Jane menyeringai, ia akan menyingkirkan Liffi bagaimana pun caranya. Liffi tak berhak menjadi mate Black, gadis kurus, lemah, dan mungil itu terlihat menyedihkan. Seperti serangga.
Liffi meloncat sambil bernyanyi, napasnya tersenggal karena lelah. Beberapa kali Liffi harus berhenti untuk mengatur napasnya, memulihkan diri. Jane melihatnya, werewolf tak akan mungkin punya stamina selemah itu.
No way, dia manusia, pikir Jane dalam hati. Tak mungkin Black bersungguh-sungguh dengan pet-nya, manusia lemah itu, dia tak layak mendampingi Black.
Jane bergegas mengalihkan pandangan pada para penonton yang lain, tak ingin mengacaukan konser mereka. Wanita itu bernyanyi dengan kuat di samping RED, sesekali merangkul punggung rekannya.
"Came On!! Sing with me!! Bersoraklah seakan tak ada hari esok!!" Jane mengajak para penonton untuk bernyanyi lebih kuat.
Lampu sorot menyala merah, lalu menyorot di sekitar RED, membuat pria itu semakin gencar menunjukkan kebolehannya.
"Red!!!" teriak Jane.
Lampu sorot menyala hijau, mengujam ke arah Grey di belakang sana. Drum semakin riuh, Grey menghentak-hentakkan stick drumnya menunjukkan ketrampilannya mengolah simbal.
"Grey!!!" seru Jane.
Yang terakhir, lampu menyorot putih ke arah Black, berpendar-pendar, menari di sekeliling Black. Black langsung menggerakkan tangannya lincah pada senar gitar elektric menunjukkan kemampuannya.
"The last, BLACK!!!" Jane berteriak, lalu merangkul pundak Black.
Wanita itu menyanyi dengan penuh semangat, sekali-kali Black ikut menyanyi sebagai pengisi backsound. Mereka berempat tampak kompak. Tak seperti saat latihan terakhir. Black sesekali menginjak alat mixer untuk mengatur bunyi gitarnya.
"Wah, hebatnya." Liffi terkesima dengan performa Blink, terutama kebolehan Jane dalam menyanyi, ia seakan-akan tak pernah punya rasa lelah.
"Our last song! Bersoraklah seakan tak ada hari esok!! We love you!!!" Jane mengarahkan mic ke arah penonton.
"WE LOVE YOU TOO BLINK!!!" teriakan membahana pada stadion, menggetarkan langit. Membuat bulu kuduk merinding. Liffi juga berteriak histeris. Perasaannya meluap-luap.
Jane meminum botol air mineral dan melemparkan sisanya pada penonton. Semuanya berebut botol itu.
"JUMP!! JUMP!! Everybody Jump!!" Jane melompat-lompat, para penonton ikut melompat. Semburan asap kencang langsung terlihat begitu Jane mengambil suara, memulai nyanyiannya, lagu terakhir pada konser mereka kali ini. Para penontom berteriak terkesima dengan penampilannya.
Belum lenyap rasa kagum dalam benak mereka dengan tontonan spektakuler ini, kembang api tiba-tiba menyala dari langit-langit panggung. Menimbulkan percikkan api mirip air terjun. Lagi-lagi mereka berteriak kegirangan. Pemandangan yang luar biasa, Liffi sampai tak bisa berkedip saat melihat keindahan itu.
"Amazing!!" jeritnya girang.
Konser diakhiri dengan semprotan air. Mereka berempat membentuk satu garis dan membungkuk ke arah penonton lalu mengangkat gandengan tangan tinggi-tinggi. Menandakan rasa terima kasih atas antusiasme penggemar dan konser mereka yang sukses.
Black, Red, dan Grey melepaskan jas fashion mereka lalu melemparkannya ke arah penonton. Ketiganya bertelanjang dada, memamerkan otot tubuh mereka yang terpatri indah. Para kru panggung langsung memberikan handuk lebar. Black punya banyak bekas luka dipunggungnya, hal ini tak boleh terekspose ke luar.
Semua penonton sibuk memperebutkan Jas milik ke tiganya. Mereka berharap bisa meminta tanda tangan, dan bertemu langsung dengan sang artis idola. Tentu saja Black sengaja melemparkan jasnya ke tangan Liffi. Gadis itu menerimanya dengan penuh suka cita.
Jane mengerutkan dahi, ia benar-benar tak habis pikir dengan tingkah laku Black. Menjadikan manusia mate? Yang benar saja? Apa Black terlalu depresi karena tak kunjung menemukan matenya jadi menganggap sang peliharaan itu mate?
"Kau beruntung sekali, Liffi." Jayden menepuk pundak Liffi.
"Yeah!! Ini luar biasa." Liffi terkikih, sudah melupakan rasa sebalnya pada pria itu.
"OK!! See you again, Liffi." Pamit Jayden.
"Bye, Jay."
ooooOoooo
Bagaikan memperoleh jacpot, ketiga penerima jas dari Blink berhak mendapatkan sesi foto bersama dan tanda tangan. Mereka bisa mengenal lebih dekat dengan artis idola mereka.
Kru lapangan menggiring ketiganya masuk ke area back stage. Tempat para kru dan artis mempersiapkan segala sesuatunya sebelum manggung. Banyak manusia berlalu lalang, walaupun konser sudah berakhir dengan sukses namun pekerjaan mereka masih banyak.
Kru berseragam hitam mengetuk pintu dengan tulisan RUANG TUNGGU ARTIS. Ketiga fans —termasuk Liffi— bergidik karena rasa bahagia. Liffi sudah sering bertemu Black sebagai pacar dari Nakula. Tapi kalau sebagai fans Black baru kali ini, dan Liffi ikut merasakan euphorianya.
"Silahkan masuk, Nona-Nona." Petugas membuka pintu.
Pemandangan menyilaukan langsung menyambut mereka. Star truck akibat pesona dari keempatnya begitu bersinar. Keempatnya duduk santai pada kursi make up, beberapa kru terlihat sibuk dengan rambut Jane. Mereka membersihkan dan menyisirnya kembali. Delapan orang bodyguard dengan badan kekar berdiri pada tiap sudut ruangan, mereka mengantisipasi adanya kelakuan nekat dari para fans. Padahal mereka sebenarnya sia-sia mengingat para artis yang mereka jaga adalah para wolf.
"Ha-hai!!" sapa para fans, Liffi hanya terpaku pada Black, saling pandang dan bertukar senyuman. Black membuka lengangannya lebar-lebar, menyuruh Liffi masuk ke dalam pelukkannya.
"Serius?" tanya Liffi, Black mengangguk.
Tanpa ragu Liffi menghambur cepat dalam pelukkan Black. Memeluknya sangat erat, bau vanila yang manis. Liffi merindukannya.
"Kau hebat Black!!" puji Liffi.
"Terima kasih sudah melihatku tampil, Liffi." Black mempererat pelukkannya. Semua mata memandang ke arah mereka, Jane berdecis sebal, ia menggigit bibirnya menahan emosi.
Suasana kembali normal saat Liffi melepaskan pelukkannya. Semua yang mendapatkan Jas berhak berfoto, mengobrol, dan juga saling mengenal. Mereka punya waktu tiga puluh menit. Tiga puluh menit yang berharga. Liffi terus berada di dekat Black, ia tak berpindah sejak pertama kali datang. Black juga hanya meladeni sesi ramah taman itu ala kadarnya, lebih memilih bercanda dengan Liffi. Membuat Jane semakin terbakar rasa cemburu.
Tiga puluh menit berlalu dengan cepat. Setelah berpamitan mereka keluar dari ruang tunggu artis hanya Liffi yang tinggal karena Black melarangnya pergi. Kedua fans itu sempat mencibir karena iri betapa beruntungnya Liffi. Yah, tapi mereka sudah cukup puas dengan foto dan juga jas penuh tanda tangan ke empat personil Blink.
"Mereka ber tiga sahabatku, Liffi. Sama-sama lonly wolf sepertiku." Black memperkenalakan Liffi pada ketiga temannya.
"Yang berambut merah itu, Red." Tunjuk Black.
"Hai!" seru Red.
"Yang rambutnya abu-abu tua itu, Grey."
"Hai," sapa Grey.
"Yang terakhir, satu-satunya wanita namanya Jane." Tunjuk Black, Jane diam saja, ia tak menyapa Liffi.
"Hai, Jane. Aku fans beratmu." Liffi memberanikan diri menyapa Jane terlebih dahulu. Gadis itu begitu mengagumi penampilan Jane yang selalu penuh dengan power dan semangat. Sangat-sangat keren.
"Kalian semua keluarlah!!" Jane mengusir para staff dan kru. Semua orang keluar dari dalam ruang tunggu artis. Tinggal mereka berlima.
"Katakan Black apa benar gadis ini matemu?" tanya Jane. Red dan Grey juga tampak ingin tahu. Mereka juga heran karena aura Liffi terlalu lemah sebagai bangsa werewolf.
"Ya, dia mateku."
"Tapi dia manusia!! Tak ada manusia yang bisa menjadi mate! Mereka hanya bisa menjadi Pet!!!"
"Apa itu 'Pet'?" Liffi menatap Black. Black menatap Liffi, tenggorokkannya tercekat.
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana