"Der...aku mau ngomong sebentar sama kamu boleh?" Ucap Friska yang ada di pintu ruangan Deren.
Deren hanya menatap nya tanpa ekspresi.
Deren lalu mengangguk samar.
Friska tersenyum kecil-senang.
"Der, maaf in kata-kata ku yang waktu di rumah sakit itu ya...aku ga bermaksud ngerusak hubungan kalian...serius deh...aku cuma ma-" ucapan Friska terpotong.
"Kamu cuma mau bahas itu?" Tanya Deren dengan salah satu alis terangkat.
"Aku cuma gak mau kehilangan kamu-"
"Tapi aku gak mau bahas itu Friska"
"Tapi, Frans-"
"Jangan panggil aku Frans! Nama aku Deren bukan Frans!" bentak Deren pada Friska.
Friska terdiam kaget, dia di bentak?
"Mending kamu pergi aja daripada bikin aku emosi" Ucap Deren yang lalu menutup laptop nya dan mau meninggalkan Friska.
"Tapi Der-" Friska menarik lengan Deren.
Deren menengok.
"Aku jauh-jauh ke sini mau minta maaf"
"Aku gak peduli" Deren pergi meninggalkan Friska sendirian di ruangannya.
Friska menghela nafas.
***
Alvano muncul dari balik pohon, membawa buket bunga mawar putih.
Karina terdiam memandangnya.
"Buat kamu" Alvano menyentuhkan salah satu lututnya ke tanah, dan mengulurkan bunga itu ke Karina.
"Kamu mau?" tanya Alvano.
"Ma-mau apa?" Karina jadi gugup.
Otak nya tak bisa berpikir.
"Emang kalo aku bilang, kamu mau jadi pacarku, terus kamu bakal terima?" tanya Alvano dengan pandangan teduh ke Karina.
Karina menelan ludah.
"En-enggak tau" suara Karina kecil.
Alvano tersenyum kecil.
"Yaudah. Kamu mau gak bunga ini?" Alvano masih dengan posisi awal nya.
Karina mengangguk samar dan menerima bunga nya.
***
"Ta, hobi lo apa sih?" tanya Nathan yang sedang duduk di tanah sedangkan Callista di ayunan.
"Emm...dengerin musik sama melukis sih lebih tepatnya" Callista lalu menatap ke Nathan.
"Kalo makanan kesukaan lo?" tanya Nathan lagi, masih dengan tatapan bahagia, seakan mendapatkan kebahagiaannya saat bersama Callista.
"Gak tau...gua juga bingung, banyak sih kalo makanan kesukaan" Callista tersenyum kikuk.
Nathan terkekeh melihat senyumnya.
Imut-itulah kata yang tepat saat melihat senyum Callista.
"Lo cantik, Ta" Ujar Nathan.
Callista langsung terdiam mendengarnya.
"Ya iya lah, mamah gua kan juga cantik" Callista terkekeh.
Mencoba berpikir positif.
"Gua sayang sama lo" Ucapan itu langsung terlontar dari mulut Nathan.
***
"Ta, lo masih inget Tiffani cewek yang dulu satu kelas sama kita pas SMA gak?" tanya Karina sambil memasang masker muka di wajahnya.
"Iya, kenapa?" tanya Callista masih dengan mata menuju ke laptop nya.
"Gua tadi ketemu dia loh" Ujar Karina.
"Terus?"
"Dia lagi daftar kerja di kantor kita" mata Karina berbinar-binar seakan mendapat apa yang di inginkan nya.
"Terus kenapa?" Callista masih tetap fokus ke laptop.
"Dulu kan dia suka ganggu kita, nah kan asik gak sih, ngerjain dia?" Karina menarik salah satu sudut bibirnya.
"Kurang kerjaan banget. Lo aja sana" Callista menatap ke Karina sekilas lalu menatap ke laptop nya lagi.
***
"Hai, Than. Apa kabar?"
"Ohh, Friska. Kabar gua baik, gimana kabar lo? Udah gak sakit lagi kan?" tanya Nathan pada Friska.
Mereka kini sedang di sebuah restoran.
Tek sengaja bertemu, atau entah salah satunya sudah merencanakannya.
"Iya, gua udah gak papa kok" Friska tersenyum.
"Boleh duduk di sini?" Tanya Friska dengan sopan.
"Ohh, boleh silahkan" Nathan tersenyum ramah.
"Gimana lo sama Callista" Tanya Friska dengan suara pelan.
"Uhukk, uhukk" Sontak Nathan tersedak makanan nya.
"Ehh, minum dulu" Friska mengulurkan minuman ke Nathan.
Lalu Nathan meminumnya.
Nathan mengatur nafasnya.
"Kayanya lo salah orang deh. Harusnya Deren yang lo tanyain" Nathan menatap ke Friska.
"Tapi lo kan juga suka sama Callista, kenapa gak lo rebut aja?"
Kening Nathan mengerut mendengarnya.
"Maksud lo? Lo tau darimana?" Nathan mulai was-was.
"Yaiya lah, Than, gua tahu. Dari mata dan sikap lo aja keliatan" Friska terkekeh.
Nathan hanya memandangnya curiga.
"Terus?" Nathan menyipitkan mata.
"Ya...kita sama kan...gua suka Deren, lo suka Callista...kenapa kita gak melakukan mutualisme aja? Hubungan timbal balik gitu. Gua bantu lo deketin Callista, lo bantu gua deketin Deren...gimana?" Ucap Friska dengan senyum licik.
Nathan menarik salah satu sudut bibirnya.
"Gak perlu bantuan lo, gua bisa sendiri. Lagian cewek licik kaya lo butuh bantuan gua? Gak mungkin" Nathan tersenyum.
"Lo kenapa sih, Than?!" suara Friska meninggi.
"Gua gak kenapa-kenapa, gua sehat. Lo liat sendiri kan?" Nathan masih tersenyum.
"Fisik lo aja yang sehat, otak lo yang gak sehat, lo bisa dapet in Callista dengan mudah kalo lo mau kita kerja sama" Ucap Friska penuh penekanan.
"Gua sayang sama Callista. Makanya gua gak mau kerja sama sama lo"
"Justru karena lo sayang, lo kerja sama dong sama gua. Biar lo bisa memiliki"
"Sayang sama obsesi tuh bada, Fris. Beda tipis sih sebenernya. Tapi jelas beda. Sayang itu ketika kita lebih memilih merelakan dia sama yang lain supaya dia bahagia daripada memaksa bersama kita tapi dia terkekang. Kalo obsesi, lo gak akan Mandang apapun, lo bakal maksain dia untuk jadi milik lo, untuk bikin dia bales perasaan lo, itu obsesi, obsesi itu rasa ingin memiliki yang besar. Dan itu lo. Lo bukan atas dasar cinta, Fris. Lo atas dasar obsesi"
"Gausah ngajarin gua deh, Than. Gua yang udah lama berjuang buat Deren, dan ending nya? Gua tetep yang terbuang? Gua gak terima!" Suara Friska meninggi menjadi sorotan orang-orang di restoran itu.
Nathan agak mencondongkan badannya maju ke Friska.
"Udah ya, Fris. Gua tekanin sekali lagi. Sayang sama obsesi itu beda" Nathan tersenyum sekilas dan pergi meninggalkan Friska.
Tangan Friska mengepal, emosi nya meningkat.
"Apapun itu, gua bakal dapetin kalo gau mau, dengan cara apapun" Friska berdiri meninggalkan restoran itu.