Perasaan Bastian hari ini campur aduk. Ia sangat senang ketika Kirana datang mengunjunginya ke kantor. Seminggu bahkan sehari tidak bertemu Kirana rasanya seperti ada yang kurang lengkap.
Namun perasaan itu tidak bertahan lama ketika Kirana memberi tahunya soal hadiah-hadiah yang dikirim atas nama Bastian. Bastian melihat betapa tidak nyamannya Kirana dengan hadiah-hadiah itu.
Kalau di suruh memilih sebenarnya Bastian ingin sekali memberi Kirana sebuah hadiah. Hadiah sungguhan. Tapi kesibukkannya di perusahaan selalu membuatnya tidak sempat mencari hadiah untuk Kirana.
Sayangnya sebelum ia sempat memberi hadiah itu, Kirana sudah mendapat hadiah yang mengatasnamakan dirinya. Tentu saja Bastian menduga ada 1 orang yang berpeluang besar menggunakan namanya untuk mengirim hadiah-hadiah mahal.
Kakek.
Ya, Bastian menduga kalau kakeknya lah dalang di balik salah paham antara dirinya dengan Kirana tadi. Oleh karena itu Bastian ingin memastikan dugaannya.
Ia sedang berjalan menuju ruang kantor kakek. Ruang kantor itu terletak di bagian sayap kiri lantai 20 gedung Dewandra Tower. Tanpa sedikitpun menoleh ke sekertaris kakek yang memandanginya dengan tatapan bingung, ia masuk ke ruang kantor kakeknya.
"Bastian?" kakek kaget ketika Bastian masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu.
"Maaf kalau Bastian lancang langsung masuk, Kek," kata Bastian datar. "Ada hal yang ingin Bastian tanyakan ke kakek."
Kakek menghentikan aktivitas membaca dokumennya dan memandangi Bastian heran. "Apa itu, Bas?"
Bastian menjatuhkan dirinya di kursi di depan kakek. "Apa kakek yang ngirim hadiah-hadiah ke Kirana seminggu ini?"
Pertanyaan blak-blakan Bastian membuat kakek lebih kaget lagi. Ia tidak menyangka kalau cucunya tahu. Apakah Adi yang memberi tahu? Ah, tidak mungkin.
Adi satu-satunya orang yang paling takut setengah mati kalau Bastian sampai tahu, batinnya.
Kakek memasang wajah pura-pura. "Hadiah apa? Kenapa kakek ngirim hadiah ke Dokter Kirana? Buat apa coba, Bas?"
"Kek, Bastian curiga sama kakek karena selama ini kakek suka banget sama Kirana," kata Bastian tidak percaya. "Kakek sendiri yang bilang ingin Kirana menikah sama aku. Jadi aku berasumsi kakek punya rencana jodohin Bastian sama Dokter Kirana dengan segala cara."
"Ngawur kamu, Bas," bantah kakek lagi. "Kakek emang suka banget sama Dokter Kirana. Kan dia yang udah menyelamatkan nyawamu. Tapi kalau ngasih hadiah gak mungkin lah."
Alis Bastian terangkat. "Oke. Kalau emang bukan kakek yang ngirim, Bastian lega. Karena Kirana ke sini bilang kalau dia gak suka dikirimi hadiah. Dia gak keliatan nyaman dengan itu, Kek."
Bastian sudah mau berpamitan pergi, lalu pintu ruang kantor kakek ada yang mengetuk.
"Tuan Besar, akhirnya Adi berhasil nemu tas Louis Vuiton buat Dokter Kira…" Adi masuk sambil tertawa ceria.
Lalu tawanya hilang saat melihat Bastian sedang berdiri di ruangan kakek dengan mata melotot.
Kakek dan Adi ketahuan.
Saat ini, Bastian duduk di depan kakek dan Adi. Bastian memandang tajam ke arah asistennya. "Jadi, kerjaan yang aku kasih ke kamu kurang banyak, Di? Sampai kamu sempat nyari hadiah-hadiah buat Kirana."
Adi hanya diam tertunduk. Ia tidak bisa membantah ataupun menjawab pertanyaan Bastian.
"Aku juga gak nyangka kakek bisa bohong ke aku," kata Bastian pada kakeknya. "Buat apa kakek kirim-kirim hadiah pakai nama Bastian?"
"Kakek cuman ingin kalian dekat, Bas," jawab kakek merasa bersalah. "Kakek gak ingin kamu kehilangan Dokter Kirana. Kakek ingin…"
"Kakek ingin ambil inisiatif ngirim hadiah supaya Kirana segera jatuh hati sama Bastian? Supaya Bastian kelihatan romantis?" tanya Bastian.
Kakek dan Adi diam. Kehabisan kata-kata.
Bastian benar-benar frustasi melihat kakek dan asistennya bersekongkol di belakangnya seperti ini. "Kirana itu wanita baik, Kek. Dia gak akan langsung jatuh cinta hanya dengan diberi barang mewah. Justru apa yang kakek dan Adi lakukan malah bikin Bastian kelihatan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hatinya."
"Tapi kalau kakek gak ngelakuin ini, mana bisa kamu dekat sama Dokter Kirana? Bukannya kamu suka sama Dokter Kirana?" kata kakek lagi.
Sekarang giliran Bastian yang tidak bisa menjawab. Dirinya akui bahwa perasaan suka pada Kirana memang ada. Toh Bastian sudah pernah mengungkapkan itu di konferensi pers beberapa waktu lalu. Tapi dia tidak suka cara kakek mengintervensi hubungannya dengan Kirana.
Tiba-tiba kakek memegangi dadanya. "Bas."
Kakek terlihat kesakitan. Ia juga susah bernapas.
"Kakek kenapa?" tanya Bastian panik.
"Dada kakek sakit, Bas," kata kakek. Bastian takut setengah mati. Jangan-jangan kakeknya punya penyakit jantung, batinnya panik.
Adi juga panik. "Tuan, kita bawa Tuan Besar ke rumah sakit aja."
Tanpa berpikir dua kali Bastian dan Adi membopong kakek menuju lobby untuk ke rumah sakit.
….
Kirana sedang memeriksa denyut jantung kakeknya Bastian. Tadi Bastian dan Adi datang ke rumah sakit dengan panik. Mereka bilang kalau kakek mungkin kena serangan jantung. Tapi anehnya Kirana tidak melihat ada yang aneh dari kondisi kakek. Tekanan darah dan detak jantungnya normal.
Kirana keluar dari ruang UGD. Di depan ruang itu Bastian sedang menunggu dengan cemas. Kirana bisa melihat wajah panik, sedih dan syok Bastian.
"Gimana keadaan kakek, Kirana?" tanya Bastian buru-buru.
"Baik kok. Gak ada yang perlu di cemasin, Bas," Kirana berusaha menenangkan Bastian.
Bastian bernapas lega. "Aku bener-bener gak tahu kalau kakek punya penyakit jantung. Tadi aku sempat memarahi kakek karena ngirim hadiah-hadiah ke kamu pakai namaku. Aku bener-bener menyesal. Kalau aku gak ngomel ke kakek tadi pasti penyakitnya gak akan kambuh."
Bastian takut sekali. Ia benar-benar tidak siap kehilangan kakeknya. Ia sudah kehilangan orang tuanya di usia muda. Hanya kakeklah satu-satunya orang tua yang dimiliki Bastian.
Dia juga menyesal sudah memarahi kakeknya tadi. Seharusnya dia tidak perlu marah. Dia tidak sadar kalau kakeknya kena serangan jantung karena ulahnya tadi.
"Penyakit jantung?" Kirana bingung.
"Iya, penyakit jantung. Bukannya tadi kakek kesakitan megang dadanya?"
Kirana semakin bingung. "Sebenernya kakek gak punya penyakit jantung kok, Bas."
"Lalu tadi itu?"
"Bas, maaf kalau kata-kata aku kelihatan menuduh ya," Kirana mendekat ke Bastian sambil berbisik. "Kayaknya kakek bohong deh soal penyakitnya. Aku tadi ngecek, semuanya oke kok. Gak ada penyakit jantung."
Sekarang Bastian berubah kesal. "Pasti kakek pura-pura sakit supaya aku gak mengomel soal hadiah itu lagi."
Kirana menghentikan Bastian yang mau masuk ke dalam ruang UGD untuk mengintrogasi kakek lagi. "Udah jangan dimarahi lagi, Bas."
"Maaf ya, Kirana. Kakek udah ngerepotin kamu," Bastian merasa bersalah.
Kirana buru-buru menggeleng sambil menyentuh bahu Bastian. "Santai aja. Jangan minta maaf. Aku gak merasa di repotin kok, Bas. Lagipula selama ini kamu sudah banyak membantuku. Justru akulah yang merasa banyak merepotkanmu. Aku juga udah melupakan soal hadiah-hadiah itu."
Hati Bastian lega bukan main mendengar perkataan Kirana. Ia tidak menyangka Kirana punya hati selembut ini. Hati yang membuat Bastian merasa nyaman dan aman di dekatnya. Sosok Kirana begitu hangat di mata Bastian. Seperti sebuah cahaya.