucap Lune sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada, serta menaikkan kaki kirinya di atas kaki kanannya.

"Aku be-benar dikeluarkan dari akademi militer ... dan a-apa yang aku sa-sampaikan kepada Jack---" ucap Susan yang tidak dapat menyelesaikan perkataannya karena langsung dipotong oleh Lune.

"Haaahhh, kau ini benar-benar membuat hariku semakin buruk saja," ucap Lune.

"Sebenarnya aku tidak ingin mengungkit masalah yang kau alami sampai saat ini, karena tidak akan ada satupun keuntungan yang bisa aku dapatkan kecuali kau sendiri yang memberikan nyawamu sebagai hadiah untukku karena telah membuatku sibuk hanya untuk mengetahui identitasmu," ucap Lune ketus.

"Tapi, sebenarnya aku juga tidak menginginkan hal tersebut ... karena nyawamu tidak lebih berharga daripada sampah yang hanya memprioritaskan tugas daripada rekan kerjanya sendiri. Cukup kau ketahui Susan ... perampok dan mafia masih memiliki rasa hormat daripada dirimu," ucap Lune semakin jengkel.

"Tapi ... para perampok dan mafia adalah sekelompok orang yang tidak berhati nurani, mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah, bertindak diluar hukum yang ada, tidak pernah untuk menghormati hak sesama manusia. Aku hanya menjalankan tugas yang diberikan padaku, apa itu sebuah kesalahan dan ...," ucap Susan tegas namun tidak melanjutkan perkataannya lagi karena ia kemudian sadar bahwa telah masuk ke dalam permainan yang diciptakan oleh Lune.

"A-apa yang baru saja aku katakan, a-aku ...," gumam Susan terbata-bata dan tidak meneruskan kalimatnya sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.

"Haaahhh, akhirnya kau membuka topengmu sendiri," ucap Lune kemudian menggantikan posisi kaki kirinya sebagai penopang untuk kaki kanannya.

"Hiks ... hiks," tangis Susan pecah kemudian terduduk di lantai ruang kerja tempat penampungan tersebut.

"Haahhhh, apa aku harus banyak bersabar untuk hari ini," gumam Lune melihat reaksi Susan yang menurutnya terlalu mendramatisir keadaannya sendiri.

Lune sebenarnya tidak suka melihat keadaan seperti drama-drama seperti yang sering disaksikan oleh rekan kerja ibu angkatnya tersebut. Hal ini dikarenakan, itu hanya akan menunjukkan kelemahan yang ada pada diri seseorang dan secara tidak langsung akan membuat jarak antara rasa optimis dan pesimis begitu tipis. Meskipun pada dasarnya, Lune sendiri tidak ingin kembali masuk ke dalam ruang hampa yang hanya berisikan kekecewaan rasa, kepahitan hidup, sakitnya kehilangan, maupun pemikiran naif terhadap apa yang disebut dengan manusia.

"Hiks ... hiks, a-aku hanya menjalankan a-apa, hiks ... yang su-sudah, hiks ... diperintahkan ke-kepadaku, hiks ... ma-maafkan aku, hiks ... a-aku juga tidak ingin, hiks ...," isak tangis yang mengiringi ucapan Susan yang masih merasa bersalah dan teringat akan kejadian tersebut.

"Haaahhhh ... hari ini aku sungguh benar-benar kesal dan emosi dengan diriku sendiri pada akhirnya," gumam Lune sembari bangkit dari kursi kerjanya dan mendekati Susan yang masih terduduk di lantai ruang kerja tempat penampungan tersebut.

"Meskipun kau seorang perempuan, kau itu adalah Mantan Pasukan Khusus dan Agen Intelijen Militer Divisi Khusus, Letnan Susan. Sampai kapan kau akan seperti ini," ucap Lune menarik kerah baju yang digunakan oleh Susan yang pada akhirnya bangkit dari keterpurukan tiada manfaat tersebut.

"Hiks ... hiks," tangis Susan yang masih terdengar.

"Beberapa saat yang lalu aku sudah mengatakannya kepadamu, bukan! Suatu saat jangan sampai kau menyesal akan sikap yang kau tunjukkan kepadaku, terlebih hari ini sudah terlalu banyak beban pikiran yang membuatku ingin mengantarkan seseorang untuk menemui keluarga mereka yang telah pergi mendahului mereka," ucap Lune dengan masih menggenggam kerah baju yang digunakan oleh Susan.

"Ma-maaf ... a-aku benar-benar minta ma-maaf, Kak Lune," ucap Susan terbata-bata.

Tiba-tiba saja tidak berapa lama kemudian Lune memeluk Susan, sehingga Susan sendiri merasa heran dan bingung akan tindakan Lune yang tidak pernah bisa ditebak maupun dipikirkan oleh orang-orang pada umumnya. Susan pun hanya bisa terdiam untuk sesaat di dalam pelukan Lune.

"Kau berikan alasan yang baik kepada rekan kerja Ibu angkatku yang baru saja tiba dan sedang menguping pembicaraan kita, aku sudah tidak ingin menambah beban pikiranku lagi. Kalau kau sampai berbicara yang tidak masuk akal, maupun tiba-tiba menghilang dari tempat penampungan ini ... aku sendiri yang akan memasukkan ragamu ke dalam dingin dan gelapnya ruangan terakhir dalam hidupmu," ucap Lune kemudian melepaskan pelukannya.

"Ba-baik, Ka-Kak Lune," balas Susan terbata-bata.

"Bagus kalau begitu, kalau kau tidak ada waktu dan harus meluangkan waktumu ... nanti malam apabila aku tidak lupa, aku akan berkunjung ke ruanganmu, atau lebih tepatnya ruangan Jack," ucap Lune lalu pergi meninggalkan Susan.

"Ba-baiklah, Ka-Kak Lune," ucap Susan kembali dengan masih terbata-bata.

"Senyum Kak Lune kalau lagi seperti itu ... sungguh sangat menakutkan," gumam Susan.

Jangan lupa untuk rate dan power stonenya agar cerita ini terus berkembang. Terima Kasih.

Redi_Indra_Yudhacreators' thoughts
Chương tiếp theo