webnovel

Pengabdi 14

Waktu terasa berjalan begitu lambat untuk Pak Wijaya yang harus menunggu waktu seminggu untuk bertemu kembali dengan Angel. Minggu lalu, ia akhirnya bisa bertemu dengan perempuan muda tersebut, meski perempuan muda tersebut hanya mampir untuk buang air kecil. Pak Wijaya sebenarnya bisa saja melakukan hal gila seperti menjemput Angel ke tempat bimbelnya, namun ia khawatir hal tersebut justru membuat Angel takut dan menjauh darinya. Ia pun mencoba bersabar menunggu Angel datang sendiri ke rumahnya.

Apabila sudah tidak bisa menahan kesabaran, Pak Wijaya biasanya akan membuka smartphone miliknya dan melihat kembali foto yang dikirimkan Angel beberapa hari lalu. Foto tersebut menunjukkan wajah cantik Angel, di atas ranjang kamar tidurnya. Biasanya Pak Wijaya akan memperhatikan foto tersebut sembari melakukan onani membayangkan Angel berada satu ranjang dengannya, hingga sepermanya yang sudah lama tertahan meluncur keluar.

Angel benar-benar telah membuatnya kehilangan logika. Pak Wijaya masih bisa mengingat bagaimana perempuan cantik tersebut menemaninya chatting di malam hari, hingga mengirimkan foto-fotonya yang cantik. Namun yang paling ia ingat adalah ketika mereka bertabrakan di depan toilet, saat ia bisa merasakan betul bentuk payudara Angel yang empuk dan sempurna. Ia pun kaget mengetahui Angel tidak memakai bra di balik kemejanya yang tipis pada saat itu. Mengingat hal tersebut, penisnya pun pasti langsung menegang.

Namun Pak Wijaya terus mengingatkan dirinya sendiri akan misi utamanya mendekati Angel, yaitu untuk membalas dendam kepada ayahnya, Anggoro. Ia berniat untuk merusak kehidupan Angel, hingga akhirnya Anggoro akan sangat sedih. Akan lebih baik kalau dia sampai bunuh diri, begitu pikiran jahat Pak Wijaya.

Penantian Pak Wijaya akhirnya berakhir ketika Widia memberi tahu dirinya bahwa Angel akan menginap di rumah mereka pada hari Sabtu ini. Pak Wijaya pun berusaha untuk berdandan serapi mungkin, namun tetap terlihat normal ketika beraktivitas di rumah. Sekitar pukul lima sore, Angel pun sampai di rumah Pak Wijaya.

"Halo, Wid," sapa Angel ketika sampai di rumah Widia. Ia tampak menenteng tas yang cukup berisi, tanda bahwa ia akan menginap malam itu. "Halo, Om Wijaya."

"Halo, Angel," ujar Om Wijaya sambil tetap duduk di kursi di depan televisi. Ia berusaha untuk terlihat cuek, meski di beberapa kesempatan ia coba mencuri-curi pandang pada tubuh Angel yang seksi.

"Adik kamu mana, Wid?" Tanya Angel.

"Katanya mau nginap di rumah temannya. Sengaja sih aku suruh dia main, aku takut kamu risih kalau menginap namun adikku ada di sini juga," jawab Widia.

Sahabat Angel tersebut terlihat sangat naif. Dia takut Angel mengooda adiknya yang juga dia tahu berul memiliki batang kjantanan yang tak biasa. Widia tak menyadari jika adiknya yang sangat ganteng itu sma sekali tak ada tertarik dengan wanita seusia Anggel. Widia juga tak menyadari bahwa yang justru bersiap menggoda Angel adalah ayahnya sendiri.

Widia dan Angel kemudian masuk ke dalam kamar. Entah apa yang mereka lakukan atau bicarakan di dalamnya. Pak Wijaya pun terus melakukan aktivitas seperti biasa hingga pukul tujuh malam, kemudian langsung masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Saat memeriksa smartphone, Pak Wijaya melihat ada sebuah pesan masuk di WhatsApp. Ternyata ada pesan dari Angel, yang saat ini tengah berada di kamar Widia. Pak Wijaya dan Angel memang sudah bertukar nomor telepon sebelumnya di Facebook Messenger.

"Om kok cuek banget sih sama aku," tulis Angel lengkap dengan emoticon menangis.

Pak Wijaya hanya tersenyum melihatnya. Rencananya untuk menggoda perempuan muda yang cantik tersebut sepertinya berhasil.

"Nanti malam jam dua belas kamu ke dapur yah," ketik Pak Wijaya yang kemudian langsung dikirim kepada Angel.

Angel pun hanya membalas dengan emoticon kaget.

Tepat jam dua belas malam, Pak Wijaya pun keluar dari kamarnya menuju dapur yang ada di bagian belakang rumah. Situasi rumah telah sangat gelap, hampir tidak terdengar suara apa pun kecuali suara jangkrik yang bersahut-sahutan di halaman belakang. Pak Wijaya pun menunggu Angel sambil duduk di sebuah kursi yang menghadap ke meja makan.

Tak berapa lama kemudian, muncul sesosok perempuan dari arah ruang keluarga. Ia tampak mengendap-ngendap, khawatir aktivitasnya diketahui oleh orang lain di rumah itu. Perempuan cantik tersebut mengenakan atasan kemeja tidur dan celana panjang katun, keduanya sama-sama berwarna putih dengan motif polkadot yang tidak begitu sempurna menutupi dadanya yang menarik.

Dalam kegelapan, ia masih bisa melihat sosok Pak Wijaya sedang duduk di kursi meja makan.

"Mengapa Om nyuruh aku ke si …" sebelum Angel menyelesaikan kata-katanya, Pak Wijaya sudah berdiri dan bergerak maju ke arahnya, membuat gadis tersebut terdiam.

Melihat tindakan Pak Wijaya tersebut, Angel pun mundur secara perlahan. Namun langkahnya terhenti ketika tubuhnya sudah bersandar di dinding, dan ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi. Sementara itu, Pak Wijaya terus saja mendekat hingga antara mereka berdua tinggal beberapa senti.

Saat mereka berdua berhadapan, Pak Wijaya mulai membelai kepala Angel yang hanya diam dan menatap mata Pak Wijaya dalam-dalam di ruangan yang minim penerangan tersebut. Dalam hati, Angel sebenarnya ingin lari, namun hasratnya untuk mendapat kepuasan justru menahannya di hadapan pria yang usianya terpaut sangat jauh dari dirinya tersebut.

Merasa tidak mendapat penolakan, Pak Wijaya melanjutkan perbuatannya dengan membelai pipi, hidung, dan bibir Angel, dengan sangat pelan. Jari kanan Pak Wijaya yang sudah keriput coba bermain di antara kedua bibir merah milik Angel, memberikan rangsangan kepada pemiliknya. Sedangkan tangan kirinya merengkuh pinggang Angel, dan menarik tubuh sintal perempuan muda tersebut agar menempel dengan tubuhnya.

"Om, hentikan …" bisik Angel lirih.

"Nikmati saja, Angel," ujar Pak Wijaya setengah berbisik tepat di depan telinga Angel.

Pak Wijaya pun mulai berani menyentuhkan bibirnya ke bibir Angel, menggantikan jemari tangan kanannya yang kini telah turun ke bawah, menyelusup ke balik baju tidur Angel. Jari-jari tangan Pak Wijaya mulai mengelusi kulit perut Angel yang halus, sedangkan bibirnya mengecup bibir Angel yang perlahan mulai terbuka, membiarkan lidah pria tua tersebut menusuk ke dalam rongga mulutnya. Lidah mereka berdua pun mulai beradu.

Tubuh Angel kini telah menempel ke dinding dapur, dihimpit oleh tubuh besar Pak Wijaya. Angel yang awalnya enggan, kini mulai membalas rangsangan Pak Wijaya. Ia mulai dengan meladeni ciuman liar pria tua tersebut. Setelah itu, Angel pun mengalungkan tangannya ke leher Pak Wijaya, sedikit menekan kepala duda beranak dua itu agar lebih erat mencium bibirnya. Keduanya melakukan french kiss layaknya sepasang kekasih yang tengah berbulan madu dan dimabuk birahi.

Tangan Pak Wijaya kini telah meremas-remas payudara berukuran sedang milik Angel. Meski masih tertutup bra, jemari Pak Wijaya akhirnya bisa menemukan cara untuk menyentuh putng payudara perempuan tersebut yang sekarang telah berdiri tegak.

"Nggghhh … " Angel berusaha menahan desahannya sekuat mungkin, agar penghuni lain di rumah tersebut tidak mendengarnya. Namun rangsangan dari Pak Wijaya yang memang sudah sangat mahir bermain cinta benar-benar tidak dapat dibendung.

Tidak ingin kalah, Angel pun memasukkan tangannya ke balik kaos yang dikenakan Pak Wijaya, dan mengelus-elus tubuh kekar pria tersebut. Namun Pak Wijaya pun tidak tinggal diam, ia membalas dengan cara melepaskan kancing baju tidur Angel satu persatu, hingga tubuh bagian atasnya yang indah tersebut pun terbuka. Dengan cepat, Pak Wijaya mengeluarkan payudara Angel dari bra yang menyangganya, hingga putngnya terlihat jelas.

Tanpa menunggu lama, Pak Wijaya langsung mengarahkan kepalanya ke dada Angel dan menghisap putng payudara yang merupakan salah satu titik sensitif perempuan tersebut. Tak hanya menghisap, Pak Wijaya juga sesekali memainkan putng Angel dengan lidahnya. Perempuan tersebut pun sampai dibuat belingsatan, hingga harus memejamkan matanya kuat-kuat agar birahinya tetap tertahan.

Angel seperti sudah dimabuk birahi. Ia tampak tidak menolak diperlakukan seperti seorang istri oleh Pak Wijaya. Padahal ia tahu usia Pak Wijaya tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Angel kini bahkan terus mengelus-elus tubuh kekar Pak Wijaya dengan mesra. Ia tidak peduli akan bau badan Pak Wijaya yang khas, dan keringatnya yang mulai bercucuran.

Pak Wijaya kemudian mulai mencium leher jenjangnya yang setengah terbuka. Payudara Angel kini telah dikuasai oleh kedua tangan Pak Wijaya. Dari suara dengusan nafasnya, terlihat Pak Wijaya juga sedang berjuang menahan birahi. Tonjolan di selangkangannya tampak kian membesar.

"Harum sekali tubuhmu, Angel," desah Pak Wijaya di depan telinga Angel.

Angel kemudian berinisiatif untuk menarik kaos Pak Wijaya dan melepaskannya, membuat ia bisa melihat jelas dada bidang ayah sahabatnya tersebut. Angel bahkan tak malu untuk menjilat-jilat dada yang mulai basah dengan keringat itu.

Sekitar tiga puluh menit kedua insan tersebut beradu syahwat, Pak Wijaya pun berusaha untuk merangsang tubuh bagian bawah dari Angel, tempat sebuah vagina suci milik Angel yang masih perawan bersemayam. Ia coba meremas bkong Angel yang berkali-kali mencuri perhatiannya ketika bertemu, desahan Angel kian mengeras. Ia coba meraba paha Angel dari luar celana panjangnya, perempuan bertubuh manis tersebut pun tidak menolak. Karena itu, Pak Wijaya pun langsung mencoba sesuatu yang lebih ekstrem, menurunkan celana panjang milik perempuan seksi tersebut.

"Stop, Om." Tiba-tiba Angel menahan tangan Pak Wijaya hingga terlepas dari celana panjangnya.

"Untuk hari ini, cukup sampai di sini saja," ujar Angel tegas sambil tersenyum dan mengedipkan mata.

Perempuan cantik tersebut langsung berbalik keluar dari dapur dan kembali menuju kamar. Sebelumnya, perempuan cantik tersebut masih menyempatkan diri untuk mengelus penis Pak Wijaya yang terlihat telah begitu menonjol dari balik celana. Ia tersenyum binal, kemudian meninggalkan lelaki malang itu sendiri.

Diperlakukan seperti itu, Pak Wijaya tampak luar biasa kaget. Ia tidak sempat menarik tangan Angel dan menahan perempuan tersebut agar tetap bersamanya di dapur. Ketika Angel telah hilang dari pandangan, ia pun menertawai dirinya sendiri.

"Ayah dan Anak sama-sama mengesalkan. Lihat saja pembalasanku nanti," gumam Pak Wijaya kesal.

Keesokan harinya, Pak Wijaya bangun sedikit kesiangan. Setelah ditinggal oleh Angel, ia pun memutuskan untuk melakukan onani hingga kelelahan sendiri dan tidak bisa bangun pagi. Ketika ia keluar dari kamar, Widia dan Angel tampak telah duduk di depan televisi sambil menyantap semangkuk bubur ayam.

"Pagi Om Wijaya," ujar Angel ketika melihat Pak Wijaya keluar dari kamar.

"Siang banget bangunnya, Yah," ledek Widia.

Pak Wijaya hanya tersenyum kepada dua perempuan muda tersebut.

Namun perhatian mereka bertiga kemudian langsung teralihkan oleh sebuah berita di televisi, tentang tsunami yang terjadi di sekitar Pulau Sumatera. Widia pun langsung memandang tajam ke arah ayahnya.

"Ayah, cek kontainer kita. Cepaat!"

Pak Wijaya yang panik pun langsung mencari smartphone miliknya. Sedangkan Angel hanya terheran-heran, tak mengerti apa yang terjadi pada Widia dan ayahnya pagi itu.

^^^

Chương tiếp theo