webnovel

Demo!!

Matahari bersinar terang. Siang datang. Suara teriakkan bergema di depan gedung. Kertas bertulisan begitu jelas terlihat dari kerumunan mahasiswa. Mereka tak merasakan kelelahan. Semangat mereka tinggi. Terik mentari tak berhasil membuat mereka menyerah akan perjuangannya.

Lapisan pengaman terpasang dengan rapi pada gerbang sebuah gedung. Polisi berseragam lengkap berjaga di depan gerbang. Pandangan mereka begitu fokus menatap kerumunan mahasiswa yang tengah berteriak penuh semangat.

"Hidup Mahasiswa!"

"HIDUP MAHASISWA!!"

"Bagaimana? Anggota DPRD sampai sekarang tidak mau keluar untuk memperjelas." kata Dayat.

Ben menatap kawat duri yang tergelar di sepanjang gedung DPRD. Dahinya mengkerut. Berusaha memikirkan langkah selanjutnya.

"Biarkan kami masuk!!" seruan dari mahasiswa. Barisan terdepan melangkah maju, bergandengan tangan, berpasang-pasangan. Mahasiswi berada dibelakang. Mengantisipasi jika ada kejadian yang kurang menyenangkan.

" MANA WAKIL RAKYATNYA? " Teriak salah satu mahasiswa yang sudah terbakar emosi. Berteriak dihadapan para polisi berseragam lengkap.

Almamater berwarna biru tua, kuning cerah, ungu, dan masih banyak lagi begitu jelas terlihat dari kejauhan. Suara teriakkan mereka mencari keadilan membuat polisi merinding dibuatnya. Begitu juga dengan Ghibran. Melihat secara langsung perjuangan Mahasiswa/i dari pagi hingga sekarang.

"Ghib, Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Anang yang berada di samping Ghibran. "Kalau didiami takutnya jadi ricuh!" lanjut Anang. "Aku pernah demo, Ghib. Sudah tahu rasanya gimana...".

Aksi Menuntut Pencabutan Omnibus Law sebagai Undang-undang masih berjalan dengan semestinya. Belum ada keributan yang memicu anarkisme.

Dalam kejadian ini. Saat Demo, saat melakukan aksi penolakkan. Orang-orang selalu memandang jika polisi itu jahat. Mereka tidak tahu perasaan para polisi yang harus menjalankan tugasnya. Polisi juga manusia, sama seperti mereka.

Polisi juga punya tingkat kesabaran yang ada batasnya. Mereka memiliki alasan. Jika demo berjalan tertib, maka tidak ada kekerasan yang terjadi dalam aksi demo.

"Aku akan bertanya pada anggota DPRD" kata Ghibran akhirnya memutuskan.

Anang menatap Ghibran. " kalau mereka tidak mau mendengarkan mu? " tanya Anang.

Ghibran menghela napas. "Mereka harus mendengarkan ku!" jawab Ghibran tegas. Keluar dari barisan menuju gedung DPRD.

Anang sekilas melirik Ghibran yang berjalan dengan gagahnya memasuki gedung DPRD. Senyuman bangga terlukis diwajahnya yang penuh keringat karena kelelahan. "Perjuangan kalian tidak akan sia-sia..." gumam Anang pelan. Menatap lurus kedepan melihat Mahasiswa yang berteriak memanggil anggota DPRD meminta kejelasan mengenai Omnibus Law yang merugikan para buruh.

" MANA WAKIL RAKYATNYA? "

" PAK, KAMI HANYA INGIN MENYAMPAIKAN PENDAPAT KAMI!! "

" PAK, KAMI MEMINTA PENJELASANNYA! "

Mereka masih berteriak. Berusaha menyampaikan pendapat mereka. Berusaha di dengar oleh wakil rakyat.

Drap!

Drap!

Drap!

Suara hentakkan kaki yang terdengar keras mengejutkan mereka semua. Para Mahasiswa/i menoleh kebelakang. Melihat para pasukkan Marinir yang berbaris dengan rapi menerobos kerumunan. Mahasiswa/i menyambut mereka dengan tepuk tangan. Berteriak saat pasukkan Marinir melintas dihadapan mereka dengan gagah.

Mereka mendapatkan dorongan baru. Senyuman bermekaran. Rasa lelah hilang seketika.

"KASIH JALAN BUAT PAK TENTARA! "

Kerumunan terbelah menjadi dua saat mendengar teriakkan dari ketua BEM beralmamater kuning.

Wajah datar polisi berseragam lengkap menatap lurus kedepan. Melihat para Mahasiswa/i menyambut kedatangan pasukkan Marinir.

Mereka berbaris, melindungi para polisi dari Mahasiswa/i yang berkerumun dihadapan mereka saat ini. Salah satu pasukkan marinir mengambil pengeras suara.

Dia menjelaskan maksud kedatangan pasukkan Marinir saat ini. Menjelaskan dengan baik kepada para Mahasiswa/i agar tetap tenang, tidak terprovokasi dengan mudah.

Mereka mendengarkannya dengan baik. Sesekali para Mahasiswa memberikan keluhan mereka karena wakil rakyat sampai sekarang belum juga keluar.

Letnan Kolonel Gunthur Admiral Nathan yang berada di barisan belakang, mengawasi anak buahnya kini mendekati kerumunan polisi.

"Apa kalian sudah berbicara dengan anggota DPRD?" tanya Nathan.

Anang melepaskan kacamata hitam dan alat pelindung kepalanya. "BRIPKA Ghibran tengah berusaha membujuk anggota DPRD untuk keluar bertemu dengan Mahasiswa yang tengah berdemo" jawab Anang tegas.

" Tapi sepertinya tidak akan mudah..." kata Anang lagi. Sudah hampir setengah jam belum ada kabar dari Ghibran yang ada dalam gedung DPRD.

Suara adzan terdengar. Menghentikan kegiatan mereka. Segera bersatu untuk melaksanakan ibadah. Ashar yang menenangkan. Polisi, Tentara, dan Mahasiswa/i melaksanakan ibadah dengan tertib. Para reporter juga ikut melaksanakan ibadah bersama mereka.

Tidak ada perbedaan. Mereka sama.

***

Ghibran menatap mereka semua yang baru saja menyelesaikan ibadah. Berdoa bersama-sama.

" Bukankah anda seharusnya mendengarkan mereka?" kata Ghibran kepada salah satu anggota DPRD yang juga melihat kejadian barusan. " Dengarkan mereka, jangan takut." Ghibran berusaha membujuk para anggota DPRD yang bersembunyi di dalam gedung.

Mereka terdiam. Memikirkan perkataan Ghibran barusan. Berdiskusi secara mendadak untuk mengambil keputusan.

Mendengarkan mereka atau tidak sama sekali. Mereka harus memilih.

"Saya yang akan bertanggung jawab jika terjadi kericuhan." kata Ghibran.

"...karena saya juga ingin meminta kejelasan mengenai Omnibus Law RUU Cipta Kerja"

"...mereka tidak akan melakukan demonstrasi jika DPR tidak mengesahkan UU" Ghibran menghela napas berat saat melihat ekpresi wajah ragu dari anggota DPRD. "...aksi mereka akan terus berlanjut hingga UU Omnibus Law dibatalkan."

Ghibran berusaha menahan emosinya. "Bisakah anda keluar dan memberi penjelasan kepada mereka?" tanya Ghibran. Sekali lagi berusaha membujuk mereka. "Sekali lagi saya mengatakan jika saya akan bertanggung jawab jika terjadi kericuhan."

***

Satria mendekati dua Mahasiswa yang tengah berteduh dibawah pohon sambil mengerjakan beberapa tugas. Ia duduk dihadapan dua mahasiswa tersebut. Menatap tulisan-tulisan yang ada di atas kertas putih bergaris itu.

"Bagus, kalian masih ingat dengan kewajiban kalian sebagai Mahasiswa." kata Satria.

Ben dan Dayat terkejut melihat kehadiran Satria. Mereka berdua baru menyadari kehadiran Satria.

"Astaga, Pak. Kaget kami.!" kata Dayat

Satria hanya menanggapi perkataan Dayat dengan senyuman menawan nya. Menyerahkan dua botol air mineral kepada mereka. "Kalian haus kan?" kata Satria, "Minum dulu." perintah Satria lagi.

"Wiih, Terima kasih Pak!" kata Ben, menerima air mineral tersebut dan meminumnya. Diikuti oleh Dayat.

"Pak tentara."panggil Ben.

Satria menatap Ben yang sepertinya belum menyelesaikan perkataannya. "—Bagaimana rasanya jadi tentara, pak?." pertanyaan yang sering di dengar olehnya.

Satria tersenyum. "Tergantung sih..."

"—menurutku, menjadi seorang tentara itu sulit. Saat awal ikut tes kesehatan, banyak peserta yang gagal."

"Loh, ko bisa?" tanya Dayat.

" karena peserta harus melalui serangkaian tes kesehatan yang cukup ketat. Tesnya ada dua, tes kesehatan bagian luar tubuh dan bagian dalam tubuh. Pemeriksaan kesehatan luar tubuh mencakup tinggi badan, postur, mata, gigi, THT, anus, dan alat reproduksi. Sementara dalam tubuh termasuk rontgen, tes urine, dan tes darah." jawab Satria.

"Begitu..." kata Dayat dan Ben serempak.

Satria mengelus surai rambut Dayat dan Ben. "Lanjut kerjain tugasnya." suruh Satria.

Ben dan Dayat menganggukan kepalanya. Mereka melanjutkan mengerjakan tugas mereka sambil dibantu oleh Satria saat mereka berdua kurang memahami soal.

Intan dan Alvar tengah membagikan makanan gratis kepada Mahasiswa/i. Mereka tertawa kecil saat melihat tingkah Satria seperti seorang kakak bagi dua Mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas.

"Intan, Alvar. Kalian berdua lihat Herman gak?" tanya Aryan.

Intan menggelengkan kepalanya.

"Bukannya Herman tadi sama Gunthur." jawab Alvar.

"Lah, yang benar..." Aryan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu dengan ekpresi wajah kebingungan. "...duh, padahal aku ingin minta bantuan untuk mengangkat beberapa Mahasiswi yang pingsan."

"Biar aku aja, Aryan." kata Intan mengajukan diri untuk membantu. " Kamu bisa sendiri kan, Var?".

"Siap, bisa! " jawab Alvar.

Intan dan Aryan pun pergi menuju barisan belakang. Dimana beberapa Mahasiswi yang tengah pingsan dijaga oleh beberapa Mahasiswa disana. Mobil Ambulans datang saat Intan melaporkan melalui alat komunikasi nya.

Mereka dibantu beberapa Mahasiswa memasukkannya kedalam mobil ambulans untuk mendapatkan penanganan medis.

'Kumpul di depan!' Suara Herman terdengar jelas melalui alat komunikasi mereka. Segera Intan dan Aryan yang sudah selesai menangani tugas mereka menuju ke depan gedung DPRD.

***

Ghibran dan beberapa anggota DPRD kini keluar dari gedung menuju depan gerbang yang sudah dijaga ketat oleh polisi dan juga tentara.

Sorakkan terdengar dari kerumunan Mahasiswa saat mereka keluar dari gedung DPRD.

" Harap tenang! " perintah Ghibran melalui alat pengeras suara.

Mereka semua terdiam mendengar suara tegas seorang Ghibran. Ghibran segera menyerahkan pengeras suara tersebut kepada anggota DPRD. Setelah itu,ia berjalan menjauh dari anggota DPRD menuju kearah Nathan yang berdiri dekat kerumunan Mahasiswa.

"Kerja bagus" puji Nathan kepada Ghibran yang sudah berada di samping nya.

Ghibran hanya menanggapi nya dengan senyuman singkat.

" Selamat sore, semua!"

"SORE!!!"

" Maaf atas keterlambatan kami, karena kami harus mengumpulkan keberanian kami untuk berhadapan dengan kalian semua."

Suara bisikan terdengar dari kerumunan Mahasiswa.

" Saya disini akan menyampaikan kepada kalian, bahwa kami menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja."

Teriakkan kemenangan terdengar begitu keras. Mereka semua saling berpelukan saat mendengar perkataan dari salah satu anggota DPRD.

"...alasan kenapa kami menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. UU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai akan merugikan rakyat Indonesia, terutama buruh/pekerja, mengabaikan HAM."

"TERIMA KASIH, PAK!!"

"TERIMA KASIH!!!"

Segera mereka melakukan tanda tangan penolakkan. Berfoto bersama sebagai tanda bukti.

Menang di daerah bukan berarti di pusat. Perjuangan mereka masih panjang.

***

Tak terasa, malam telah tiba. memberikan ketenangan bagi mereka yang sudah berjuang berpanasan sehatian di sekitar gedung DPRD. Demontran memutuskan untuk pulang setelah urusan mereka di tempat itu telah selesai.

Ben dan Dayat segera menghampiri Satria yang tengah berbincang-bincang dengan rekan-rekan nya. Mereka langsung menepuk bahu Satria begitu kuat hingga membuat Satria meringis kesakitan.

"Kalian berdua ini! " kata Satria sambil bersedekap dada melihat kelakuan Ben dan Dayat. "Bukannya pulang malah masih disini. Sudah malam loh, gak di cari kedua orang tua kalian?" tanya Satria.

Ben dan Dayat cengir saat mendapat omelan maut dari Satria. "Kami akan pulang ko, pak. Tenang aja..." kata Ben.

Satria menghela napas lelah.

" Itu tugas apa kabar? sudah keluar gak nilai nya? "

" Sudah,pak. kami dapat nilai bagus." jawab Dayat.

"Bagus! tingkatkan lagi kemampuan belajar kalian." kata Satria

"Siap, pak!" jawab Dayat dan Ben.

"Kalian tinggal dimana?." tanya Anang yang baru saja selesai membersihkan beberapa sampah bekas minuman.

" Kami berdua tinggal di komplek seribu."

"Tetangga? "

"iya! "

"Owalah, mau ikut kami gak? kami antar sampai kerumah dengan selamat." kata Anang.

"Serius, pak? " tanya mereka.

"Lah, ngapaian saya bohong." kata Anang. "Bener gak, Ghib?."

Ghibran yang merasa terpanggil menatap Anang yang tengah bersama dengan dua Mahasiswa dan juga Satria. "Iya," jawab Ghibran singkat.

"Mantap, pak. Lumayan..."

"Kalau gratis gak bisa nolak, ya?." ejek Satria kepada dua Mahasiswa tersebut.

Ben dan Dayat lagi-lagi hanya bisa memperlihatkan cengiran mereka kepada Satria.

Setelah membantu polisi dan tentara membersihkan halaman gedung DPRD dari sampah bekas minuman dan makanan. Ben dan Dayat pun pulang kerumah diantar oleh Anang dan juga Ghibran.

"HATI-HATI DIJALAN!" teriak Satria sambil melambaikan kedua tangannya kepada Ben dan Dayat yang sudah berada dalam mobil polisi.

Ben dan Dayat membalas lambaian tangan Satria. "TERIMA KASIH PAK, SUDAH MEMBANTU KAMI!!"

"Wajahmu senang banget sih?." kata Intan.

"Melihat mereka berdua, aku jadi teringat kedua adikku." kata Satria.

"Kita juga harus pergi." kata Nathan yang sudah bersiap-siap pergi.

Intan dan Satria menoleh kearah Nathan yang berjalan menjauh. "Heyy, tunggu kami.Thur!" teriak mereka berdua sambil menyusul Nathan.

Chương tiếp theo