webnovel

4

Alveno melihat Clara yang membalasnya dengan tatapan datar.

"Kenapa kau lama sekali, acaranya sudah hampir selesai" ujar ratu Angelina

"Aku sedang ada urusan tadi ma"

Sebutan mama menjadi sebutan Alveno pada ratu Angelina, ia tidak suka menggunakan embel-embel 'yang mulia' atau yang lainnya.

"Bagaimana? Sudah ada gambaran gadis mana yang akan kau pilih?"

"Tidak ada diantara mereka"

"Kau sudah punya kekasih? Kenapa tidak kau bilang?"

"Tidak ada ma, tapi mereka tidak masuk kriteriaku"

Ucapan Alveno hanya di diamkan oleh ratu Angelina, ia memang tidak pernah tahu kisah cinta anaknya itu, bahkan kriteria yang diinginkan anaknya saja ia tidak tahu karena Alveno yang selalu menutup diri.

Upacara pembukaan terus berlanjut dan jadwal saimbara itu sudah diumumkan

"Pertandingan akan dibagi menjadi 4 bagian dan tidak ditentukan jarak waktunya. Pertandingan pertama akan dimulai dengan memanah dan pedang sebagai uji ketangguhan. Pertandingan selanjutnya akan diumumkan di akhir pertandingan  pertama"

Para gadis yang terlipilih sudah kembali ketempatnya, pengumuman sudah selesai dan upacara segera ditutup.

Sepenutup acara itu dan semua orang bubar Clara langsung mencari Diva yang berjanji datang melihatnya.

"Clara!" Sahut seseorang

Clara menoleh kebelakang melihat sumber suara yang memanggil namanya. Disana sudah ada berdiri Rezvan dengan senyum merekahnya.

"Apa kabar?"

"Baik, kamu siapa?" 

Pertanyaan Clara membuat senyum Rezvan memudar, ia tak menyangka clara dengan begitu cepat melupakannya.

"Kau mengenalku? Ahaha.... maaf otakku memang bermasalah, beberapa minggu yang lalu aku hilang ingatan" sahut Clara setelah melihat ekspresi kekecewaan di wajah Rezvan

"Kau hilang ingatan? bagaimana bisa?" khawatir nya

"Aku kan hilang ingatan, aku juga gak tahu entah kenapa dan bagaimana bisa"

Rezvan berfikir sejenak dan melihat keadaan clara yang baik-baik saja.

"Huft... kalo begitu perkenalkan kembali, aku Rezvan orang yang pernah mengajarimu berlatih memanah" sahut Rezvan sambil mengulurkan tangannya.

"Memanah? Kau pandai memanah?"

"Tentu saja"

"Bagaimana dengan pedang?"

Rezvan mengembangkan kembali senyumnya yang memperlihatkan barisan giginya yang rapi, ia merasa senang melihat ekspresi Clara yang terlihat sangat tertarik dengan panahan dan pedang.

"Tentu saja, aku kan panglima kerajaan Gimbora"

"Gimbora?"

"Kerajaan yang berada diselatan Orion"

Kepala Clara hanya diangguk-anggukkannya pertanda ia mengerti. Tapi kepalanya juga bergerak ke kanan dan kekiri seolah meneliti setiap sudut wajah Rezvan.

"Aku sudah menemukan dua orang ganteng, dan yang ini punya otak" gumam Clara.

"Ada apa ?" Tanya rezvan

"Hah? Oh tidak ada apa-apa. Jadi sedang apa kau disini?"

"Aku mengawal putri Brienna yang menjadi calon terpilih sepertimu"

"Lalu kau akan kembali ke kerajaanmu?"

"Entahlah, semua tergatung putri brianna apakah kami menetap disini sampai saimbara selesai atau pulang"

Akhirnya clara dan Rezvan  berjalan-jalan mengelilingi taman istana yang masih dibuka untuk semua orang, Clara bahkan lupa untuk mencari Diva karena keasikan berbicara dengan Rezvan teman barunya ini.

"Apa kau ingin menjadi ratu? Maksudku permaisuri dari pangeran Alveno"

"Kau dekat dengan Alveno? Dia terlalu menyebalkan untukku"

Kalimat Clara kembali membuat rezvan berhasil tertawa. Saat mereka bertemu pertama kali Clara sangat sopan dan tidak banyak bicara. Tapi sekarang ia bahkan berani menyebut nama Alveno tanpa sebutan 'pangeran'.

"Jangan tertawa" sahut Clara sambil menunjuk pada Rezvan

"Kenapa?"

"Tidak ada, kau bisa membuat perempuan mengejar-ngejar mu nanti" sahut Clara datar

Ia memang menyukai senyum Rezvan. Ia juga sadar terlalu berbahaya jika semua perempuan berhasil melihat senyumnya.

"Aku memang murah senyum"

"Ya...itu bagus, Ah terserah padamu"

Dengan canggung Clara melanjutkan langkahnya dan meningglkan Rezvan. Karena itu rezvan mengira Clara marah dan mengejarnya.

"Maaf"

"Kenapa?"

"Karena aku murah senyum"

"Ahahah... aku bercanda, apa salahnya kita murah tersenyum" sahut Clara sambil tertawa

"Lagian senyummu juga manis, orang akan senang melihatnya" sahut Rezvan yang membuat Clara semakin canggung

"Astaga pembicaraan apa ini... Oh iya, kalau kau pandai berpedang bisa ajarkan aku?"

"Kau tidak pandai berpedang juga?"

"Aku tidak pandai semua" cengir Clara

"Kalau begitu... seringlah datang ke istana, karena selama saimbara berjalan gerbang akan selalu dibuka bagi kalian para kandidat, aku ada disini setiap hari selama putri Brianna disini"

"Serius? Baiklah aku akan sering datang kesini, aku harus pergi sekarang. Dadah...."

Clara pergi meninggalkan Rezvan yang belum sempat menjawabnya sambil melambaikan tangannya. Ia harus segera pulang kerumah karena teringat akan Diva yang mungkin juga mencarinya.

"Dadah?" Beo Rezvan kebingungan.

Alveno memperhatikan dua sejoli yang sejak tadi jalan berdua dari dalam istana. Ia mengenal Rezvan saat laki-laki itu ke istana beberapa waktu yang lalu. Sedangkan Clara kini sudah pergi keluar istana hendak pulang.

"Kemana Diva?" Ucap Clara yang masih mencari Diva disekitaran luar Istana.

Ia melihat kuda yang biasa Diva tunggangi masih berada disana tapi pemiliknya entah kemana.

"Siapa yang kau cari?"

Clara melihat asal suara dan menatap malas pada laki-laki yang menurutnya tidak ada akhlak itu.

"Bukan urusanmu"

Ucapan Clara lagi-lagi membuat Alveno naik pitam seketika.

"Kau?!"

"Apa?"

"Berani-beraninya kau berbicara tak sopan padaku"

"Dasar manusia gila hormat, apa kau melihat Diva?"

"Diva?" Beo Alveno tanpa menyadari ejekan Clara sebelumnya.

"Ooo... maksudmu temanmu yang lagi sama Ozey?"

"Ozey?"

Belum sempat Clara menanyakan siapa orang yang bernama Ozey, diva sudah keluar dari gerbang bersama laki-laki yang dibicarakan.

"Ooowww.... kalian sangat manis.... pergi bermesraan dan meninggalkan ku dengan binatang buas...." ucap Clara sambil menatap Diva

"Kau jumpa dengan binatang buas?" Tanya divya dengan panik

"Kau juga sudah jumpa dengannya sekarang, siapa dia? Pacarmu?"

"Oh dia Ozey panglima kerajaan, tadi aku membantu mengobati prajurit yang luka saat berlatih karena tabib kerajaan sedang bepergian"

"Oo.... yaudah ayo pulang"

Kedua perempuan itu berlalu meninggalkan Ozey dan Alveno, mereka mengambil kuda milik Diva dan segera pergi.

"Apa mungkin binatang buas ada disekitar istana?" Tanya Alveno

Ozey hanya terdiam karena tidak ingin menjelaskan apa maksud dari yang dikatakan Clara tadi.

"Apa kau melihatnya? Dia bilang Diva sudah melihatnya" lanjut Alveno

"Apa kau sama sekali tidak mengerti? Binatang buasnya itu dirimu"

"Aku? Aku di bilang binatang buas?! Sial!!"

Rumput kering yang tak berdosa ditendang oleh Alveno sambil melihat jalan yang sudah kosong karena Clara yang sudah pergi.

"Awas aja kalo jumpa" gerutu Alveno

"Emm.... lagian pangeran, bagaimana bisa kau berada diluyar gerbang istana dengannya?"

Bibir alveno membisu, ia memang ingin bertemu dengan Clara sejak melihatnya tadi, entah rasa penasaran atau hal lain ia berakhir pergi menjumpai Clara

"Aku bebas kemana saja tanpa alasan kan?"

Sahut Alveno sambil beranjak kembali memasuki istana. Ozey semakin kebingungan melihat tingkah Alveno yang sedikit aneh.

------------------------------------------------

Hari yang baru sudah datang, saat-saat menghitung hari untuk pelaksanaan pertandingan memanah dan pedang sudah dimulai. Sementara Clara belum berlatih sama sekali.

"Pa... apa putri Brienna masih di istana?"

"Iya, dia tinggal disana selama persaingan kalian berjalan, kenapa kau tidak ada berlatih sama sekali?"

"Papa mau ajarin aku?"

"Papa harus ke istana, kalau kau mau berlatih kau bisa mengajak orang lain"

Langkah kaki Clara ia seok seokkan kelantai mengikuti sang ayah yang keluar dari rumah, ia menatap ayahnya yang pergi ke arah istana dengan kudanya.

"Apa aku harus jumpa Rezvan?" Gumamnya

"Clara!!!"

Dari jarak beberapa meter terlihat Diva sedang berlari-lari kearahnya sambil melambaikan tangan dan meneriaki namanya.

"Kali ini kita ngapain va?"

"Aku harus ke istana, karena tabib sudah memilihku sebagai asistennya sekaligus belajar! Kya!!!!"

Diva kegirangan sambil melompat-lompat di tanah kemudian memeluk Clara dan menggerakkannya ke kanan dan kekiri.

"Kau ikut? Kau bisa masuk istana selama kau menjadi gadis terpilih"

"Kita pergi bersama?"

"Bukankan kau mau jumpa Rezvan"

Perkataan Diva membuat Clara harus mengulum senyumnya dan memukul bahu Diva pelan.

"Ayok, lagian aku mau latihan pedang, biar gak tewas di depan orang ramai"

Mereka tertawa dan segera beranjak pergi, kali ini mereka pergi keistana dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana masyarakat yang sibuk dengan aktifitasnya.

"Apa isi keranjangmu?" Tanya Clara

"Ohh.... kau gak bakal paham, ini tumbuhan yang akan diracik untuk menjadi ramuan"

"Saat menjelang ujian kecerdasan kau harus mengajariku yah"

"Siap calon ratu...." ucap Diva sambil memberi hormat pada Clara dengan membungkuk dan memegang gaunnya

Bughhh

"Awww...." ringis Diva

"Sudah ku bilang aku nggak mau jadi ratu"

"Kenapa?"

"Yah.... nggak mau aja" lanjut Clara.

Lengan Diva terus dielusnya karena Clara yang memukulnya tadi.

Sesampainya di istana para pengawal mengizinkan mereka masuk, Diva yang sudah menjadi murid dari tabib istana dan Clara salah satu gadis terpilih.

Mereka berdua akhirnya berpisah karena Diva harus segera menemui guru barunya itu, sedangkan Clara terus berjalan menyusuri halaman istana.

"Wah wah wah.... lama tidak berjumpa"

Putri Brienna datang mendekati Clara yang sedang mencari-cari Rezvan. Clara melirik pakaian Brienna yang terlihat sedikit berlebihan untuk dipakai sehari-hari tanpa acara tertentu.

"Hai Brienna, emm....putri Brienna" sapa Clara

"Sedang apa kau disini?"

"Aku menemani Diva, temanku jadi murid tabib sekarang"

Tatapan Brienna menyapu raga Clara dari atas sampai bawah, senyum simpulnya pun terbentuk seketika melihat penampilan Clara.

"Sepertinya kau memang jujur, jika ingin bertemu pangeran kau tidak mungkin memakai pakaian yang kurang indah ini, bahkan sangat sederhana dimataku"

Clara langsung memperhatikan pakaiannya apakah ada yang salah. Brienna pergi meninggalkan Clara tanpa sepatah katapun yang ia keluarkan lagi dari mulutnya.

"Dia bahkan tidak memperhatikan bajunya yang terlihat akan menghadiri acara pesta ulang tahun saja" ejek Clara sambil melihat Brienna yang sudah berjalan jauh

"Kau datang?" sahut Rezvan

Saat membalikkan badan Clara melihat Rezvan yang sudah tersenyum melihatnya.

"Hai!" sapa clara

"Jadi... kau datang untuk latihan atau?"

"Latihan" potong clara

Rezvan menganggukkan mepalanya dan mengajak clara pergi ke tempat latihan memanah. Setiba disana hanya ada beberapa prajurit yang berada di sekitar dan alat panah yang tersusun rapi disana.

"Kau sudah pernah memanah sebelumnya?"

"Aku hanya memanah sebagai permainan, tidak pernah untuk hal yang seserius ini" ucap Clara

"Kalau begitu coba lesatkan satu anak panah"

Anak panah yang disodorkan oleh Rezvan langsung diambil oleh clara, ia segera berjalan menuju posisi tempat memanah dengan panahnya. Tangannya ia angkat beserta panah yang sudah siap dilesatkan. Clara berusaha membidik tepat dititik tengah.

Slepppp

Anak panah clara meleset satu garis dari target.

"Yah... meleset" gumam clara

"Posisi kakimu masih perlu diperbaiki, tanganmu juga terlalu tegang tapi itu sudah lumayan kok" sahut Rezvan

Anak panah yang baru kembali diberikan pada Clara, saat sudah siap dengan posisinya tangan rezvan membantu tangan Clara agar lebih rileks dan menyesuaikan bidikannya dengan benar. Mereka tidak tahu kedekatan mereka itu sudah dilihat Alveno sejak awal ketika ia hendak datang untuk berlatih.

Sleppppp

"Woah!! Berhasill....!!" Pekik Clara kegirangan.

Anak panahnya mengenai tepat di titik sasaran, ia langsung mengajak dan mengajari Rezvan untuk ber tos tangan.

Alveno tiba-tiba datang tanpa sepatah kata, ia melirik dua sejoli yang belum melepaskan tangan mereka yang masih menempel setelah ber tos. Ia segera mengambil panah yang tersedia dan berjalan menuju posisi memanah.

Ia memasang angel tubuhnya yang keren dan perkasa kemudian melesatkan panahnya hingga mengenai sasaran dan membolongi papannya.

"Jadi... kau kesini untuk untuk melihatku?" Tanya Alveno

"Kau sakit?" Tanya Clara mendengar rasa percaya diri Alveno yang berlebihan

"Maksudmu?"

"Untuk apa aku datang kesini melihatmu?"

"Bukankah kau diizinkan masuk istana dengan gelar gadis terpilih? Untuk apa lagi seorang gadis terpilih memasuki istana kecauali berjumpa dengan calonnya?"

"Astaga...." gumam Clara sambil memegang keningnya

Karena kesal Clara langsung mengambil anak panah dengan langkah kakinya yang sengaja dihentakkan, ia kembali ke tempatnya semula kemudian membidik dan melepaskan panahnya. Akhirnya sasarannya tepat dan membuat papannya bolong seperti yang Alveno lakukan sebelumnya.

"Aku datang untuk berlatih" ucap Clara

"Aku juga ingin berlatih" lanjut alveno

Clara menatap Rezvan sebentar,

"Apa kita berlatih pedang saja?" Tanya Clara

"Aku setuju"

Saat clara dan rezvan hendak beranjak pergi Brienna datang entah darimana.

"Rezvan.... kenapa kau malah melatih sainganku? Aku butuh bantuanmu sekarang" ucap Brienna yang baru saja datang.

Dengan tatapan penuh arti akhirnya Rezvan meninggalkan Alveno bersama Clara dan pergi bersama putri Brienna.

"Masih ingin berlatih?" Tanya alveno

"Aku akan berlatih sendiri"

"Aku bisa melatihmu"

"Aku gak yakin" ucap Clara

Alveno mengambil pedang salah satu prajurit yang ada di sana dan mendekati Clara.

"Cobalah bertahan hidup dari seranganku"

Tanpa aba-aba Alveno mulai mengarahkan pedangnya pada Clara, dan spontan clara menghindar sebisa mungkin dan membalas Alveno. Suara besi dari pedang mereka yang beradu terdengar berkali-kali, mereka menjadi tontonan beberapa prajurit yang ada disana.

Clara berusaha menghunuskan pedangnya pada Alveno, tapi karena alveno menghindar Clara hampir tersungkur ketanah jika Alveno tidak cepat menangkap pinggangnya.

"Pelan-pelan nona, jangan terlalu bersemangat" ucap Alveno sambil tertawa

Dengan kesal Clara kembali tegap dan menyerang kembali, tetap saja pedangnya meleset dan bagian tumpul pedang alveno memukul bokong clara beberapa kali. Alveno tertawa karena mengkerjai clara habis-habisan, para prajurit yang tak sengaja menonton juga ikut menahan tawanya.

Rezvan datang kembali karena ingin melihat Clara, ia ingin memastikan gadis itu sudah pergi atau belum. Tapi pemandangan yang ia saksikan justru membuatnya mengepalkan tangan dibalik badannya yang berdiam ditempat dari jauh.

Clara sudah lelah dan ia menjatuhkan pedangnya, ia ingin mencoba ilmu bela diri yang ia pelajari pada Alveno.

"Wow, kau menyerah?" Tanya Alveno dengan senyum kemenangan

Clara mendekati Alveno tanpa senjata yang membuat Alveno hanya diam dan ikut melepaskan pedangnya. Saat sudah sampai dihadapan Alveno mereka bertatapan mata sebentar.

Bughhhh

Clara menendang perut alveno dengan kakinya, Alveno langsung kesusahan bernafas dan terjongkok di tanah karena kesakitan.

Para prajurit langsung memegangi Clara dan membantu Alveno berdiri.

"Itulah balasan jika kau melecehkanku" sahut Clara yang kesal dengan perlakuan alveno tadi.

Kedua tangan Clara sudah dipegang dan Alveno masih berusaha mengatasi rasa sakitnya.

"Lepaskan saja dia" sahut Alveno pada prajurit yang megangi tangan Clara. Ia sudah berdiri kembali sekarang.

Setelah terlepas dari para prajurti, Clara langsung berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Alveno.

Ditengah jalan Clara melihat Rezvan yang menatapnya dengan senyuman

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rezvan

"Aku baik-baik saja, kenapa kau kembali?"

"Aku tahu kau tidak akan aman dekat dengannya"

Mendengar ucapan Rezvan membuat Clara kembali tersenyum.

.

.

.

.

.

.

jangan lupa mengundi dan beri komentar yah ❤️ please-

--------------------------------

Chương tiếp theo