Mansion keluarga West, mansion yang lebih mirip disebut sebuah kastil. Berdiri dengan megah di tanah seluas lebih dari 100 hektar. Mansion yang dibangun sejak seratus tahun lalu ini terlihat kokoh dengan batu-batu besar sebagai dindingnya. Di dominasi warna putih dan hitam sebagai cat dinding, di kanan dan kiri pintu gerbang utama terdapat patung serigala yang cukup besar.
Mobil harus berjalan sekitar 10 menit sebelum mencapai bangunan utamanya. Pintu dari kayu oak besar menyambut kedatangan Sadewa. Sudah lama semenjak Sadewa menyerahkan tubuh dominic pada para tetua, dan belum juga menghasilkan penemuan apa pun.
"Bagaimana perkembangannya, Dad?" Sadewa masuk ke dalam sebuah ruang bawah tanah, seorang pelayan wanita menerima jas dari Sadewa.
"Tidak bisa menemukan apapun. Mayatnya membusuk sangat cepat." Gin bergeleng, ia sungguh tak mengerti dengan kasus ini. Semua beta pekerja ahli forensik dan laboratorium tak bisa menemukan penyebab perubahan pada tubuh Dominic.
"Ia berubah setelah menyuntikan serum pada tubuhnya. Aroma serum itu mirip dengan werewolf jadi-jadian yang aku lawan dulu." terang Sadewa.
Gin memutari tubuh Dominic yang telah kaku dan membusuk. Ia mengamati lagi dengan detail, sampai sebuah cincin menyita perhatian Gin. Gin mengambil sapu tangan dan mencabut cincin itu dari jari manis Dominic.
"Lambang pack Siclon, pack yang telah punah bersama menghilangnya True Alpha." Gin mengamati cincin itu dengan seksama.
"Siclon?"
"Ya, 50 tahun yang lalu manusia bertarung sengit dengan bangsa kita. Dipimpin oleh Aliando Sigfield sang True Alpha. Saat itu ada beberapa pack yang mengikuti pertarungan True Alpha. Lima besar pack di benua ini, Siclon, Feuer, Zircon, Voda, Laka. Dan perwakilan dari empat poros dunia, West, North, South, dan East. Semuanya dipimpin oleh kelompok terkuat, pack milik True Alpha, Merkez. "Gin menceritakan sebuah cerita lama, dia kembali ke sekitar tubuh Dominic,
"Jika benar ia adalah salah satu orang dari pack Siclon, bukankah umurnya sudah sangat tua?" Gin mengusap dagunya heran.
"Pantas saja tubuhnya membusuk sangat cepat, Dad. Mungkin serum itu selalu ia suntikkan untuk mempermuda usianya." usul Sadewa, ia mencoba menganalisa dari sejarah panjang yang diceritakan Ayahnya.
"Masuk akal, Sadewa." Gin memanggutkan dagunya.
"Lalu Siapa yang memenangkan pertempuran itu, Dad?" Sadewa mengambil dua buah kursi dan memberikan salah satunya pada Gin. Ia bersiap untuk mendengarkan kisah horoik yang terjadi puluhan tahun lalu.
"Tentu saja kaum kita, Dewa. Tapi butuh pengorbanan yang tak kecil. Saat itu kakekmu yang memimpin pack kita untuk ikut bertempur." kisah Gin.
"Lalu ... bagaimana nasib semua pack itu?"
"Hanya West dan perwakilan dari North yang tersisa. Yang lain sudah hancur karena alpha mereka pun gugur." Gin menghela napasnya panjang. Seperti mengingat kenangan terpahit dalam sejarah kehidupnya.
"Bagaimana dengan True Alpha sendiri?"
"Setelah semuanya berakhir tak ada secuil kabar apa pun dari True Alpha. Entah dia hidup atau mati saat ini, tak ada kabar."
"Bukankah seorang True Alpha akan kembali terpilih kalau yang lama mati?"
"Benar, tapi sampai saat ini pun tak ada yang terpilih. Mungkin dia belum mati." Gin kembali memandang cincin di atas sapu tangannya.
"True Alpha dipilih oleh Moon Goddes dan itu adalah hal yang mutlak." Lanjut Gin lagi, Sadewa mulai mengerti kisah pilu bangsa werewolf di tangan manusia pemburu saat itu.
"Aku harus pergi, Dad. Aku akan menemuimu lagi besok."
"Katanya kau sudah bertemu dengan mate-mu, Dewa?"
"Benar." Senyum Sadewa.
"Kapan kau akan membawanya kemari?" Gin ikut bahagia melihat senyum manis terkembang di wajah anaknya.
"Soon, Dad. Setelah dia bisa menerima semua kenyataan ini."
"Menerima??? Apa maksudmu, Sadewa?" Gin heran.
"Akan aku ceritakan besok, Dad. Bye."
Sadewa keluar dari ruang bawah tanah untuk kembali ke mansion utama. Ia begitu merindukan Liffi saat ini. Gadis itu selalu bisa membuatnya nyaman saat rasa pelik melanda hati dan pikirannya. Sadewa tak sabar untuk menanti pagi dan kembali menemui kekasihnya.
oooooOooooo
Si saat yang sama ... di pinggir kota. Liffi berjalan, jalanan sepi dan gelap karena memang malam mulai larut. Liffi memeluk lengannya, bulu kuduknya sedikit merinding. Gelapnya malam selalu mengingatkannya pada kejadian menyeramkan dulu. Saat Sadewa bertarung mati-matian dengan werewolf lainnya.
"Liffi!" Panggilan Nakula sontak membuat Liffi memegang dadanya kaget.
"Naku!! Berhentilah mengagetkanku!" Liffi memukul pundak Nakula dengan tangannya. Ia sanggat heran, pria ini selalu muncul tiba-tiba dan tanpa suara.
"Kau mau ke mana?" tanya Nakula.
"Mini market."
"O ... aku ikut, ya."
"Apa kau tak punya kerjaan?" Liffi menghentikan langkahnya, ia memandang Nakula dengan heran. Baru saja terpikirkan dalam benaknya, Nakula adalah seorang pengangguran.
"Bagaimana kau tahu? Ha ha ha." tawa Nakula.
"Ck ck ck,"
"Kau mau membeli apa di mini market?"
"Kopi dan juga camilan. Aku lapar." Liffi membuka pintu mini market dan memilih beberapa camilan.
"Aku beliin." Nakula merebut semua belanjaan Liffi dan menaruhnya pada keranjang.
"Tak usah. Aku tak mau menerima uang dari seorang pengangguran." Senyum Liffi simpul, ia kembali menyahut belanjaannya dari tangan Nakula.
"Ck, uangku ada banyak meski aku pengangguran," kata Nakula sombong.
"Ah iya, aku lupa, kaukan artis terkenal." Kikih Liffi.
"Asal kau tahu, Liffi. Aku juga anak dari Gin West, pewaris ke dua WIN Enterprise, tentu saja aku kaya. Aku tak akan kekurangan walau hanya jadi pengangguran seumur hidupku."
TAK...
Liffi menjatuhkan kaleng kopi, kaleng itu menggelinding sampai ke bawah kaki Nakula.
"Apa kau bilang, Naku?"
"Apa?? Aku kaya meski pengangguran?" Kikih Nakula.
"Sebelumnya."
"Aku anak Gin West? Pengusaha paling kaya di kota ini." Nakula memandang Liffi dengan heran.
Liffi tertegun, jadi selama ini dugaannya benar. Nakula dan Sadewa adalah saudara. Meski warna rambut dan mata mereka berbeda, tapi wajah mereka memang terbilang sangat mirip.
"Ini kopimu." Nakula mengembalikan kaleng ke atas tangan Liffi. Masih keheranan dengan perubahan sikap Liffi.
"Hei kau tak apakan?"
"Tidak, aku hanya sedikit pusing." Liffi tersenyum dan mempercepat langkahnya menuju ke konter kasir.
"Ini." Liffi menyerahkan uang pada petugas kasir.
"Hei, Girl ... kau kenapa? Tiba-tiba kau sangat aneh?" Nakula mengejar Liffi yang bergerak cepat keluar dari pintu mini market.
"Sudah malam, Naku. Pulanglah!" Liffi menghindar.
"Kenapa kau menghindariku?" Nakula menarik tangan Liffi.
"Auch ... sakit ...." rintih Liffi.
"Maaf, maaf, aku lupa mengontrol tenagaku. Tenagaku selalu berlimpah saat aku bersamamu." Nakula melepaskan cengkramannya.
"It's Ok. Aku harus pulang. Bye Naku."
Liffi berjalan meninggalkan Nakula yang masih berdiri di belakangnya. Ada rasa khawatir menyelimuti hati Liffi. Kalau benar Nakula juga Mate-nya, betapa ia akan sangat bersalah pada Sadewa.
"Liffi!!!!" Nakula menyahut tubuh Liffi secepat kilat dan meloncat naik.
BLAARRR!!!!
Sebuah serangan yang seharusnya ditunjukan pada Liffi lusut.
Tubuh Liffi bergetar dalam dekapan Nakula. Ada apa lagi ini? Kenapa pertengkaran demi pertengkaran harus terjadi tepat di depannya. Liffi memandang dengan keheranan, jalanan yang dipukul wanita itu remuk.
"Sadewa?" seorang wanita cantik mengacungkankan tongkat baja yang penuh dengan gerigi ke arah Nakula.
"Ini fotonya, mirip sih, tapi warna rambutnya berbeda." Seorang wanita lainnya membuka layar ponsel, membandingkan foto Sadewa saat menjadi cover majalah bisnis dengan wajah Nakula.
"Apa kau Sadewa?" tanya Wanita pertama, sepertinya ia jauh lebih kuat dari pada wanita di sampingnya.
"Bukan, aku Nakula." teriak Nakula kencang.
"Dia bukan Sadewa, Kakak."
"Jadi kita harus bagaimana?"
"Tetap bunuh saja!! Bukankah kak Laila menyuruh kita menghabisi semua pack West."
"Aku bukan pack West." teriak Nakula.
"Kau berbohong!!!" Wanita yang lebih muda mengacungkan jari tengahnya.
"Aku tak berbohong!!" teriak Nakula lagi.
"Pria ini sangat cerewet!!" Wanita itu meloncat naik menyusul Nakula di tangga darurat apartemen.
"Hei!! Dia bagianku, Kak. Aku suka yang banyak bicara." Adiknya ikut melompat.
"Siapa kalian? Kenapa mencari Sadewa?" Nakula menyembunyikan Liffi di belakang tubuhnya.
"Aku Lina, dia Lena, kami kembar, tapi tidak identik. Kami adik Kak Laila, pemimpin Pack Laka."
"Belum pernah dengar. BTW salam kenal, ya," jawab Nakula.
"Tentu saja, anak kecil sepertimu tak akan tahu sejarah panjang pack kami."
"Liffi, masuklah ke dalam apartemen. Pergilah dari sini." Bisik Nakula.
"Lalu kau bagaimana?!" Bisik Liffi.
"Aku akan mengalahkan mereka dan kembali padamu," kata Nakula mantab.
"Sudahi saja basa-basinya, ayo bertarung." Lina berteriak.
"Kenapa kau melindungi seorang Pet?" Lena bertanya dengan heran.
"Dia manusia, tak ada hubungannya dengan kita. Bebaskan saja." Nakula memohon keselamatan Liffi.
"Justru karena dia manusia harusnya kita membunuhnya, kenapa kau malah melindunginya?" Lena tak habis pikir, ia tak sadar kalau Liffi adalah mate Nakula. Bukan hanya sekedar manusia biasa.
"Go, Liffi!" Nakula membuka paksa pintu darurat dan mendorong Liffi masuk.
"Naku!!!" Liffi menggedor-gedor pintu, tak ingin kejadian sama seperti saat bersama Sadewa terulang lagi pada Nakula.
"Ayo bertarung!!" Nakula merenggangkan lehernya.
Kedua shewolf itu meloncat turun, mereka berdiri si tengah jalanan sepit yang diapit oleh dua apartemen lawas. Lingkungan di sana termasuk sepi dan beberapa apartemen mulai tak berpenghuni.
Setelah memastikan Liffi tak memberontak, Nakula ikut melompat turun. Bersiap untuk bertarung.
oooooOooooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana