Tidak terasa satu jam berlalu dan pada akhirnya mereka sampai dirumah.
"Nah, kita sudah sampai. Ayo kita turun." Papanya Mike turun terlebih dahulu dan mengambil koper milik Justi di susuk Asley, Justin dan mamanya keluar dari mobil.
"Om, Justin saja yang bawa. Justin udah gapapa kok om." Justin hendak mengambil kopernya.
"Eits, sudah masuk sana sama mama dan adikmu, ini kopernya om saja." Papanya Mike membalikkan badan Justin dan mendorongnya pelan supaya ia berjalan.
"Sudah ayo, om kamu sudah baik begitu, sebaiknya kita masuk." Mama Justin mengusap kepala anaknya.
"Ayo kak kita masuk." Asley menarik-narik tangan Justin.
"Iya, iya kita masuk." Justin tersenyum dan berjalan masuk kedalam rumah, saat ia memutar grendel pintu dan mendorongnya.
"SELAMAT DATANG KEMBALI JUSTIN." Terdengar suara Vera, Mike beserta mamanya Mike menyambut Justin dengan membuat selametan kecil-kecilan, saat Justin membuka pintu ia juga dikejutkan dengan suara letupan kecil dari kembang api kertas.
Justin dan keluarganya terkejut dengan kejutan yang diberikan oleh Vera, Mike dan mamanya Mike.
"Astaga, ya ampun Justin temanmu, mamanya Mike dan calon menantu mama buat kejutan begini. Terimakasih ya semua." Mamanya Justin menundukkan badannya mengucap terimakasih.
"Apa ? Vera dan Justin pacaran ?" Mamanya Mike terkejut.
"Beneran ?" Dari belakang muncul papanya Mike sambil bertanya heran.
Yang ditanya malah tidak menjawab dan hanya tersenyum malu, Mamanya Mike menyenggol lengan anaknya.
"Iya loh mah, pa, mereka berdua udah jadian dirumah sakit. Uwu sekali." Mike tertawa sambil membuat tanda cinta dengan jarinya.
"Ooww...kalian sangat manis sekali." Mama Mike tersenyum.
"Wah, selamat ya nak. Ingat loh jangan macem-macem. Pacaran boleh tapi untuk saat ini hanya sebatas saling menyemangati, belajar untuk saling setia, menjaga satu sama lainnya." Senyum papanya Mike.
"Iya om, tante. Janji, gak bakal macem-macem dan saya akan menjaga Vera dengan semampu saya." Justin tersenyum. Perkataan Justin membuat dirinya menerima teriakan cie dari semuanya.
Mereka masuk dan merayakan dengan sederhana kepulangan Justin dari rumah sakit. Mereka mengadakan makan bersama sambil mengobrol ringan. Setelah selesai makan dan membereskan piring-piring, Justin, Mike, Vera pergi ke duduk di teras rumah, sedangkan orangtua mereka masih bercerita didalam.
"Kak, aku mau nanya. Masalah kemarin, boleh ?" Vera menatap Justin.
"Ah iya, aku juga penasaran. Kenapa kau bisa kecelakaan begitu dan ditempat yang lumayan jauh." Mike mengkerutkan keninnya menatap Justin.
"Ehm, gimana ya jelasinnya. Aku di culik iblis." Justin menundukkan kepalanya.
"Pftt, apa ? Hei, apa kepalamu terbentur keras ? Besok kita rumah sakit aja." Mike geleng-geleng sambil tertawa.
"Kak, kalau masih sakit istirahat saja, kakak mungkin berhalusinasi." Vera memegang kening Justin dan mengelus pipinya.
"Hah, kalian tidak mengerti, bahkan tidak percayakan ? Kalian pasti mengira kalau aku ini gila." Justin berdiri dan berjalan ke pagar pembatas lalu menatap langit.
"Bukan begitu, lagian iblis setahuku tidak bisa menculik, tapi mempengaruhi iya." Mike masih menahan tawanya.
Vera berjalan mendekati Justin dan menggenggam tangannya, lalu berkata, "Kak, biarkan saja kak Mike kalau tidak percaya, sebaiknya kakak istirahat saja ya, kan baru pulang dari rumah sakit jadi tidak baik kalau kecapekan." Vera tersenyum, ia mengelus pipi Justin. Kini wajah mereka saling menatap dan saling tersenyum.
"Saat bersama kekasih tercinta, dunia bagaikan milik berdua dan yang lainnya menumpang. Halo, dengan siapa disana ? Disini masih ada orang oi, kalau mesra-mesraan tunggu pas kalian berdua." Nada suara Mike pada awalnya seperti membaca puisi dan selanjutnya ia berbicara dengan heboh.
"Hahaha, maaf, maaf gak sadar ada kamu." Justin tertawa melihat mike yang diam mematung, lalu ia melihat Vera yang masih memegang pipinya masih tersenyum tetapi tidak bergerak sedikitpun.
"Vera ? Hei ?" Justin menggoyangkan badan Vera tetapi tidak ada jawaban, Vera tidak bergerak seperti patung. Lalu Justin menghampiri Mike, "Hei, jawab aku! Ini gak lucu!" Justin mengguncang-guncangkan badan Mike dan sama saja tidak ada respon.
Setelah Vera dan Mike tidak menjawab, Justin langsung berlalu masuk kedalam rumahnya, "Ma, Om, Tante, Mike dan Vera mereka..." Perkataan ia terhenti saat melihat Mamanya, Asley dan kedua orangtua Mike juga ikut mematung. Ia juga melihat jam dinding ikut berhenti.
"Astaga, ada apa ini. Aku baru sembuh sudah ada masalah baru. Kalian ada masalah apa sama aku hah!" Justin berteriak kencang, nafasnya memburu, raut wajahnya terlihat sangat kesal. Punggung tangannya seketika mengeluarkan cahaya biru saat ia melihatnya terdapat tanda panah yang menunjuk ke arah utara.
"Apa ini, kok tiba-tiba tanganku punya kompas. Dan arahnya ke utara lagi." Justin menggaruk kepalanya.
"Justin, ikuti saja arah yang ditunjukkan oleh simbol di tangan kamu." Justin mendengar suara, ia melayangkan padangannya kekanan kekiri tapi tidak mendapati seorangpun.
"Siapa kau ? Tunjukkan wujudmu!" Justin menguatkan dirinya agar tidak takut.
"Tenang, aku diperintahkan malaikat agung. Saat ini kamu tidak dapat dibantu karena kondisi di markas para malaikat sedang kacau. Ingat, saat kau percaya, akan ada kekuatan yang diberikan. Tuhan memberkatimu."
Suara tersebut kembali hilang, Justin tidak mengerti apa yang dimaksudnya tetapi satu yang ia ketahui, saat ini kalau dirinya dalam masalah, tidak ada bantuan dari teman-teman malaikatnya. Tanpa menunggu lama, Justin langsung mengikuti arah panah yang ada di tangannya, Justin berjalan sambil mengendap-endap jaraknya sangatlah jauh. Sekitar dua jam ia berjalan mengikuti arah dari punggung tangan Justin.
Selama diperjalanan, tanda di punggung tangan Justin kembali bersinar dan berubah arah ke kiri, setelah Justin melihat ke arah kiri, ia mendapati sebuah tower yang berdiri di atas sebuah gedung.
"Kenapa arahnya ke arah tower ya ? Apa dari sana asalnya kejadian ini ya ?" Justin berjalan dengan mengendap-endap masuk ke dalam gedung tersebut.
"Astaga, semua menjadi patung." Justin terkejut melihat semua orang dalam gedung tersebut ikut menjadi patung. Selama ia berjala, Justin mengedarkan pandangannya, di lihatnya CCTV di lorong dan ruangan semua rusak seperti habis dipukul. Ia langsung berlari menuju ke lantai atas gedung. Saat sudah sampai di pintu besi menuju atap gedung, Justin membuka pintu sedikit dan mengintip. Ia melihat sesosok anak kecil berdiri diatas gedung membelakangi dirinya dan Justin membuka pintu tersebut.
"Hei, adik kecil, kamu tidak apa-apa ?" Justin berjalan perlahan menuju anak kecil tersebut.
"Tidak apa-apa kakak malaikat, hihihi." Anak tersebut melihat kebelakang sambil tersenyum, matanya berwarna biru terang dan memiliki tanduk di dahinya.
"Si-siapa kau ?! Kau iblis." Justin tersentak, ia berjalan mundur perlahan.
"Kakak kenapa ? Kakak tidak mau menolong adik kecil ini ?" Kini iblis kecil tersebut telah membalikkan tubuhnya dan mengarahkan tangannya ke arah Justin dan melanjutkan perkataannya, "Booo hahahaha." Ia mengeluarkan suara khas anak kecil yang hendak mengejutkan orang lain lalu tertawa setelah dari jarinya keluar suatu tembakan dan mendarat di dekat Justin. Justin refleks menghindar dan tersungkur karena menghindari ledakan tersebut.
"Akh, dasar. Sebenarnya apa tujuan kalian ?" Justin meringis sambil mengusap lengannya.
"Tujuan ayah kami harus tercapai, meguasi alam malaikat, alam manusia, alam nereka dan Surga xixixi." Ia tertawa dan melempar sebuah tongkat besi ke arah Justin dan berkata, "Ambil, jika kau dapat mengalahkanku, aku akan melepaskanmu, jika kau kalah, kau menjadi budakku." Ia menyeringai dengan seram.