Clara dan Gerry sampai di Kafe yang berada tak jauh dari Butik. Mereka memesan dua cangkir kopi.
"Clar!"
"Ya?" Clara melihat Gerry yang tengah menatapnya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Gerry.
"Ya, memangnya aku kenapa?" tanya Clara bingung.
"Maaf, aku tak sengaja saat itu mendengar mu menangis di telepon," ucap Gerry.
Clara mengerutkan dahinya. Dia teringat kejadian di mana dirinya menangis di dalam kamar mandi di kediaman sang mama dan ada panggilan masuk dari Gerry saat itu. Namun, yang dia ingat saat itu dia tak menjawab panggilan telepon dari Gerry.
Clara mengambil ponselnya, dia tak pernah melihat ponselnya jika tak ada hal yang penting. Clara melihat panggilan masuk yang terjawab dari Gerry di list panggilan masuknya. Dia menghela napas.
"Maaf, sepertinya itu tanpa sengaja kujawab," ucap Clara.
"Tak apa. Aku hanya merasa cemas," ucap Gerry.
"Cemas? Untuk apa mencemaskan ku?" ucap Clara terkekeh. Ada-ada saja pikirnya, mengapa juga Gerry harus mencemaskannya?
"Clar!" Gerry menggenggam tangan Clara. Menatap mata indah Clara dengan lekat. Entah mengapa dia tak bosan melihat mata indah Clara.
"Aku menyukaimu," ucap Gerry.
"Ya, akupun menyukaimu. Kamu baik," ucap Clara tersenyum.
Gerry tersenyum dan semakin menggenggam tangan Clara. Membuat Clara sedikit merasa tak nyaman. Rasanya tak ada pria yang menggenggamnya seperti itu selain Reino dan Bram. Seketika Clara melihat pandangan Gerry seakan memendam sesuatu.
"Aku menyukaimu, bukan layaknya seorang teman. Melainkan, aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali aku melihat fotomu ketika Viona untuk pertama kalinya menunjukannya padak," ucap Gerry.
Deg!
Jantung Clara berdegup kencang mendengar ucapan Gerry. Seketika dia teringat hubungannya dengan Bram. Clara melepaskan tangannya dari genggaman tangan Gerry.
"Aku rasa, kita butuh waktu menuju Toko Jewellery-nya. Selama di perjalanan pun kita mungkin akan sampai pukul Sepuluh," ucap Clara mencoba mengalihkan perhatian Gerry.
Namun, Gerry bukan pria yang akan mudah menyerah. Sekali dia memberanikan diri mengungkapkan perasaannya, maka dia takan membiarkan Clara menghindarinya tanpa kepastian.
"Jawab dulu, Clar. Apa kamu hanya menyukaiku sebatas teman? Atau justru sama seperti diriku?" ucap Gerry.
"Maaf, Ger. Aku tak bisa menjawabnya," ucap Clara.
"Kenapa? Apa kamu punya kekasih?" tanya Gerry.
"Tidak. Aku tidak punya kekasih. Hanya saja, aku tak kepikiran untuk menjalin suatu hubungan dengan pria," ucap Clara.
Gerry mengerutkan dahinya.
"Apa kamu pecinta sesama jenis?" tanya Gerry.
Clara membulatkan matanya.
"Maaf, tapi apa kamu tak menyukai pria, dan menyukai wanita?" tanya Gerry.
Clara terkekeh. Lucu sekali pertanyaan Gerry. Yang benar saja, dirinya normal dan tertarik pada pria.
"Apa aku terlihat seperti itu?" tanya Clara.
"Entahlah, aku harap tidak," ucap Gerry.
Clara semakin terkekeh.
"Tentu saja aku wanita normal, aku tertarik pada pria. Hanya saja, aku tak ingin terikat hubungan dengan siapapun. Em ... Belum ingin," ucap Clara tersenyum.
Gerry tersenyum. Dia merasa lega mendengar jawaban Clara. Meski Clara tak membalas perasaannya, tetapi setidaknya Clara menyukai pria dan Gerry berpikir mungkin suatu hari nanti perasaan Clara dapat berubah padanya.
"Jadi, kamu menolakku?" tanya Gerry.
"Maaf, Ger. Untuk saat ini, aku hanya ingin berteman. Tak lebih. Kita tak pernah tahu kedepannya akan seperti apa. Biarkan saja waktu yang menjawab semuanya," ucap Clara.
Gerry tersenyum dan mengangguk. Dia menyesap kopinya dan pandangannya tak lepas dari Clara.
****
Waktu berlalu dan mereka pergi menuju Toko Perhiasan. Di sana, Clara mencoba menanyakan design terbaru dari toko tersebut. Ada beberapa design, dan pandangan Clara tertarik pada sebuah kalung berlian berliontin kan berlian bentuk tears. Liontin bermatakan berlian colorless itu tak terlalu besar, tetapi tak terlalu kecil. Dia mengambil kalung itu dan mencobanya.
Gerry hanya melihat Clara yang tengah mencoba kalung tersebut. Setelah itu, Clara kembali menyimpannya di tempatnya.
Clara mengambil satu set perhiasan bermatakan berlian. Di mana di sana terdapat sebuah kalung, sepasang giwang, sebuah gelang dan sebuab cincin. Itu cocok untuk seusia maminya Gerry, pikirnya.
"Yang ini bagus," ucap Clara menunjukannya pada Gerry.
Gerry mengangguk, dia mengikuti pilihan Clara dan membayar satu set perhiasan itu.
"Ger, aku akan ke toilet dulu. Tunggu aku!" ucap Clara.
Gerry mengangguk. Gerry memberikan debit card-nya dan meminta penjaga toko itu juga mengemas perhiasan yang Clara coba tadi. Dia membelikannya untuk Clara. Dia melihat Clara mencoba kalung itu, yang artinya Clara menyukai kalung tersebut. Karena itu, Gerry membelikannya.
***
Waktu sudah menunjukan jam makan siang, Gerry dan Clara memilih makan siang terlebih dahulu. Kebetulan Toko Perhiasan itu adalah Toko Perhiasan dengan brand ternama. Clara pun biasa membeli perhiasan di sana, dan Toko Perhiasan itu berada di dalam sebuah Mall. Karena itu, mereka tak perlu mencari sebuah restoran untuk makan siang.
Mereka sampai di salah satu restoran dan makan siang bersama.
"Clar, apa kamu mau datang nanti malam?" tanya Gerry.
"Datang kemana?" tanya Gerry.
"Ke makan malam bersama Mamiku. Anggap saja, ini undangan makan malam untukmu sebagai ucapan terima kasihku karena kamu mau menemaniku," ucap Gerry.
Clara terdiam sejenak. Dia berpikir tentang Bram. Dia yakin, Bram takan pulang ke apartemennya.
"Hm ... Apa aku takan mengganggu acara makan malam kalian nantinya?" tanya Clara.
"Tentu tidak. Seperti katamu, kita tak pernah tahu kedepannya akan seperti apa. Siapa tahu kita berjodoh. Hingga kamu tak perlu lagi mengenal Mamiku jika sudah berkenalan lebih awal," ucap Gerry terkekeh.
Clara ikut terkekeh. Ya, manusia memang takan pernah apa yang akan terjadi dalam hidupnya di masa depan.
"Baiklah. Tapi, jemput aku. Aku akan merasa canggung jika datang sendirian," ucap Clara.
"Tentu saja. Mana mungkin aku membiarkanmu datang sendirian," ucap Gerry.
Clara tersenyum. Dia menatap Gerry.
Gerry pria yang tampan, mapan, meski tak semapan Bram. Gerry begitu manis memperlakukan wanita, tak seperti Bram.
'Bram bertolak belakang sekali dengan Gerry. Dia benar-benar menyebalkan' batin Clara.
Selesai makan siang, Gerry mengantar Clara menuju apartemennya. Setelah itu dia pergi dari apartemen itu. Pukul enam sore nanti, dia akan menjemput Clara untuk makan malam bersama sang mami.
Clara memasuki kamarnya, dia pergi menuju ruang wardrobe dan memilih gaun untuk makan malam nanti. Pilihan Clara jatuh pada gaun hitam panjang dengan bagian bahunya terlihat tetapi tak terlalu seksi. Dia masih memikirkan etika di depan orangtua. Itu adalah makan malam formal, di mana makan malam itu diadakan untuk merayakan ulang tahun maminya Gerry. Karena itu, memakai gaun seksi bukanlah hal yang tepat.
*****
Waktu berlalu, masih ada beberapa menit lagi hingga pukul enam sore. Gerry belum sampai di apartemen Clara, dan Clara masih terus saja melihat penampilannya. Dia tak ingin ada yang kurang dari penampilannya. Dia bahkan berkali-kali melihat riasannya. Takutnya ada yang berantakan di wajahnya.
Ting tong ...
Jantung Clara berdegup kencang kala mendengar suara bel apartemen. Dia bergegas memakai heelsnya dan membuka pintu.
Gerry terkekeh melihat Clara yang masih tampak berusahan mengaitkan tali heelsnya.
"Pelan-pelan saja," ucap Gerry.
Clara tersenyum malu. Clara akan menunduk tetapi Gerry bergegas berlutut dan membantu mengaitkan tali heels Clara.
"Sudah selesai," ucap Gerry tersenyum ketika selesai mengaitkan tali heels Clara. Gerry mendongakan kepalanya dan melihat Clara.
Clara pun tersenyum.
"Terimakasih," ucap Clara.
Gerry mengangguk. Dia menyodorkan tangannya menawarkan untuk menggandeng Clara. Clara tersenyum dan mengaitkan tangannya di gandengan Gerry. Mereka melangkah menuju lift. Gerry menekan lantai ground dan setelah menunggu beberapa saat, pintu lift itu terbuka.
Deg!
Clara terdiam, mendadak kakinya melemas melihat sosok yang keluar dari lift tersebut. Orang itu melihatnya sekilas, kemudian pergi menjauh. Gerry sedikit merasa heran melihat orang yang baru saja keluar dari lift tersebut.
"Are you okay?" tanya Gerry membuyarkan lamunan Clara. Gerry semakin heran ketika melihat Clara justru terdiam meski pintu lift sudah terbuka.
Clara mengangguk ragu. Dia pun mengikuti Gerry memasuki lift. Setelah itu mobil mereka pergi menuju tempat acara makan malam.