webnovel

Dijemput Bastian

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kirana sudah selesai bekerja dari pukul 4 sore tadi. Tapi dia tidak bisa pulang.

Puluhan wartawan sedang menunggunya di depan rumah sakit. Mereka ingin mengorek informasi apakah Kirana dan Bastian memang pacaran. Entah sampai kapan para wartawan itu akan berhenti mengganggu hidup Kirana.

Di situasi seperti ini ia berharap akan ada sebuah mukjizat. Ia berharap ada seseorang yang membantunya keluar dari rumah sakit. Dia tidak ingin menginap di rumah sakit hari ini. Dia ingin pulang.

Lalu ponsel Kirana berdering. Telepon dari Bastian.

"Halo," sapa Kirana.

"Halo, Kirana. Kamu dimana?" tanya Bastian dengan suara lembut.

"Aku masih di rumah sakit, Bas. Banyak wartawan di depan rumah sakit sekarang," cerita Kirana.

"Oke. Tunggu di sana ya. Sebentar lagi aku sampai," kata Bastian.

Lalu telepon terputus.

Kirana tidak menyangka Bastian sedang menuju rumah sakit untuk menjemputnya. Ia akan bertemu Bastian. Kirana merasa sangat senang dan lega.

Ia bergegas menuju lobby rumah sakit.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di dalam rumah sakit. Bastian keluar dari mobil. Para wartawan langsung mengerumuninya.

"Bastian, tolong klarifikasi hubungan Anda dengan Dokter Kirana?"

"Apakah Anda benar-benar pacaran dengan Dokter Kirana?"

"Apa keluarga Dewandra tahu soal ini?"

Bastian hanya berjalan menembus kerumuman wartawan. Beberapa bodyguard Bastian turun tangan menghalau para wartawan yang berusaha mendekatinya. Mereka membantu Bastian berjalan menuju lobby.

"Kirana," panggil Bastian.

Untuk beberapa detik Kirana tidak percaya bahwa pria di depannya adalah Bastian. Bastian benar-benar datang. Bastian menjemputnya.

"Ayo, kita pulang," kata Bastian seraya menggandeng tangan Kirana erat.

Bastian menggandeng Kirana berjalan menembus para wartawan yang tidak henti-hentinya memfoto dan memberondong mereka dengan ratusan pertanyaan soal apakah benar mereka pacaran.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan rumah sakit.

Kirana sangat bersyukur. Akhirnya dia bisa pulang. Tidak akan ada wartawan yang menghalanginya lagi.

"Apa kamu lapar?" Bastian bertanya. Ia khawatir dengan Kirana yang berjam-jam terjebak di dalam rumah sakit.

"Sejujurnya iya. Tapi kamu gak perlu repot-repot kok, Bas," jawab Kirana malu-malu.

Bastian hanya tersenyum melihat Kirana. Di satu sisi gadis itu lapar. Tetapi di sisi lain dia malu untuk makan dengan Bastian.

"Di, turunkan kami di restoran yang ada di ujung jalan," perintah Bastian pada Adi yang sedang mengemudi di depan.

Adi menurunkan Bastian dan Kirana di sebuah restoran berkelas internasional di daerah Jakarta Barat.

Kirana berjalan mengikuti Bastian masuk ke dalam restoran. Ia tidak terbiasa makan di tempat semewah ini. Ia hanya lapar tapi Bastian malah membawanya makan ke tempat yang lebih cocok untuk di buat dinner romantis.

"Ada makanan yang kamu suka?" Bastian bertanya karena melihat Kirana hanya membolak-balikan menu.

Kirana mengerjap. "Mmm.. gimana kalau aku pesan apa yang kamu pesan aja?"

Bastian tertawa kecil. "Baiklah."

Ketika makanan mereka sampai, Kirana sangat kaget. Bastian memesan makanan yang bernama Foie Grass, hidangan khas Prancis yang dibuat dari hati angsa. Tak lupa Bastian juga memesan Caviar, telur ikan Sturgeon yang harganya semahal berlian.

Sementara untuk minuman, Bastian minta diberikan dua gelas wine merek "Domaine de la Romanee-Conti Romanee-Conti Grand Cru 1957." Kirana mendengar dari pelayan kalau winenya sudah dibuat dari tahun 1957.

Sewaktu browsing di internet, mata Kirana mendelik. Sebotol Romanee Conti 1945 harganya mencapai $22,365. Sekitar 325 juta rupiah!

Kirana jadi merasa bersalah. Karena menemaninya makan, Bastian sampai harus mengeluarkan uang sebanyak ini.

"Pasti semua ini mahal," guman Kirana di depan semua makanan yang tersaji.

"Apa kamu gak suka?" Bastian mendadak khawatir.

Buru-buru Kirana menggeleng. "Bukan gitu, Bas. Aku cuman gak terbiasa makan di tempat semewah ini dan makan makanan semahal ini. Penampilanku gak cocok aja datang ke tempat seperti ini."

Kalau Kirana tahu dia akan diajak makan di restoran tentu dia akan memakai gaun cantik. Masalahnya saat ini Kirana hanya mengenakan kemeja biru polos, celana panjang coklat muda dan flatshoes.

Sementara itu Bastian sudah berdandan rapi. Bastian mengenakan setelah kemeja coklat tua dengan dasi silver. Kalau orang melihat mereka berdua tentu Kirana akan dikira sebagai asisten Bastian daripada teman.

"Kamu sempurna," kata Bastian sambil menatap mata Kirana lurus-lurus.

Pipi Kirana langsung memerah. "Kamu pasti berbohong."

"Kamu sempurna Kirana. Kalau ada orang yang selalu takut dengan penampilannya itu harusnya mereka," Bastian menunjuk para pengunjung yang terdiri dari orang-orang kelas atas.

Kirana hanya menatap Bastian.

"Mereka kaya, berbaju bagus dan hidup serba mewah. Tapi mereka gak bahagia bahkan dengan penampilan mereka sendiri," imbuh Bastian. "Aku sudah hidup di lingkungan orang kaya seumur hidupku. Aku tahu bahwa mereka sangat takut. Takut dengan uang mereka akan hilang, takut dengan penampilan mereka yang tidak sempurna dan masih banyak lagi."

"Tetapi kamu berbeda, Kirana. Kamu bersinar dan kamu sempurna. Karena kamu selalu peduli pada orang lain. Jadi jangan takut dengan penampilanmu sendiri."

Ada perasaan aneh yang dirasakan Kirana setelah mendengar ucapan Bastian. Seperti sebuah percikan yang kini sedang meletup-letup di dadanya. Apakah ia sudah mulai jatuh cinta dengan pria di depannya ini?

"Ngomong-ngomong maaf karena membantuku kemarin, kamu dalam masalah sekarang," Kirana mengalihkan topik pembicaraan.

"Maksudmu?" tanya Bastian sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Ya gara-gara kamu nolong aku di depan keluargaku dengan bilang kamu pacarku, kita di serbu wartawan seperti tadi. Berita tentang kamu pacaran sama aku juga udah beredar luas di internet."

Bastian tersenyum.

"Makanya kamu jadi pacarku aja supaya aku bisa bilang di depan publik kalau Bastian Dewandra memang pacaran dengan Dokter Kirana," Bastian tersenyum mulai menggoda.

Sepertinya Bastian sudah tertular jurus merayu dari Victor. Kirana menggeleng-gelengkan kepala.

"Jangan deh, Bas."

Alis Bastian terangkat. "Kenapa? Apa aku gak pantas jadi pacar seorang dokter?"

"Bukan gitu," Kirana menarik napas. "Pacaran dengan pria kaya itu… rumit. Aku sudah melihat banyak orang kaya dalam hidupku. Aku tidak menemukan orang baik diantara orang-orang kaya. Tapi setelah ketemu kamu, akhirnya aku bisa bertemu dengan orang kaya yang baik. Cuman… tetap berat punya hubungan dengan pria dari keluarga terpandang."

Inilah yang membuat Kirana tidak berminat punya hubungan dengan pria dari keluarga kaya. Rumit. Terlalu disorot banyak orang. Terlalu banyak spotlight dimana-mana.

Belum lagi kalau pacaran dengan pria kaya yang berasal dari keluarga terkenal. Beritanya pasti akan di sorot media nasional. Hidupnya akan dihantui oleh para wartawan.

Bastian bisa memahami pikiran Kirana. Tentu berat untuk seorang Kirana yang terbiasa hidup sederhana pacaran dengan orang kaya seperti dirinya.

Dia tidak ingin Kirana menerima dirinya dengan terburu-buru. Sepertinya gadis itu belum jatuh hati padaku, pikir Bastian.

Entah mengapa semakin lama Kirana semakin menarik di mata Bastian. Gadis itu tidak hanya bersinar tapi juga membawa kehangatan pada hati Bastian. Kirana bahkan tidak tertarik padanya meski tahu betapa kaya dan terpandangnya Bastian.

Selama hidupnya Bastian sudah muak melihat gadis-gadis mengejarnya seolah dia adalah sebuah piala. Bastian tahu gadis-gadis itu tidak benar-benar tulus padanya.

Namun Kirana berbeda. Gadis itu tidak memandang harta Bastian. Kirana bahkan berbicara dengan Bastian seolah mereka dari status sosial yang sama. Dan yang paling penting baru saja Kirana menolak Bastian secara halus.

"Baiklah. Aku bisa memahami maksudmu," kata Bastian pada akhirnya. "Tapi aku yakin kalau kita akan segera pacaran, Kirana. Gak lama lagi kamu pasti akan jatuh hati padaku."

Deg!

Jantung Kirana seolah berhenti berdetak. Apa sekarang Bastian sedang berusaha menembaknya dengan serius?

Kirana kehabisan kata-kata. Pipinya terasa panas. Ia malu setengah mati. Kirana hanya melanjutkan makannya sementara Bastian memandanginya dengan senyum menawan.

"Habis ini kita mau kemana?" Bastian bertanya karena melihat Kirana tidak bersemangat makan. "Makan di tempat lain?"

Kirana salah tingkah. "Kelihatan banget ya kalau aku gak terlalu suka makanannya?"

Bastian tersenyum lagi. Kali ini geli dengan kepolosan Kirana.

"Santai aja. Toh aku juga yang salah ngajak kamu makan di tempat kayak gini."

Kirana mencondongkan tubuhnya ke arah Bastian. Ia berbisik. "Sebenarnya aku pengen makan bakso di pinggir jalan. Aku punya langganan bakso enak dekat apartemenku."

"Oke, setelah ini ayo kita makan bakso."

Mereka saling tersenyum ke satu sama lain.

Chương tiếp theo