webnovel

Bab 8

Weekend yang menyenangkan bagi kedua bocah kembar yang saat ni berkeliaran di luar rumah. Ya siang ini Bryna dan juga Blenda pun memilih berkeliling mall hanya untuk mengadem. Otaknya yang panas dan cuaca yang berubah-ubah, kadang panas, kadang mendung, kadang hujan, kadang juga petir.

Semua mata menatap ke arah dua bocah yang berjalan berdampingan dengan penampilan yang berbeda. Yang satu memakai baju seperti seorang gadis nakal, dan yang satu memakai baju seperti gadis tomboy.

Ya siapa lagi kalau bukan Bryna yang dengan beraninya memakai baju sabrina polos tanpa motif, berwarna putih dan juga di pasukan dengan celana pans pendek berwarna senada juga. Di tambah sepatu warna senada pula. Rambut tergerai ke arah samping dengan anting yang menambah kesan cantik di dirinya.

Apa lagi Blenda yang memakai celana hitam sobek bagian paha lutut hingga tulang kering nya, menampilkan warna kulit putih pucat yang indah, di tambah lagi baju crop bersama navy dan tambah topi gucci berwarna coklat. Terlihat tomboy walau sebenarnya tidak sama sekali. Jangankan tomboy berantem aja dia gak pernah kecuali Bryna yang jago berantem.

"Bry ke toko Aksesoris dulu ya gue mau beli kutek." ucap Blenda

"Hmm.." jawab Bryna dengan deheman.

Akhirnya mereka pun langsung menuju toko Aksesoris, yang katanya sudah menjadi langganan Blenda selama ini. Bahkan karyawan dan juga pemilik toko nya pun hafal banget sama Blenda. Hanya saja mereka sedikit bingung saat Bryna ikut dan membuat mereka melongo tidak bisa membandingkan mana Bryna mana Blenda.

"Ini kembaran gue Key namanya Bryna." ucap Blenda saat tau wajah Keysha bingung.

"Ehh, hai Bryna salam kenal " Kata Keysha tersenyum

"Iyaa." jawab Bryna seadanya dan tersenyum.

Blenda pun langsung menuju ke arah tak jutek. Di sana banyak bermacam-macam warna dan juga merk kutek.

"Bry item bagus gak sih?" tanya Blenda menenteng kutek berwarna hitam.

"Dih kek mak lampir lo kalau sampai lo beli warna hitam. Mending maroon apa coklat bagusan." jawab Bryna.

"Elah tapi gue pengen item Bry, bagus gak sih."

"Di bilang kayak mak lampir lo pakai item. Kuku lo udah panjang Blen terus lo pakaian warna hitam, yang ada lo jadi mak lampir dadakan di sini." omel Bryna.

"Ini tu warnanya dop Bry liat dulu napa." kukuh Blenda

"Gue udah liat, nih bagus warna maroon gue bagi kalau lo beli ini, tapi jangan item."

"Bry..." panggil Blenda memelas berharap Bryna tau maunya.

"Bangke lo bisa di bilangin gak sih, di bilang kalau lo pakai cat kuku item lo kayak mak Lampir." ucap Bryna kesal.

"Lo grandong nya."

"Emang ada grandong secantik gue di sini?"

"Sih lo kok pede banget sih."

"Yaya dong percaya diri itu perlu." jawab Bryna mengedipkan sebelah matanya ke arah Blenda.

Untung saja Blenda cewek coba kalau cewek sudah di pastikan udah klepek-klepek hanya mendapat kedipan mata dari Bryna. Mengingat bola mata muri berwarna coklat bersih nan indah, siapapun yang menatap itu akan jatuh cinta pada Bryna.

Berbeda dengan Blenda yang memiliki bola mata sedikit kecil, warnanya sama seperti milik Bryna. Hanya saja mata Blenda kecil dan membuat dia nampak lebih imut di banding umurnya. Bahkan semua orang akan mengura jika Blenda saat ini masih anak SMP bukan anak SMA.

Setelah berbelanja dan berdebat di toko Aksesoris, hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian banyak orang. Twins pun memilih pergi ke toko baju. Dia ingin membeli beberapa potong baju yang katanya gak punya baju.

Ya begitu lah cewek walau dia punya segudang baju pun, dia bakalan bilang kalau gak punya baju sama sekali.

Tapi baru juga ingin masuk,mata Bryna langsung menangkap sosok Hanzel dan juga kedua temannya yang berjalan ke arah Bryna.

Seketika itu juga Bryna menoleh ke arah Blenda yang berdiri di sampingnya. Dan detik berikutnya dia pun mendorong Blenda hingga terjatuh masuk ke dalam toko baju, membuat kakinya memarah di bagian lutut karena tertabrak oleh pinggir toko dan juga meja pendek di hadapannya.

Blenda ingin protes tapi saat mendengar ucapan Hanzel, dia pun hanya diam saja tanpa mau membalik tubuhnya.

"Blenda lo ngapain di sini." kata Hanzel basa basi.

"Mata lo buta atau gimana?" Ketus Bryna

Hanzel tersenyum dan langsung menarik Bryna untuk pergi dari tempatnya. Bryna meronta apa lagi saat Hanzel menyentuhnya. Bahkan bisa di bilang menyeretnya, dan lagi melingkarkan tangannya di pinggang Bryna dengan lancang.

Tapi tentu saja meronta tidak akan membuahkan hasil. Dan akhirnya Bryna pun diam di dalam pelukan Hanzel saat ini. Apa lagi suara teriakan cie, cie dari kedua mulut teman Hanzel membuat Bryna ingin menyatakan kepala mereka berdua.

******

Blenda keluar dari toko dengan kaki pincang nya, lututnya sakit dan memar. Dia pun duduk di kursi aluminium dan memegangi lutunya yang merah.

"Untung adik kalau gak, udah gue buang lo kejurang." guman Blenda sebal.

Blenda hendak berdiri lagi, tapi lutunya terasa nyeri dan membuat dirinya kembali duduk.

"Bryna itu lo kan?" kata seseorang dan membuat Blenda menoleh kaget.

Ini dunia kenapa sempit banget sih. Tadi Hansel sekarang Mozza, ntar siapa lagi. Batin Blenda

Itu Mozza, ya Mozza m, Blenda pun celinguk menatap sekeliling berharap Bryna sudah pergi jauh dari hadapannya saat ini. Atau Blenda berharap jika mereka berdua tidak bertemu di mall yang sama ini.

"Hai Za, lo ngapain di sini?" Kata Blenda kikuk.

"Gue abis nganterin Dirga tadi beliin kado buat doi nya," jawab Mozza. "Lo sendiri ngapain di sini, sendiri? " Lanjutnya.

Blenda gelagapan dia bingung mau menjawab apa. Berbohong bukan ahlinya, apa lagi menciptakan alibi seperti Bryna. Sungguh Blenda tidak bisa.

Sedangkan Mozza menatap Blenda curiga. Dia sedikit kebingungan, tapi mata Mozza langsung tertuju pada lutut Blenda yang memar merah itu.

"Bry lutut lo memar, lo abis jatuh." kata Mozza panik dan berjongkok di hadapan Blenda.

"Iya tadi di dorong sama orang sampai jatuh." bohong Blenda.

Pertama kalinya Blenda bohong kayak gini. Bahkan jantungnya berdetak kencang sesekali meemgangi hidungnya. Berharap hidung itu tidak akan panjang seperti Pinokio.

"Astaga bentar lo tunggu sini, jangan kemana-mana abis gini gue balik lagi." kata Mozza dan berlalu tanpa menunggu jawaban dari Blenda.

Blenda pun langsung mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan singkat pada Bryna. Mengatakan kalau di sini ada Mozza. Dan Blenda bersyukur saat Bryna langsung membalas pesan itu, dan bilang kalau saat ini dia berada di pantai bersama dengan Hanzel dan juga teman Hanzel.

Tak lama Moza pun datang dengan kantong kresek di tanganya. Blenda diam menatap curiga di dalam kantong kresek berwarna putih dop itu.

Buknnya apa Blenda takut kalau dalamnya berisikan sebuah suntik dan juga cairan-cairan ban*sat yang membuat Blenda merasa tambah sakit.

Mozza berjongkok di hadapan Blenda tanpa berbicara apapun. Dia pun langsung mengeluarkan botol berwarna putih dan juga kapas, menutup luka di lutut blenda. Sebenarnya tidak berdarah tapi kenapa harus di kasih alkohol.

"Kaki gue kayaknya gak berdarah deh, kenapa di kasih alkohol." tanya Blenda bingung.

"Bakterinya biar gak nyebar, ntar abis gini di kasih salep biar cepet sembuh."

Blenda mengangguk menurut dia pun membiarkan Mozza mengobati lukanya saat ini. Hingga semua orang yang berada di mall ini menatap mereka berdua iri. Bahkan ada juga yang berbisik dan mengatai jika mereka romantis.

"Mereka bilang gue romantis." kata Mozza tertawa

Alhasil Blenda pun juga ikut tertawa akan hal itu. Setelah sudah mengobati luka Blenda, Mozza pun memapah Blenda, walau sejujurnya ini juga tidak perlu berjalan pincang pun Blenda masih bisa.

"Berasa kayak gue sakit apa gitu ya di papah begini." celetuk Blenda dan membuat Mozza tertawa

"Gue mau ngajakin lo main di time zone lo mau kagak."

"Boleh deh dari pada suwung di sini sendiri."

Blenda pun akhirnya memilih berjalan sendiri dari pada di papah dan membuat dia tidak leluasa. Apa lagi semua anak menatap mereka berdua dengan tatapan iri dan juga memuja. Padahal mereka berdua tidak melakukan apapun kecuali memapah karena kaki Blenda yang sakit.

Sampainya di time zone Blenda sedikit duduk dan menjadi nunggu mozza antri untuk mengisi cardnya untuk bermain. Setelah sudah Mozza pun kembali dengan dua botol air mineral di tangannya.

Blenda menerimanya dan meminum air mineral itu hingga tinggal setengah.

"Mau main basket sama gue? Duel." kata Mozza tiba-tiba dan membuat Blenda menoleh.

"Ha basket? Gue gak bakal main basket, lo aja gue yang main dan gue jadi penonton "

Mozza menoleh bingung, "Gak bisa? Selama ini waktu istirahat lo selalu main basket deh Bry, kok sekarang lo bilang gak bisa."

Ingin rasanya Blenda memukul mulutnya kali ini. Mungkin dia lupa kalau kembarannya itu dulunya kapten basket. Hanya dirinya saja yang tidak bisa bermain karena Blenda memang tidak mau berkeringat sedikit pun.

"Ya tapi kan gak pernah bisa masuk bolanya." Ralatnya dan membuat Mozza curiga.

"Yaudah gue ajarin aja deh kalau gini." jawja Mozza akhirnya. Mungkin dia modus makanya bilang enggak pernah masuk.

Blenda pun mengangguk meletakkan botol minumnya di kursi berwarna merah tanpa ada sandaran. Dia pun langsung berdiri di dekat permaian basket dan menunggu enam bola menggelinding di hadapannya. Setelah itu dia pun langsung mengambil bola itu dan melemparnya asal. Tentu saja bola itu tidak mau masuk malah memantul kebelakang ke arah Blenda.

Untung saja Mozza langsung menangkap bola itu agar tidak mengenai kepala Blenda.

"Bukan gitu caranya pegang bola, sini gue ajarin."

Blenda pun meringgis dia memang tidak bisa bermain bola seperti ini. Blenda pun kembali menatap ring basket yang di hadapannya cukup jauh itu. dengan tangan yang memegang bola.

Bukan itu yang membuat Blenda gugup. Hanya saja tangannya yang bersentuhan dengan Mozza, di tambah lagi Mozza berdiri di belakang nya dengan jarak yang dekat. Jika Wajah mereka menoleh ke samping kanan sudah di pastikan kalau Blenda akan mencium pipi Mozza sangking dekatnya posisi mereka.

Mozza mulai menjelaskan semuanya, dari cara memegang, shoot dan juga memuaskan bola basket ini agar bisa mencetak poin. Tapi entah dorongan dari mana akhirnya blenda pun jadi tidak fokus sesekali dia melirik ke arah Mozza yang terus berbicara itu.

"Udah paham?" tanya Mozza dan membuat Blenda gelagapan.

Paham apanya?? Dengerin aja gue kagak. Jawab Blenda dalam hati.

Tapi demi menjaga gengsi Blenda pun akhirnya mengangguk paham. Dan langsung melempar bola basket itu ke arah ring dan yaps Blenda mencetak point

******

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukkan pintu membuat Elisabet mau gamau harus berdiri dari duduknya. Dia pun langsung membuka pintu dan berapa terkejutnya saaymt melihat keponakan nya yang berdiri menjulang di hadapan ya saat ini.

"Astaga Kenzie kapan kamu datang." kata Elisabet memeluk Kenzie.

"Dua hari yang lalu Tante, maaf ya bagus bisa mampir." jawab Kenzie membalas pelukan Elisabeth.

"Gak papa kok aken, ayo masuk."

Kenzie pun masuk dan langsung menuju ruang tengah, di sana sudah ada Blenda dan juga Adam.

"Malam Blen, malam Om." sapa Kenzie.

Blenda terkejut bukan main, apa lagi Adam tapi demi kesopanan mereka pun tersenyum dan balik menyapa.

Tak lama Bryna pun turun dari arah tangga dan mengulung lengan kemeja yang dia pakai sangat kebesaran. Sungguh Kenzie ingin tersenyum menatap Bryna apa lagi kemeja yang dia pakai adalah kemeja miliknya yang dua tahun yang lalu di bawa oleh Bryna.

"Oh iya Om ini ada berkas dari papi. Dan ini ada titipan dari mami buat tante." kata Kenzie tersadar untuk apa dia datang ke sini.

"Buat gue mana?" kata Bryna duduk di samping Kenzie.

Pemandangan itu tak luput dari semua orang yang berada di sini. Apa lagi mereka semua tau bagaimana hubungan Bryna dan juga Kenzie dulunya.

"Wah makasih ya Ken bilang sama mami kamu kapan pulang, tante Eli udah kangen." kata Elisabet mencairkan suasana.

"Mungkin bulan depan Te, katanya pulang sama Mei juga." jawab Kenzie

Elisabet tersenyum dan langsung membuka bungkus itu yang isinya sebuah syal dan juga tas branded. Tentu saja mata Blenda langsung berbinar melihat tas branded yang sempat jadi incaranya dulu.

"Mi tasnya buat Blenda ya." kata Blenda memelas berharap maminya mau menyerahkan tas itu pada Blenda.

"No, pengen beli aja sendiri."

"Punya mami pelit amat sih." gerutu Blenda.

"Mami denger anak curut."

Blenda terus mendumel sedangkan Bryna malah tertawa. Hingga suasana malam ini sedikit mencair bukan kaku seperti pertama kali Kenzie datang.

Bahkan tanpa sepengetahuan mereka tangan Kenzie merayap mengusap punggung Bryna yang duduk di sampingnya dan tersenyum manis. Sesekali ikut nimbrung dengan ucapan mereka semua. Apa lagi kabar gembira kalau besok Elisabeth dan juga Adam akan pergi ke London ke rumah omma selama empat hari. Fiks ini keberuntungan yang betubi-tubi bagi Bryna dan juga Blenda.

Tepat jam 10 malam Kenzie pun berpamitan pada kedua orang gua Bryna untuk pulang. Seperti layaknya kekasih yang mencium kedua tangan Elisabeth dan juga Adam. Setelah itu Bryna pun mengantar Kenzie keluar walau mendapat tatapan tajam dari semua orang. Berperan sebagai orang yang sudah melupakan semuanya itu tidak gampang, harus menjaga sikap dan juga harus menjaga etika dan tata bicara yang bagus agar membuat alibi yang bagus dan membuat mereka semua percaya

"Udah apel, aku pulang dulu. Kamu juga masuk, terus tidur ya jangan begadang." kata Kenzie perhatian

"Iya bawel, kamu juga hati-hati di jalan jangan ngebut. Sampai apartemen langsung tidur gausah mainan HP, ngasih kabar boleh deh kalau udah sampai abis gini langsung tidur."

Kenzie tersenyum dan mencium kening Bryna, "Love you "

"Love you to "

*******

Chương tiếp theo