Luna mulai menyibukkan diri membuka butik di depan rumahnya dan merancang gaun yang sempat ia tinggalkan, hari pertama butiknya buka, tidak ada satu pun yang datang, tapi itu tidak menyurutkan semangat Luna sama sekali.
Meski banyak hal buruk yang dibicarakan oleh orang lain di luar sana, Luna percaya suatu hari nanti gaunnya akan dipakai oleh model ternama, tentunya Rachel adalah pengecualian.
Alunan musik klasik mengalun di sudut butik, Luna duduk di atas meja menggoreskan beberapa sketsa gaun di atas kertas, ia bukan orang yang rapi, mejanya akan selalu berantakan jika ia mengerjakan sesuatu.
Jika ada yang bertanya kemana keberadaan si kadal hitam yang biasanya menempel di sekitar Luna, jawabannya adalah dia tengah berjemur di atas atap.
Luna tidak tahu apakah ini salah satu kebiasaan aneh yang dimiliki oleh Aodan atau pada dasarnya semua kadal seperti itu, tapi akhir-akhir ini Luna memang sering menemukan kadal hitam berjemur di atas atap.
"Buat apa aku memikirkannya," ucap Luna sambil menggelengkan kepalanya, ia menyelesaikan sketsa gaun yang ingin ia buat dan menghela napas.
Luna tidak bisa mengandalkan butik yang sepi ini selama para tetangga dan Gerald yang masih berkeliaran di sekitarnya, usahanya tidak akan berjalan dengan lancar.
Wanita itu memutar kursinya dan mengambil ponselnya.
Promosi online adalah salah satu cara yang bagus mempromosikan gaun-gaunnya, tapi tetap saja akan kalah jika tidak dipakai oleh seorang model.
TING!
Pintu butik yang belum pernah dibuka oleh pelanggan kini terbuka, tampak seorang wanita mengenakan masker dengan kepala yang tertutup rapat hoodie, ia menengok dengan gerakan canggung ke arah rak pakaian.
"Ah, halo ... selamat datang." Luna yang melihat pelanggan pertamanya datang setelah sekian lama menjadi gugup. "Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Yah," sahut wanita itu dengan suara halus, rambut pirangnya berusaha ia sembunyikan sedemikan rupa di balik hoodienya. "Aku ingin … ingin mencari gaun untuk pesta."
Luna mengerjapkan matanya saat melihat mata biru milik sang wanita yang berkilat, tampak seperti batu saphire.
Wanita itu sepertinya memiliki kecantikan yang tidak biasa, hanya saja ia sepertinya berusaha untuk menutupinya.
"Kebetulan sekali, saya mempunyai beberapa gaun pesta di sini, ayo lihat dulu."
Luna membawa wanita itu ke rak pakaian yang ada di barisan paling ujung, ada sebuah cermin besar yang menempel di dinding.
Luna teringat mata biru yang berkilat indah itu, ia mengambilkan sebuah gaun berwarna merah bata dengan kerah yang rendah. "Apakah kamu menyukainya?"
Wanita itu menyentuh gaun yang dipegang Luna, tampak sedang menilai, lalu menghela napas.
Luna mengartikan jika gaun ini tidak sesuai dengan seleranya, ia mengambilkan gaun lain yang lebih panjang dengan renda di bahunya.
"Apa kau suka jenis yang seperti ini? Ini cukup nyaman dipakai."
"Sebenarnya aku tidak tahu," kata wanita itu dengan mata yang melirik kesana kemari, jari-jarinya terlihat beberapa kali menyentuh gaun-gaun lain. "Aku … aku tidak tahu harus memakai gaun seperti apa …."
"Ah? Apa yang kau maksud?" Luna mengerutkan keningnya dengan bingung.
"Yah, kau tahu … aku … aku … aku bukan model kelas atas, kehadiranku di pesta nanti mungkin tidak akan disadari oleh orang-orang." Wanita itu berkata dengan terbata-bata, ada sedikit rasa gugup sekaligus keinginan yang berusaha ingin ia redam. "Tapi … tapi aku ingin, managerku mengatakan aku hanya harus menuruti apa yang ia siapkan, tapi gaun itu terlalu biasa."
"Aku mengerti," potong Luna dengan cepat. Meski ia hanya perancang gaun biasa, tapi ia mengerti seperti apa kehidupan para model, terutama mereka yang tidak memiliki banyak pendukung di belakangnya.
Wanita ini sama seperti dirinya, mereka berada di titik terendah.
"Aku akan memilihkanmu gaun yang bagus untukmu."
Luna memutuskan mengambil sebuah gaun berwarna putih gading yang ia rancang baru-baru ini, gaun ini memiliki pola yang sedikit rumit di bagian dadanya dengan bagian bawah yang sedikit lebar di atas lutut.
"Cobalah memakai ini."
Wanita itu sedikit ragu, kemudian ia meraih gaun itu dan beranjak ke ruang ganti, Luna harus menunggu beberapa saat sebelum wanita bermata biru itu malu-malu mengeluarkan kepalanya dari balik tirai.
"Ini terlihat bagus," katanya dengan semburat merah di pipinya. "Apakah aku akan baik-baik saja memakai ini?"
"Keluarlah dulu," sahut Luna dengan tenang, melihat wajah tanpa masker dan hoodie itu membuatnya yakin jika kecantikan wanita ini memang tidak biasa.
"Yah, beginilah …."
Wanita itu keluar dari ruang ganti, gaun putih gading yang dirancang Luna benar-benar pas di tubuhnya, lekuk tubuh dan kakinya yang jenjang terlihat dengan jelas dan menonjolkan daya tariknya yang luar biasa.
"Kau luar biasa, cantik."
Luna mengedipkan matanya, belum sempat ia berbicara banyak, suara dentingan lonceng di atas pintu terdengar lagi dan seorang wanita gendut muncul dengan wajah merah padam.
Wanita bermata biru itu tersentak kaget. "Ma … manager …."
"Istvan! Bukannya aku sudah bila …. Gaun apa yang kau pakai itu?"
"Maafkan aku!" Istvan, wanita bermata biru itu meremas jari jemarinya dengan takut. "Aku hanya mencobanya secara acak, tolong jangan marah …."
Wanita gendut itu tidak buru-buru menyahut, ia mendekat dan mengelilingi tubuh Istvan. "Ini gaun yang bagus, pakai ini saja! Apa kau yang merancang gaunnya?!"
"Ya, itu aku." Luna berusaha mengatur wajahnya agar tidak terlalu senang. "Istvan memiliki tubuh dan wajah yang bagus, dia cocok mengenakan gaun dengan warna yang cerah."
Istvan tersipu, ia mengulum senyuman di wajahnya.
"Ya, sayangnya karirnya tidak." Manager menghela napas dan melirik Istvan dengan prihatin. "Tapi gaun yang kau rancang bagus, jika bisa membuatnya mendapat perhatian malam ini, aku akan mempertimbangkan gaun yang lain untuk Istvan."
Mata Luna berbinar cerah, ini jauh lebih baik daripada promosi online, ia mengangguk dengan cepat.
"Tentu, anda bisa datang kapan saja!"
Manager Istvan terlihat puas, ia mengurus pembayaran gaun dan dengan terburu-buru menyuruh Istvan pergi ke salon.
"Terima kasih." Istvan menoleh sambil meremas hoodie yang tadi ia pakai, Luna menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku yang seharusnya berterima kasih."
Istvan tersenyum tipis, matanya bergerak dan tidak sengaja menangkap pemandangan seekor kadal yang merayap di atas meja.
Mata birunya berkilat, hanya dalam waktu satu detik sebelum berubah kembali dan ia tersipu malu keluar dari butik Luna.
Luna tidak menyadari itu, ia menoleh ke arah Aodan.
"Apa kau lapar lagi? Kebetulan aku sedang dalam suasana hati yang baik karena kedatangan pelanggan, mau aku buatkan pangsit isi daging?"
Kadal hitam di atas meja itu mendesis, ia mengibaskan ekornya dan membelakangi Luna, merayap dengan acuh.
Luna terheran-heran, ini adalah pertama kalinya ia ditolak oleh seekor kadal.
Wanita itu tidak banyak berpikir, ia membereskan mejanya yang berantakan dan berniat membuat pangsit setelah ini.
"Dasar ... kadal sombong."
Terima kasih banyak atas power stone dan komentarnya ❤️
Untuk sementara BmB akan update rutin satu chapter perhari (◍•ᴗ•◍)❤❤️❤️