webnovel

Dibalik hati tersembunyi

Kabut begitu hangat menyelimuti mentari dipagi hari. Hati sangat peduli terhadap kisah yang sudah mati. Kilauan cahaya jendela menambahkan kuat suasana kini.

Air, bunga, tanah setiap hari saling peduli dan memberi. Namun siapa yang akan menikmati oksigen dalam kehidupan fana ini?

Jiwaku sangat peduli terhadap makhluk alam sekitar sini. Namun, kepedulian ini apakah akan menjadi penolong atau pendorong?

sunyi sepi senyap mungkin jawaban saat ini yang tersembunyi.

"Ra. Kamu udah sehat?"

"Udah dong, ini buktinya aku ke sekolah" jawab Ratih dengan cepat

"Syukurlah"

"Apa latihan gabungan kemaren lancar?"

"Lancar Ra, cuma kemaren aku sempet pusing jadi 10 menit terakhir aku di UKS"

"Oh iya syukurlah. Ci, nih Lo mau roti? Gue bawa roti banyak"

"Mau dong"

"Ya lu mah giliran makanan gercep banget"

"Haha namanya juga gratisan"

"Oke oke nih, gue kasih yang keju susu, ini kan kesukaan Lo"

"Thank you so much, tumben baik banget sih"

"Lo pikir gue gak baik selama ini?"

"Haha iya gimana ya"

"Ah Lo, sini sini balikin rotinya"

"Enggak enggak, kamu baik deh. Paling baik sedunia"

"Iya dong" ucap Ratih dengan PD nya. Akupun melanjutkan makan roti pemberian Ratih sambil geleng geleng kepala melihat kelakuan dia.

"Selamat pagi semuanya" ucap Diki sambil teriak di depan pintu kelas.

"Yaampun ngagetin, untuk gak keselek" ucapku

"Tumben, ngucapin selamat pagi. Kemasukan setan sekolah mana Lo sampe sampe bisa nyapa kita?" ucap Ratih

Deg.. hatiku mulai tak enak saat Ratih berkata seperti itu

"Apaan sih Lo Ra. Lihat gue bahagia Lo sirik aja" ucap Diki sambil melewati mejaku.

"Lo aja yang baper Dik, lagian bener, tumben Lo nyapa kita dipagi hari." ucap Ana menambahkan

Semua orang tertawa melihat kelakuan Diki yang tiba tiba ngambek karena ledekan Ratih.

Dilain waktu..

"Ci, tumben Sandi kesiangan"

"Mungkin dia bangun siang, atau terjebak macet" ucapku ngasal

"Oh... gitu" ucap Novi.

Bel masuk pun berbunyi, hari ini adalah hari Senin, kamipun bersiap siap untuk memulai upacara. Bukannya aku tak peduli, namun aku mencoba berfikir positif tentang Sandi.

"Itu Sandi?" ucap Santi.

Akupun mencoba melirik ke arah yang ditunjuk Santi. Akupun tersenyum, karena merasa lega akhirnya dia bisa tepat waktu sampai disekolah. Sandi pun terlihat berlari ke arahku

"Ci, haduh aku.. aku kesiangan"

"Aku tau, mana tas kamu? aku bawain ke kelas" ucapku sambil tersenyum kecil melihat kepanikan Sandi.

"Makasih Ci".

"Sama sama" Akupun masuk ke kelas untuk menyimpan tas Sandi, lalu segera menyusul kembali kedepan kelas untuk bersiap siap upacara.

"Ayo San, kita upacara." aku berjalan sambil mengajak Sandi ke lapangan, karena teman temanku meninggalkan kami berdua.

"Ayo" .

Upacara pun berlangsung dengan khidmat,

setiap orang berbaris dengan rapi dan teratur di lapangan. Setelah upacara selesai kami pergi ke kelas masing masing.

"Ra, tungguin"

"Oke"

"Mana Sandi?"

"Ke toilet"

"Oh ayo pergi"

Suasana dikelas pun ramai, karena hari ini adalah hari razia, dimana perwakilan anggota OSIS sudah ada di depan kelas yang sudah ditempatkan.

"Sial" ucap Diki terdengar kesal.

"Kenapa?" tanya Novi sedikit berbisik.

"Gue bawa komik Conan di tas" ucap Diki cemas cemas.

"Gua juga bawa make up. Mampus gue kalau di razia."

Aku dan Ratihpun saling pandang dan ingin menertawakan interaksi Diki dan Novi.

"Semua masuk kelas dan berdiri di depan meja masing masing, jangan dulu ada yang duduk" titah ka Putri salah satu anggota OSIS.

semua orang patuh, dan secara tiba tiba Sandipun datang.

"Kak, maafkan saya telat" ucap Sandi

"Silahkan pergi ke depan meja masing masing". Sandipun pergi mengangguk paham.

"Terimakasih kak" ucapnya.

Razia pun berlangsung dengan lancar, tak sedikit dari kelas kami yang terkena razia dari mulai make up berlebihan, komik, novel, perlengkapan seragam tidak lengkap dan lain lain, tak terkecuali teman dekat kami, Diki, Novi, Sandi

Bel masuk pun berbunyi.

"Tolong comic Conan gue di razia, padahal baru beli kemaren". ucap Diki

"Sama, make up kakak gue ke razia, mampus. Gimana dong nebusnya? apa bisa ditebus? Nah apalagi si Sandi ngapain ke sekolah bawa bawa boneka? Ada yang ulang tahun? kalau dilihat dari bonekanya itu boneka udah lama, gak mungkin kan boneka lama mau dikasih ke Citra?" celetuk Novi.

Akupun terdiam dan mencoba tersenyum, benar juga apa yang dikatakan Novi, ngapain Sandi bawa bawa boneka ke sekolah?

"Enggak ko, itu boneka kakak gue." ucap Sandi sambil melirik ke arahku.

Akupun duduk pura pura tak mempedulikan apa yang terjadi hari ini.

"Lo gak apapa Ci?"

"Gak apapa Ra"

Jam pelajaran pun dimulai, aku benar benar kehilangan konsentrasi belajarku.

"Ci, Lo jangan melamun"

"Hem" sesekali aku melirik ke arah meja Sandi.

Lalu mencoba untuk fokus belajar kembali.

Bel istirahat pun

"Ci ayo ke kantin" ucap Sandi.

Akupun memandang Ratih, namun Ratih menganggukkan kepala seolah memahami situasi.

"Hem" jawabku.

"Ci, gue sama Santi Ana belum ngerjain PR, Lo duluan aja ke kantin" ucap Ratih sambil mendorong tubuhku ke arah Sandi.

"hmhh" ucapku pelan

Aku dan Sandi pun berjalan menuju kantin.

"Aku bisa jelasin Ci"

"Jelasin apa?" ucapku pura pura tak peduli.

"Boneka".

"Emangnya kenapa boneka?" ucapku kesal

"Itu boneka"

"Apa?" ucapku kesal meninggalkan Sandi. Lalu tiba tiba tanganku di tarik di bawah tangga.

"Aku serius, itu boneka ka Dito. maksudnya mantan ka Dito tadi pagi ngembaliin barang barang pemberian ka Dito aku taro semuanya di mobil. Setelah tiba di sekolah Ka Dito duluan pergi, dan mantan nya menyusul laginka Dito tapi gak keburu akhirnya dia nitipin boneka itu sama aku. Karena aku takut kesiangan, ya aku buru buru ngambil sambil memasukan boneka itu ke tasku, dan gak keburu nyimpen di mobil. Jadi boneka itu di razia dan kembali ke orangnya"

"Maksudnya? orangnya siapa"

"Ayo pergi" ucap Sandi.

"Kamu gak usah kepo sama Kak Dito."

"Siapa orangnya"

"Gak perlu aku jelasin"

"Apa jangan jangan?"

"Apa?" ucap Sandi selidiki wajahku.

"Yaampun... ka Dito.... ". ucapku teriak tak lama mulutku di bekap tangan Sandi.

"Jangan keras keras kalau ngomong. Ayo ke kantin". Akupun mengangguk mengerti sambil tersenyum.

Akhirnya aku mengerti, sekeras apapun kita menyembunyikan sesuatu, seseorang terdekat kita pasti akan merasakan perbedaannya. Ada yang harus diungkapkan ada juga yang tidak perlu dibicarakan. Bijaklah dengan suatu keadaan, karena keyakinan kita memimpin arahnya berdasarkan logika dan mengenyampingkan perasaan. Begitulah jawaban yang ingin aku dapatkan selama ini, terkadang sesuai harapan atau kebalikan. Fakta yang berbicara namun kita harus menerima dengan lapang dada.

Aku dan Sandi pergi ke kantin untuk makan bersama. Bel masuk pun berbunyi, pertanda jam istirahat sudah berakhir.

"Lo, udah baikan" ucap Ratih spontan

"Hm" Akupun tersenyum malu sambil mengangguk mengiyakan. Kami pun belajar melanjutkan mata pelajaran selanjutnya.

-----###------

Disela sela belajar Akupun bercanda dengan Ratih, namun tertawa ku berhenti ketika pandanganku mengarah pada jendela.

'Siapa nenek tua itu? mengapa dia melihatku? Tapi wajahnya benar benar gak asing, apa aku pernah bertemu sebelumnya?' ucapku dalam hati.

"Kenapa Ci?"

"Gak apapa?"

"Lihatin apa?"

"Enggak ko, lagian cuaca hari ini cerah. Semoga aja gak hujan" ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Oh gitu" .

Akupun mencoba melirik kembali ke arah jendela. Namun nenek tua itu sudah tidak ada. Akupun kembali berbicara dan bercanda dengan Ratih, lalu mengeluarkan tempat pensil di kolong bangku. Tanganku menyisir setiap sudut kolong bangku, namun tidak ada. Aku berjongkok mencoba membuka Lemari bawah mejaku, dan

"Aaaaaaa..." teriakku sekencang kencangnya.. Karena takut sekaligus kaget melihat nenek tua berada di lemari bawah mejaku. Wajahku benar benar berhadapan dengan nenek tua itu, tak lupa dia memegang tanganku dan menyeretku masuk kearah dalam lemari meja itu.

-----###-----

"Ci, ci... bangun. Ci sadar. Lo gak apapa?" ucap Ratih panik.

"Hemh gak apapa" ucapku sedikit menarik nafas panjang 'apa aku tertidur?'

"Citra, kalau kamu mengantuk silahkan pergi ke toilet. Satu lagi jangan tidur dijam pelajaran saya, apalagi membuat orang kaget karena kamu bermimpi" Ucap seorang Guru.

"Baik Bu, saya izin ke toilet" ucapku.

"Mau gue anter?" tawar Ratih sambil berbisik.

"Enggak usah. Makasih banyak, aku pergi ke toilet dulu ya". Ratihpun mengangguk mengiyakan.

Akupun berjalan menuju lorong dimana tempat toilet perempuan berada sambil menggosok gosok mataku, karena terasa perih seperti habis menangis lama. Langkahku terhenti karena tali sepatuku lepas, aku berjongkok membenarkan tali sepatu yang lepas, lalu berdiri kembali. Namun pandanganku tertuju pada arah sebrang lapangan, dimana Nenek tua itu memperhatikan ku. Keringat dinginku mulai menyapa tubuh yang bergetar ini. 'Apakah ini mimpi lagi? aku harap aku benar benar sedang bermimpi' ucapku dalam hati disertai kaki dan tanganku yang bergetar.

Tepakan tangan di pundak menyadarkan ku.

"Nak" ucap seseorang yang aku kenal.

Aku mencoba membalikkan badan. Lalu bernafas lega.

"Jangan melamun" tambahnya.

"Baik Mbah" ucapku mengiyakan

"Permisi Mbah aku pergi ke toilet dulu" ucapku sambil pamit ke Mbah Jono.

"Silahkan nak". ucap Mbah Jono

Akupun pergi ke toilet.

Tak lama

Bel pulang pun berbunyi. Siswa siswi dikelaspun berhamburan pulang, dan yang tersisa dikelas hanya kami berdua.

"Ci, mana tas kamu? Aku bawain" ucap Sandi

"Hmh" ucapku

"Kamu kecapean? mimpi buruk lagi?" tanya Sandi seolah olah tau keadaan ku.

"Aku baik baik aja, mungkin karena aku bergadang semaleman jadi dikelas tadi tidur" jawabku sambil tersenyum melirik Sandi.

"Ayo pulang" ajakku.

"Ayo". ucap Sandi.

Aku dan Sandi berjalan keluar dari kelas. Disebrang lapang ku lihat Mbah Jono sedang membersihkan daun daun yang berjatuhan, aku dan Sandi pamit sambil membungkuk sedikit dari sebrang lapangan dan Mbah Jonopun melihat kami, lalu menganggukkan kepala tanda mengiyakan sambil tersenyum ke arah kami.

To be continue..

Chương tiếp theo