webnovel

NAKULA VS GILANG

Seorang manusia serigala tidur di dalam kandang baja berlapis perak. Serigala besar berbulu abu arang itu mendengkur pelan saat Yoris datang. Mata serigala itu berkilat, kuning keemasan, menyala dalam gelapnya ruang bawah tanah. Tak seperti eksperimen lain sebelumnya, serigala ini sepertinya jauh lebih tenang, ia juga tak mengamuk atau ketakutan saat Yoris datang menjenguknya.

"Grrr ..." Geraman penuh kewaspadaan terdengar saat Yoris semakin dekat.

"Kau mau keluar?" tanya Yoris. Werewolf palsu itu menghentikan geramannya, ia mulai mendengarkan ucapan Yoris.

"Aphah ya ... ngk ter...jadhih de ... ngan Ggrr... dirikhu?" Manusia serigala itu mencoba berkomunikasi dengan Yoris, membuat pria itu terkesima, ternyata makhluk-makhluk buatan itu sekarang mengerti ucapannya. Walaupun masih merancau, namun mereka berhasil membuat Yoris terkagum. Mungkin benar dugaan Addair, tiap manusia memiiki hasrat. Hasrat yang kuat membuat keinginan hidup mereka juga semakin kuat. Mereka semakin mudah beradaptasi, semakin mudah membangkitkan jiwa iblis dalam sosok diri mereka masing-masing.

"Kau akan menemukan jawabannya di luar sana!" Yoris menyeringai sebelum melepaskan serigala jadi-jadian yang baru saja dibuat oleh Zennith, Luna darii pack Feuer itu.

Pria bertudung hitam mencoba mencari manusia untuk ekserimen barunya. Manusia dengan penuh ambisi dan kekejaman di dalam hatinya. Kini manusia itu berubah menjadi monster, manusia serigala yang lebih sempurna. Punya otak untuk berpikir dan keberanian. Manusia serugala itu berlari menuju ke pusat kota, entah apa yang akan ia lakukan di sana, mengacau? Mengamuk? Atau bahkan membunuh?

Berbeda dengan Addair atapun Zennith yang mengharapkan hasil maksimal, Yoris punya pemikirannya sendiri. Ia akan mengetes kekuatan Gilang. Setelah latihan panjang yang cukup berat nampaknya Gilang telah siap menjalankan tes pertamanya, yaitu membunuh Nakula.

Nakula selalu terbawa insting bertarungnya setiap serigala jadi-jadian muncul. Nakula selalu ada saat mereka hendak mengacaukan kota. Yoris tahu hal itu dari Laila dan kawanannya. Yoris menjadi yakin, bahwa kali ini pun Nakula akan muncul dan menghabisi serigala itu. Ini lah kesempatan Gilang, membunuh Nakula, menyingkirkan salah satu mate dari Liffi.

"Kau sudah siap?" tanya Yoris, ia menepuk punggung Gilang.

"Yeah, Yoris." Gilang mengencangkan sabuk busur dan anak panah yang tersandang pada punggungnya. Busur dari serat baja yang ringan, lentur, namun kuat. Dilengkapi dengan monitor kecil yang bisa mengukur tekanan saat penarikan anak panah, dan perkiraan jarak tembakan. Berbeda dari Yoris yang memilih pisau dan hand gun sebagai senjata utamanya, Gilang justru memilih panah. Menurut Gilang, ia lebih mudah membidik dengan naluri di bandingkan dengan bantuan mesin api itu.

"Sudah melumuri anak panah silvernya dengan wolfsbane?" Yoris mengingatkan, Gilang mengangguk.

"Kau harus menembaknya tepat ditengah kepala atau jantung, Gilang!" Yoris memperingatkan muridnya.

"Kau cerewet sekali." Gilang bergeleng, gurunya terlalu banyak bicara, seperti melepaskan anak kecil untuk mengikuti lomba science di sekolah tetangga.

"Bagaimana pun mereka adalah keponakaanku." Yoris tersenyum.

"Aku akan membunuhnya dengan cepat agar kau tak semakin merasa bersalah." Gilang menutup helm racing hitam, senada dengan warna motor miliknya.

"Jangan meremehkan Nakula, Gilang." Yoris melipat tangannya di depan dada.

"Aku tahu, sudah ya, aku berangkat!" Gilang memutar gas motor sport hitam miliknya. Bunyi mesin menderu keras sebelum melesat cepat keluar dari garasi rumah Yoris menuju ke luar perumahan, mengejar serigala jadi-jadian itu untuk menemukan Nakula.

Motor sport hitam menderu-deru di tengah jalan raya. Jalan raya mulai legang hanya segelintir kecil manusia yang masih aktif berkendara di malam hari. Gilang menyelisip di tengah-tengan dua kendaraan yang berhenti pada lampu merah. Ia melanggar lalu lintas karena haraus mengejar makhluk jadi-jadian yang sudah lebih dahulu melintasi kota. Sesekali Gilang melirik layar monitor kecil pada pergelangan tangan, Yoris telah menanamkan alat pelacak pada werewolf itu, kini tinggal mengikuti kemana pun titik merah itu berkedip.

Ck, makhluk itu cepat juga, pikir Gilang, ia membelokkan laju motornya ke pusat kota, ada mall besar yang hampir tutup.

ooooOoooo

Di sisi lain, Nakula juga mempercepat langkahnya. Makhluk itu ternyata tak muncul di tempat-tempat sepi seperti biasanya. Insting Nakula mengatakan bahwa makhluk itu akan menuju ke pusat kota, padahal ada sebuah pusat perbelanjaan besar yang akan tutup sebentar lagi —ratusan manusia akan keluar dari gedung mall. Bila werewolf itu mengamuk sudah pasti akan muncul banyak korban dari pihak manusia. Belum lagi kalau sampai para manusia itu menyadari keberadaan makhluk supernatural bernama werewolf, lantas merasa takut dan terancam dengan keberadaan mereka. Maka perang sudah pasti kembali terjadi, sama seperti lima puluh tahun yang lalu.

Sepertinya ada yang berbeda dengan pola mereka kali ini? Nakula tidak merasakan adanya rasa takut. Serigala kali ini bukanlah pengecut.

Insting Nakula kembali menyala, hanya sepersekian detik saat sebuah anak panah melesat dengan cepat ke arahnya. Nakula menangkap anak panah itu, hanya goresan kecil mengenai lengan kirinya, luka itu tak segera menutup, malah terasa menyakitkan dan begitu panas.

"Wolfsbane?" Ia benar-benar tak mengira ada orang yang mengincar nyawanya di saat genting seperti ini. Lengan kiri Nakula terluka.

Gilang menatap nanar Nakula di balik helm racingnya, tangan kirinya masih memegang busur, tangan kanannya hendak mengambil sebuah anak panah. Mereka berdua berjarak dua blok. Nakula terdiam, apa yang harus ia lakukan? Menghadapi manusia lemah ini terlebih dahulu dan membiarkan serigala jadi-jadian mengamuk di pusat kota, atau memburu serigala itu namun dengan gangguan manusi hina ini?

"Sialan!!" umpat Nakula.

Belum sempat Nakula memutuskan sebuah anak panah kembali melesat, hampir saja menancap di jantung Nakula, beruntung insting bertarung Nakula lebih cepat dibandingkan anak panah itu.

"Cih!!" Gilang melesat pergi dengan motornya, dua kali menyerang Nakula dan belum berhasil membunuhnya. Nakula lebih cepat dibandingkan perkiraannya. Kini Gilang harus pergi terlebih dahulu, ia akan menunggu saat-saat Nakula lengah waktu melawan Elroy, serigala hasil laboratorium itu.

Nakula melihat anak panah di tangannya, sebuah anak panah silver dengan ukiran huruf G pada mata panah, aroma samar racur wolfsbane membuat Nakula berjengit.

"Shit!! Aku tak ada waktu." Nakula berlari, masih dengan anak panah pada tangannya.

ooooOoooo

Hallo Bellecious 💋💋💋

Jangan lupa vote Belle dengan power stone kalian ya

😘😘😘😘

Chương tiếp theo