Haruna duduk menunggu pesanannya.
"Ini pesanan Anda, Nona." Pelayan itu memberikan satu kotak pizza sosis pesanan Haruna.
"Terima kasih," ucap Haruna. Ia melangkah keluar dari toko dan bertabrakan dengan seseorang di pintu masuk. "Maaf, saya tidak sengaja."
"Haruna," ucap pria yang bertabrakan dengan Haruna.
"Chris, aku pikir siapa. Maaf tadi aku tidak melihat jalan dan menabrakmu. Kamu tidak apa-apa kan?"
"Tidak apa-apa, malah aku senang bertemu kamu di sini," ucap Christian.
"Kamu mau membeli pizza juga?"
"Iya, aku berencana mengunjungi Kiara dan membawakannya pizza. Topping apa yang Kiara suka?"
"Tidak perlu repot, aku sudah membelikan untuk Kiara. Ngomong-ngomong kenapa kamu ingin mengunjungi Kiara? Aku pikir kamu ke sana mau mengunjungiku," ucap Haruna sedikit menggodanya.
"Sebelum mendapatkan hati ibunya, aku harus mendapatkan hati anaknya terlebih dulu. Bukankah begitu?" tanya Christian tersenyum. Ia menjawab godaan Haruna.
Haruna jadi salah tingkah, niatnya menggoda Christian, tetapi justru dia yang menjadi salah tingkah dengan jawaban Christian.
"Aku bercanda. Tidak perlu dianggap serius, tapi kalau mendapat tanggapan serius, aku lebih senang." Christian memesan pizza yang sama dengan yang Haruna beli.
Haruna tidak melarangnya membeli pizza karena takut menyinggung perasaan Christian. Haruna duduk kembali, menemani Christian yang memintanya untuk menunggu. Setelah membayar pesanannya, Christian dan Haruna keluar dari toko pizza.
"Aku antar kamu pulang," ucap Christian.
"Aku membawa motor, tidak perlu diantar."
"Motormu, biar dibawa sopirku. Kamu pulang denganku," ucap Christian sambil membuka pintu mobil untuk Haruna.
Haruna tidak bisa menolak, ia memberikan kunci motornya pada sopir. Haruna duduk di samping Christian yang memegang kemudi. Mereka pulang sambil mengobrol sepanjang perjalanan. Tidak terasa mereka berdua sudah sampai di depan rumah Kamal.
"Terima kasih, masuklah!" ucap Haruna mempersilakan masuk. Motor Haruna juga sudah terparkir di samping mobil Christian.
"Mama," ucap Kiara saat melihat Haruna masuk ke dalam rumah.
"Kia, sedang apa, sayang?" tanya Haruna.
"Sedang main sama Tante Vi," jawab Haruna.
Vivi bangun dan menghampiri Haruna. Ia tersenyum bahagia melihat Haruna pulang membawa laki-laki. Selama ini Haruna tidak pernah membawa laki-laki yang dikenalnya pulang ke rumah. Meskipun ada banyak orang yang tertarik pada Haruna, tetapi Haruna tidak menanggapi satupun. Ini pertama kalinya Vivi melihat Haruna membawa laki-laki pulang bersamanya.
"Kak, pria tampan ini siapa? Pacar Kakak?" tanya Vivi.
Christian tersenyum malu mendengar pertanyaan Vivi pada kakaknya, Haruna. Haruna salah tingkah diberi pertanyaan seperti itu di depan Christian.
"Em, Vi. Perkenalkan, dia, Christian. Teman baru kakak. Chris, dia adikku, Vivi." Haruna memperkenalkan mereka.
"Vivi."
" Christian, panggil saja Chris," ucap Chris.
"Kak Chris, Kakak ini pacarnya Kak Haruna, ya?" tanya Vivi.
"Vi! Em, maaf Chris, jangan mempedulikan ucapan Vivi. Dia biasa sok akrab seperti itu," ucap Haruna. Pandangannya melihat ke arah Vivi, seakan berkata padanya untuk jangan bicara sembarangan.
"Tidak apa-apa, kalau diperbolehkan jadi pacar kamu, aku juga tidak menolak. Justru sangat senang," ucap Chris.
"Nah, Kak Chris udah ngasih kode. Udah Kakak jadian saja dengan Kak Chris," ucap Vivi mendukung ucapan Christian.
Vivi menggendong Kiara. Ia ingin memberikan waktu berdua untuk Haruna dan Christian. Namun, Chris memanggil Kiara.
"Oh, iya. Ini, Om dan Mama Haruna bawakan pizza buat Kiara. Dimakan, ya," ucap Christian.
"Ya, terima kasih Om, terima kasih Ma," ucap Kiara. Vivi pun membawa Kiara ke dapur. Kiara membawa dua kotak pizza, satu dari Christian dan satu lagi dari Haruna. Anggi yang sedang mencatat bahan makanan di lemari pendingin itu pun bertanya pada Vivi.
"Siapa yang datang, Vi?"
"Kak Haruna, Ma. Ma, tahu tidak? Kak Haruna pulang bersama pria, tampan sekali, Ma. Kelihatannya juga sangat baik dan sopan. Sepertinya dia juga menyukai Kak Haruna."
"Benarkah? Mama penasaran seperti apa orangnya," ucap Anggi. Anggi membuatkan minuman dan membawanya ke ruang tamu, tetapi Christian dan Haruna tidak ada. Ia melangkah keluar, ternyata Haruna sedang mengantar Christian ke dalam mobil. Haruna melambai melepas kepergian mobil Christian. Anggi menghampiri Haruna. "Siapa dia, sayang? Tumben sekali kamu mengizinkan pria datang ke rumah?"
"Teman baru, Ma. Baru semalam Haruna berkenalan dengan Chris," jawab Haruna.
"Oh, namanya Chris." Anggi menatap wajah Haruna.
"Mama kenapa memandang Haruna seperti itu? Dia cuma teman, Ma," ucap Haruna yang mengerti arti tatapan Anggi. Haruna masuk ke dalam rumah.
Tidak lama setelah Haruna masuk ke dalam, Anggi berniat menyusul. Namun, langkah Anggi terhenti karena melihat Kamal datang dengan menggunakan ojek. Wajah Kamal terlihat kusut dan tidak bersemangat.
"Ma, Papa tidak berhasil menjual kedai kita. Papa tidak tahu lagi harus bagaimana?" Kamal berbicara dengan suara berat.
"Sudah, Pa. Ini bukan salah Papa. Papa sudah berusaha keras untuk keluarga kita selama ini. Kita hadapi saja mereka bersama-sama." Anggi menggandeng tangan suaminya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
***
Jam tujuh tinggal lima belas menit lagi, Haruna, Anggi, Kamal dan Vivi sudah berkumpul di ruang tamu. Mereka menunggu para preman dan Tuan mereka. Kamal sudah tidak bisa mencari pinjaman ke Bank, ia juga sudah gagal menjual kedai mereka. Sekarang yang bisa ia lakukan hanya menghadapi mereka dan berharap Tuan dari para preman itu mau memberikan Kamal waktu untuk melunasi hutang 2 Milyar itu.
Tok! Tok! Tok!
Kamal dan keluarganya mulai tegang saat mendengar suara ketukan pintu. Kamal bangun dan melangkah dengan gemetar menuju pintu. Kamal membuka pintu rumahnya dan kelima orang preman itu mendorong Kamal untuk masuk.
"Sudah kalian siapkan uangnya?" tanya ketua preman bertubuh besar.
"Tuan, kami belum menyiapkan uangnya. Mohon beri kami waktu," ucap Kamal sambil berlutut.
Vivi dan Anggi juga berlutut di belakang Kamal. Hanya Haruna yang masih berdiri tegak dengan pandangan seolah menunggu. Ya, Haruna sedang menunggu Tuan yang mereka maksud. Haruna sudah tahu siapa tuan dari para preman yang berdiri di hadapannya.
"Karena kalian tidak bisa membayar, maka kami harus memanggil Tuan kami." Salah seorang dari preman itu menyeret kursi dan menaruhnya dua meter di depan Kamal.
Tuan yang mereka maksud itu pun masuk ke dalam rumah dan duduk dengan angkuh di kursi yang disediakan para preman suruhannya. Haruna mengepalkan tangan dengan kuat saat melihat Tristan. Sementara Tristan memperlihatkan senyuman mengerikan ke arah Haruna dan keluarganya.
Di kamar, Kiara merasa bosan. Haruna sengaja mengunci Kiara di dalam kamar. Ia khawatir jika Kiara melihat adegan kekerasan yang mungkin dilakukan oleh para preman suruhan Tristan. Haruna tidak ingin Kiara mendapatkan tekanan mental kembali. Kiara masih cukup trauma setelah kehilangan sang ibu, Mila. Haruna tidak dapat membayangkan seperti apa traumanya Kiara jika melihat adegan kekerasan. Demi keamanan dan kesehatan mental Kiara, Haruna memilih untuk mengunci Kiara di dalam kamarnya.