webnovel

7

Clara berdiri sambil bersandar di dinding, ia memperhatikan interior istana sambil menunggu Alveno keluar dari kamarnya. Selang beberapa lama akhirnya suara pintu yang dibuka terdengar. Seorang laki-laki yang tadinya seperti singa kini sudah kembali dengan penampilan khas pangerannya yang dipuja puja wanita lain.

"Wah... siapa ini? terlihat berbeda" goda clara

"Diam!" Jawab Alveno ketus

"Apa keinginanmu sampai datang kesini?"

"Aku mau berlatih pedang tapi sayangnya Rezvan tidak bisa melatih lawan putri kerajaan nya sendiri. Jadi aku harus berlatih denganmu"

"Kemudian kau akan menendang ku lagi?"

"Tidak jika kau tidak mempermainkan ku juga"

Merekapun sepakat dan berjalan menuju tempat berlatih bersama, disana sudah ada Ozey yang berlatih sendiri.

"Dimana Rezvan dan putri Brienna?" Tanya Clara

"Kenapa kau mencarinya?" heran Alveno

Clara hanya diam tidak ingin mengatakan rencananya yang sebenarnya. Ia ingin berlatih dengan Rezvan bukan Alveno. Ozey segera mengambilkan dua buah pedang setelah Alveno mengatakan mereka akan berlatih pedang. Padahal mata Clara masih mengelilingi sekitarnya mencari Rezvan

"Pedang mu" ucap Alveno sambil memberikan pedang kepada Clara

Mereka berdua sudah berdiri dilapangan dengan posisi berhadap hadapan.

"Kakimu" ucap Alveno

Clara menghadap bawah melihat kakinya dan merasa tidak ada yang salah disana

"Buka"

"Hah?"

Alveno berjalan kearah Clara dan berdiri di belakangnya. Kedua tangannya ia letakkan di bahu clara yang membuat gadis itu terkejut.

"Jangan tegangkan bahumu, dan kakimu harus terbuka seperi posisi kuda-kuda, santaikan saja jangan rapat seperti ini" ucap Alveno sambil memukul kaki clara dengan kakinya.

Bahu Clara juga ditepuk sampai relax. Alveno kembali berdiri dihadapan Clara dan siaga dengan pedangnya, ia mengajarkan Clara cara mengayunkan pedang dengan benar, menahan pedang lawan, gerakan menusuk dan menyayat.

Selang beberapa saat mereka berlatih Clara sudah terbiasa dan mereka terlihat seperti bertarung sungguhan sekarang. Suara dentingan besi yang bertemu terdengar berkali kali.

"Eits gak kena....." ejek Clara pada alveno

Mereka berlatih sambil bermain, Ozey yang melihat mereka sudah senyum - senyum sendiri melihat Alveno dan Clara yang malah terlihat seperti anak kecil bermain pedang dihadapannya.

"Rezvan?" Ucap Alveno tiba-tiba sambil melihat kebelakang Clara.

Otomatis Clara melihat kebelakangnya mengikuti arah pandang Alveno yang menyebut nama Rezvan. Saat ia lengah Alveno dengan keras menyerang pedang Clara hingga terlepas dari tangannya karena terkejut.

"Kau curang!" Omel clayra

"Jadi kau suka Rezvan?" Goda alveno yang sudah memegang dua pedang di tangannya

"Siapa bilang?"

"Kelihatan sekali"

"Setidaknya dia lebih tampan darimu, wek" ejek clara sambil menjulurkan lidahnya

Alveno tertegun melihat ekpresi clara saat mengejeknya tadi. Belum lagi Rezvan yang dikatakan lebih tampan daripada dirinya membuatnya sedikit tidak terima. Bahkan ia melihat Ozey seolah bertanya apa ia setuju dengan perkataan Clara.

"Aku lelah dengan pedang, bagaimana nilai ku hari ini? Apa sudah lumayan?"

"Buruk, orang yang tidak pernah memegang pedang saja akan menang melawanmu" ketus Alveno

"Apa? Aku merasa sudah siap tempur besok"

Ucapan Clara membuat alveno menahan tawanya. Sebenarnya clara sangat cepat dalam belajar dan kemampuan pedangnya saja sudah lumayan dalam sekali latihan

"Yasudah, kau datang saja besok siang, aku akan mengajari mu" ucap Alveno

"Okey, aku mau belajar panah"

Tanpa berpamitan Clara berjalan ke tanah lapang sebelahnya yang menjadi tempat panahan. Sesampainya disana ia melihat putri Brienna dan Rezvan datang secara bersamaan.

"Kau datang lagi?" Sapa Brienna

"Iya, aku ingin latihan disini"

Brienna melirik Alveno yang melihat pembicaraan mereka dari jauh. Ia memang mencari Alveno sejak tadi.

"Aku akan latihan dengan alveno"

"Sayangnya aku yang lebih dahulu mengajaknya latihan" pancing Clara

Brienna membulatkan matanya tak percaya denga perkataan Clara, ia merasa di jatuhkan sekarang.

"Kalau kau mau berlatih dengan pangeran Alveno maka kau harus mengizinkan Rezvan melatihku"

Penawaran yang Clara berikan seolah sedang membarter sesuatu, Rezvan yang mendengar perkataan clara langsung melirik gadis itu sambil manautkan alisnya karena heran. Alveno yang berdiri lebih jauh tidak mendengarkan kesepakatan yang sedang dibuat Clara.

"Oke, Rezvan kau melatih dia saja dan aku akan bersama pangeran Alveno" ucap Brienna dengan gaya elegannya

Setelah kepergian Brienna yang menuju Alveno, clara langsing tersenyum geli kepada Rezvan yang sedang menggelengkan kepala nya sambil tersenyum kembali pada Clara.

"Ajari aku pedang" ucap Clara

Rezvan mengangguk dan mengambil satu pedang tambahan untuk Clara, mereka berlatih ditempat panahan. Saat mulai berlatih Rezvan terkejut Clara sudah lumayan lihai menggunakan pedang.

"Kau cepat belajar" puji Rezvan

"Benarkah? Banyak orang bilang begitu" sombong Clara pada Rezvan

Di lapangan sebelah tempat mereka berlatih Alveno harus berlatih dengan Brienna yang sudah pandai berpedang. Tentu saja seorang putri kerajan akan lebih dahulu dilatih pedang sebelum sampai ke kerajaan Orion mengikuti pemilihan permaisuri tangguh ini.

Sesekali Alveno melirik Rezvan dan Clara yang tertawa dan seru-seru an berlatih pedang.

"Pangeran, perempuan seperti apa yang kau idamkan untuk menjadi permaisurimu?" Tanya Brienna dengan keanggunannya sambil bermain pedang.

"Yang pintar, cantik dan bijaksana" ucap Alveno yang masih sesekali melirik clara

Ucapan alveno membuat Brienna semakin percaya diri, karena ia merasa cantik, pintar dan bijaksana.

Dua sejoli yang berlatih dengan seru itu sudah kelelahan, mereka berdiri diposisi mereka masing-masing sambil memasok oksigen.

"Aku capek" ucap Clara

Rezvan yang belum kelelahan tertawa sambil melihat clara, deretan giginya yang rapi kembali terlihat. Ia memainkan pedangnya seolah-olah seperti chef yang memainkan pisau. Pedang itu berputar putar ditangannya kemudian ke kiri dan kekanan badannya secara bergantian.

Antraksi Rezvan membuat Clara terkagum, biasanya ia hanya melihat adengan seperti itu menggunakan pisau atau besi berantai seperti bruce lee. Tapi Rezvan malah memainkan pedang yang panjang.

Karena penasaran Clara mencoba melakukan hal yang sama.

"Awwww!" Ringis clara

Saat ia mencoba memutar-mutar pedang di tangannya sendiri, pedang itu malah melukai pergelangan tangannya. Darah mulai keluar dari sana dan membuat Rezvan panik sambil mendekatinya.

Alveno yang sejak awal melirik Clara juga melihat bagaimana pedang itu bisa melukai Clara. Ia langsung berlari ke arah Clara yang memekik dan menutup lukanya dengan tangan.

"Kau bodoh?!" Tariak Alveno pada Clara

Rezvan yang memegang tangan Clara terlebih dahulu terheran dengan bentakan Alveno yang tiba-tiba.

"Ozey! Panggilan tabib!" Teriak Alveno

Brienna masih melihat Alveno yang tiba-tiba berlari kearah Clara. Alveno menuntun Clara agar duduk di kursi yang ada disana, tangan Rezvan terpaksa ia lepas dari clara.

"Clara!" Teriak Diva yang datang berlari dengan sekeranjang alat pengobatannya.

"Kau bodoh?!" Maki Diva pada Clara yang duduk dengan tangannya yang terluka.

"Kau membentakku?" Tanya Clara solah memastikan

"Aku menjelaskan kebodohanmu bukan membentakmu, siapa yang menyuruh mu memutar-mutar pedang di tangan? Hanya orang bodoh yang melakukan itu" omel Diva

"Dari mana kau tahu?"

"Dari ozey, siapa lagi kalau bukan dia"

Mereka berdua bahkan tidak sadar ada alveno, rezvan, ozey dan brienna yang mengelilingi mereka. Rezvan bahkan terdiam mendengar ocehan Diva yang mengatakan tindakannya itu bodoh.

Luka di pergelangan tangan kanan clara tidak terlalu dalam, hanya memerlukan tiga jahitan. Diva memberikan salep herbal kemudian menutupinya dengan kain putih.

"Sudah, kau harus berhenti berpedang untuk tiga hari agar tanganmu sembuh"

"Hah? Kau gila?" Ucap Clara yang memang biasa menggunakan kata umpatan di dunia modern. Kalimat yang ia ucapkan memang terlalu kasar disana

"Maksudku.... apa kau serius? Aku harus berlatih" ucap Clara sambil mengintimidasi mata Diva

"Kalau kau mau hadir di turnamen kau harus mengikuti saranku" balas Diva yang tak kalah mengintimidasi mata Clara

Diva segera beranjak dari duduknya dan pergi dari sana meninggalkan Clara yang masih dikelilingi Alveno, Rezvan dan Brienna.

"Ehmm.... aku baik-baik saja" ucap Clara sambil mengangkat kedua tangannya

"Kau tidak boleh berlatih sampai tangan mu sembuh" ucap Rezvan

"Gak, gak ada yang bisa melarangku. Lagian besok aku akan latihan panah saja"

"Gak boleh" ucap Rezvan dan alveno bersamaan

Brienna yang merasa diacuhkan langsung pergi dari sana. Ia tidak peduli dengan perdebatan tiga orang itu.

"Oke, oke! aku pulang sekarang"

Clara berdiri dan lewat dari tengah-tengah Alveno dan rezvyan. Jika begini dia akan lebih memilih pulang daripada diam ditempat.

Rezvan yang melihat Clara pergi entah kemana akhirnya memilih mengikuti Brienna.

"Baru luka kecil aku sudah dilarang latihan, seharusnya tidak ada adu pedang agar aku gak capek-capek berlatih, itu baru bener" omel Clara sambil berjalan

"Apa aku menemui Hamze aja? Mungkin ada perkembangan" batinnya

Ia segera mencari hamze ke tempat laki-laki itu  biasa belajar, dan benar saja hamze sedang duduk dimejanya sambil menulis sesuatu

"Hamze!"

Tangan Hamze yang sedang menulis terhenti mendengar seseorang memanggil namanya. Dari kejauhan Ia melihat Clara yang mendekatinya.

"Bagaimana? Apa ada perkembangan?"

"Perkembangan apa?"

"Tentangku.... info baru dari sepupumu"

"Aku baru mengirim surat padanya selamam, sampai saja belum"

Ekspresi Clara yang tadinya bersemangat sudah berubah dengan wajah malas.

Sedangkan di dalam istana Orion pangeran Alveno sedang beristirahat di kursi panjang dengan merebahkan dirinya. Jarang sekali ia harus bangun pagi dan beraktifitas.

"Alveno? Mana Clara?" Ucap ratu Angelina yang datang tiba-tiba

"Mama yang ngizinin dia masuk kamar ku?"

"Iya"

"Kenapa?"

"Yah alasan dia benar, seharusnya calon raja lebih dahulu bangun dari rakyatnya"

Alveno mendengus kesal dan beranjak duduk

"Yah gak ngizinin masuk ke kamarku juga ma"

"Yaudah, tapi selama dia berstatus gadis terpilih dia boleh membangunkan mu karena mama yang ngizinin, dan ternyata dia berhasil bangunin kamu kan"

"APA?! Berarti dia punya akses ke kamarku?"

"Cuman untuk bangunin kamu"

Rambut Alveno sudah diacak-acaknya sendiri. Entah kesambet apa sampai ratu Angelina memberi izin pada Clara.

"Apa kamu sudah ada gambaran yang mana yang akan kau pilih? Meski ada perlombaan ini kau bisa memilih dengan bebas siapa yang menjadi permaisuri mu"

"Biar saja mereka di seleksi alam" ucapnya sambil beranjak pergi

"Sepertinya pertandingannya akan dipercepat, para penasehat menyesak kerajaan kita dipimpin seorang raja lagi, kalau kau tidak maju maka pamanmu akan mengambil tahta"

Langkah Alveno terhenti, dia sangat tidak suka ketika tahta kerajaan mereka akan diberikan pada pamannya.

"Silahkan ma, bahkan jika adu pedang harus diadakan hari ini lakukan saja" ucapnya sambil beranjak dari sana

Dilain tempat, Clara sudah berada dirumahnya dan asik mendengar omelan Bella ibunya.

"Kalau tanganmu kayak gini gimana mau tanding pedang ha?" Omel Bella

"Ma, besok juga lukanya udah nutup. Lagian masih ada tiga hari lagi ma... astaga"

"Besok jangan latihan"

"Nyenyenye" ejek Clara dengan memayunkan bibirnya

"Eh, udah berani yah melawan"

Saat Bella memukul lengannya Clara hanya bisa tertawa, sangat menyenangkan menjahili mamanya itu.

"Papa pulang"

Sam sudah pulang dari istana, ia membawa sebuah gulungan surat ditangannya

"Kenapa tanganmu di perban?"

"Oh... tadi kena pedang"

"Apa!?"

Karena panik barang bawaan yang sam pegang ia jatuhkan dan segera menarik tangan putrinya yang diperban itu

"Bagaimana bisa?"

"Aku mainin pedangnya jadi kenak sendiri"

"Apa kau tahu pertandingannya dipercepat?"

"Dipercepat?"

Surat yang tadi dijatuhkannya diambil kembali oleh Sam. Ia membukanya dan memberikannya pada Clara.

"Adu pedang dan panahan akan diadakan lusa, surat sudah diedarkan begitu juga pengumuman untuk rakyat yang lain"

Clara tidak bisa mengatakan apa-apa. Jika untuk berlatih mungkin ia bisa menahan lukanya yang tidak seberapa. Tapi jika untuk bertarung ia ragu bisa menahan pedang di genggaman nya atau tidak.

"Ehm... tenang aja pa, besok ini udah sembuh kok"

Dalam hatinya Clara memang merasa takut jika memikirkan pertandingan yang akan datang.

"Clara ke kamar yah" ucapnya sambil menuju kamarnya.

Di istana Orion para pelayan sudah mulai sibuk mempersiapkan persiapan acara adu pedang para gadis terpilih. Undangan untuk beberapa kerajaan sudah ditulis dan dikirimkan agar segera sampai dengan cepat.

"Pangeran, yang mulia ratu ingin bertemu"

Alveno yang sedang menatap persiapan istana dari jendelanya yang dilantai atas mendengar seorang pelayan yang mengetuk pintu kamarnya. Ia segera berjalan keluar untuk menemui mama tercintanya.

"Dimana?"

"Di ruang makan pangeran"

Alveno segera menuju ruang makan tanpa mengubris pelayan yang terus mengikutinya.

"Duduklah" ucap ratu angelina sambil menepuk kursi sebelahnya

"Ada apa ma?"

"Sebelum acara pemilihan permaisuri untuk mu, apa kau tidak ingin menambah kandidat?"

"Maksud mama?"

"Apa tidak ada gadis yang kau suka untuk ikut?"

"Tidak"

Ratu Angelina menghela nafas sambil mengelus kepala Alveno. Ia tidak ingin anaknya itu menikah dan memimpin kerajaan dengan perempuan yang tidak cocok menjadi partnernya. Tapi jika menunda diangkatnya ia menjadi raja juga tidak bisa lagi. Itu sebabnya ratu Angelina juga mencoba memilih yang terbaik diantara empat gadis terpilih.

Di dalam lubuk hati Alveno ia sangat ingin menolak kegiatan ini sejak awal. Ia tidak tahu siapa musuh dan siapa yang dipihaknya, sudah lama ia mencari tahu latar belakang raja yang meninggal tiba-tiba.

"Aku pergi dulu" ucap Alveno sambil beranjak dari tempat duduknya

Ia pergi mencari Hamze untuk membicarakan sesuatu, sebelum saimbaranya dimulai lusa setidaknya ia harus tahu ke empat gadis terpilih itu tidak terlibat pada kejahatan.

"Hamze!" Panggilnya

Hamze sedang berjalan dijembatan yang melintasi istana inti dan tempat tinggal petinggi istana seperti hamze.

"Ada apa pangeran?"

"Apa kau ada kabar perkembangan?"

Pertanyaannya tidak langsung dijawab hamze, ia malah menarik alveno agar mencari tempat berbicara yang lebih aman. Mereka menuju kamar hamze. Jika ruang belajar Hamze penuh dengan barang-barang yang ia lihat dimasa depan maka kamarnya lebih ghaib lagi, disana ada beberapa benda kuno yang tidak tahu apa kegunaannya.

"Temanku yang tinggal di desa seberang pernah melihat sekelompok orang berkuda melintasi hutan kearah timur. Mereka berpakaian kalangan bawah tapi terlihat sangat bersih dan masih baru"

"Penyamaran?" Jelas alveno

"Yap, tidak mungkin rakyat miskin memakai baju sederhana tapi sangat terlihat bersih dan terawat dan berbahan mahal, oh iya....mereka juga membawa sesuatu"

"Apa itu?"

"Bandul bunga matari"

Alveno terdiam, bunga matahari adalah simbol kerajaan putri Bianca, untuk apa mereka menyamar seperti itu saat keluar dari wilayah kerajaan orion.

.

.

.

.

.

Jangan lupa mengundi dan beri komentar ❤️

Chương tiếp theo