Setelah Eros pergi, Namara segera mengenakan pakaiannya kembali. Dia keluar mencari Ilene. Saat ini wanita itu sedang duduk di belakang bangunan sambil menyulam kain entah apa itu.
"Ilene, kau tahu di mana kamar Xanda?" tanya Namara tanpa berbasa-basi.
"Kenapa? Apa kau ditolak hari ini?" Ilene bertanya tanpa mengalihkan perhatian dari sulamannya. Entah kenapa itu terdengar mengejek bagi Namara.
"Ya. Jadi apa? Aku masih tidak akan menyerah," balas Namara.
Barulah kemudian Ilene menatap Namara. Dia menggeleng. "Kupikir kau wanita yang waras. Ternyata sama saja seperti wanita-wanita gila lainnya."
Namara merasa sedikit tertohok setelah mendengar komentar itu. Gila? Apa sekarang dia sudah gila? Sulit untuk mengakuinya. Bagaimanapun juga dia memiliki tujuan dan alasan tersendiri.
"Di mana kamar Xanda?" Karena tidak mau berdebat, akhirnya Namara kembali bertanya.
"Dia adalah Nona ke-9. Kau bisa mencarinya di kamar nomor 9," jawab Ilene.
"Terima kasih."
Namara langsung pergi mencari kamar nomor 9. Bangunan ini adalah bangunan yang besar, bahkan ada yang mengatakan jika rumah pelacuran ini adalah yang terbesar di benua Saint Kingglen. Sepertinya begitu.
Jujur saja Namara tidak mengetahui seluk beluk bangunan dengan baik. Perlu waktu baginya untuk mencari. Sekarang dia melewati koridor panjang yang tentu saja gelap karena nuansa bangunan ini memang gelap.
Namara terus melewati koridor sampai mendengar suara beberapa wanita yang sedang bersenda gurau. Ketika keluar dari koridor barulah dia melihat beberapa wanita yang sedang duduk santai bersandingkan beberapa makanan ringan di meja.
Tidak ada Xanda atau siapa pun yang dikenal. Jadi Namara hanya lewat begitu saja mengabaikan mereka. Namun, belum juga sempat melangkah jauh, dia mendengar seseorang membicarakannya.
"Lihat, lihat. Itu adalah wanita pendatang baru yang sempat membuat Eros marah," ucap wanita yang berpakaian serba ketat.
"Oh, jadi itu dia? Aku pernah mendengar gosipnya belum lama ini."
Wanita yang jumlahnya ada lima orang itu langsung menjatuhkan pandangan pada Namara. Mereka mengamati sosok Namara dari atas ke bawah seperti sedang menguliti sesuatu.
"Biasa saja. Apanya yang bagus dari wanita klan Matahari? Menurutku kau masih yang paling cantik, Nera," ucap seorang wanita berambut pendek yang memiliki tubuh paling kecil.
Wanita berpakaian serba ketat yang ternyata bernama Nera itu langsung terkekeh senang mendengar pujian temannya.
"Tentu saja. Lagi pula kakakku sudah pernah dipilih oleh Eros, jadi kalian pasti tahu bagaimana penampilanku," ujar Nera dengan bangga.
"Benar. Kalian kakak beradik memang memiliki penamilan yang sama-sama cantik," timpal wanita yang lain.
Nera mengamati Namara dengan seringaian. "Kalian tahu? Dia baru saja dipanggil untuk menemui Tuan Eros. Ah, aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Namun, melihat wajahnya yang datar kurasa tidak ada hal baik di sana," ucap Nera yang terdengar begitu mengejek.
"Lagi pula memangnya Tuan Eros menyukai wanita dari klan lain? Apa lagi klan Matahari pernah memiliki konflik dengan klan Sayap Hitam."
"Hahahah. Klan Matahari itu tidak ada bagusnya sama sekali. Mereka hanya bisa bermain dengan kekuatan api. Apa bagusnya itu?"
Namara memejamkan mata sambil mengepalkan telapak tangannya. Apa mereka sedang menjelek-jelekkan klan Matahari? Apa mereka sedang mengejeknya?
Langkah kaki Namara terhenti. Dia memutar tubuhnya dan menatap kelompok penggosip itu dengan datar. "Jika kalian tidak menyukaiku maka cukup bicarakan saja aku. Untuk apa kalian berbicara buruk tentang klanku juga?"
Wanita berambut pendek yang sebelumnya sangat menyanjung Nera, kini menatap Namara dengan sinis. Dia berdecih. "Tentu saja itu bukan urusanmu. Apakah seseorang perlu meminta izin padamu jika ingin membicarakan sesuatu?"
"Tidak. Namun, aku tidak mengizinkan sesorang menjelekkan klan Matahari sampai suaranya terdengar ke telingaku," ucap Namara. Dia tidak suka seseorang menjelek-jelekkan klan Matahari.
Wanita berambut pendek itu tidak percaya Namara akan menjawab dan menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan. Semua orang harus tahu bahwa kelompok Nera adalah kelompok yang cukup digandrungi di rumah ini. Siapa yang berani membuat masalah dengannya?
Namun, Namara ini terlalu bodoh atau bagaimana?
"Lihat, Nera. Sepertinya dia memiliki banyak keberanian."
Nera menyangga dagunya sambil menatap Namara. "Lalu apa? Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk menghentikan kami dari membicarakan klanmu?" Dia terkekeh kecil.
"Lagi pula siapa kau? Aku rasa kau hanya rakyat rendahan di sana. Untuk apa juga membela klan yang sudah kau tinggalkan? Bukankah sekarang kau sudah menjadi jalang di sini?" lanjut Nera tanpa memerhatikan ekspresi Namara yang menggelap.
"Bahkan jika aku adalah jalang, aku akan lebih terhormat darimu," balas Namara dengan sinis.
"Apa katamu?" Nera bertanya takut pendengarannya salah.
Namara hanya menatap Nera dengan sinis. Berdebat dengan wanita seperti itu akan menghabiskan terlalu banyak omong kosong. Lebih baik dia pergi dari sana.
Tanpa menjawab pertanyaan Nera, dia langsung berbalik untuk melanjutkan langkah yang sempat tertunda.
Sayangnya Nera masih belum ingin mengakhiri pembicaraan. Matanya menatap sosok Namara dengan tajam dan mulutnya mulai menggumamkan mantra jarak jauh.
Tubuh Namara langsung terasa dingin. Dia menjadi sedikit merinding. Tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti. Tubuhnya terasa seperti terikat oleh tali transparan yang tidak terlihat oleh mata.
Apa yang terjadi?
Namara berusaha berontak. Namun, tidak bisa. Semakin berontak justru ikatan itu menjadi semakin kuat. Sekarang dia mulai merasa sesak napas.
"Aku bertanya-tanya, kenapa kau yang hanya pendatang baru begitu berani di depanku? Aku pikir karena kau memiliki kekuatan yang tinggi. Ternyata tidak begitu," komentar Nera yang lalu berdiri dari kursinya.
Nera berjalan mendekati Namara. "Rupanya kau hanya wanita bodoh yang tidak tahu kemampuan dirimu sendiri!" kecam Nera yang diikuti dengan cemoohan. Dia mencengkeram lengan Namara dengan kuat.
"Apa kau tahu siapa aku?" desisi Nera.
"Memangnya siapa?" tanya Namara yang masih tidak merasa takut.
"Nera! Aku adalah Nera, wanita yang menjadi kegemaran pengujung di sini. Apa kau tahu?!" bentak Nera. Wanita di depannya itu sungguh membuatnya marah.
"Aku tidak tahu."
Nera menjadi semakin marah mendengar jawaban Namara. Apa wanita itu benar-benar sedang menantangnya?!
Melihat raut wajah Nera yang tampak semakin buruk membuat Namara termenung. Dia mencoba mengingat, tetapi selama tinggal di sana dia memang baru mengetahui ada seseorang yang bernama Nera. Dia tidak mungkin berbohong, kan?
"Dasar keparat!" geram Nera. Tangannya terangkat dan asap hitam langsung muncul di tangannya. Secepat kilat asap itu melesat menyerang Namara dan ....
Boomm!
Ledakan kuat langsung terdengar. Ruangan di sana bergetar selama beberapa saat. Ketika pengaruh ledakan mereda, sesuatu yang mengejutkan akhirnya terungkap.
Orang yang terlempar bukannya Namara, melainkan Nera! Bagaimana ini bisa terjadi?
Namara menatap heran pada sosok Nera yang sudah tersungkur beberapa meter darinya. Kemudian dia beralih meneliti tubuhnya sendiri yang baik-baik saja. Bahkan ikatan sihir yang sebelumnya mengikat tubuhnya, kini sudah lenyap.
Apa yang terjadi? Namara merasa cukup bingung dan terkejut.
Bukan hanya Namara, tetapi kelompok wanita yang suka bergosip itu juga merasa terkejut. Bagaimana mungkin Nera bisa dikalahkan? Padahal mereka melihat dengan jelas kalau Namara tidak melakukan apa pun.
Apa wanita itu diam-diam sudah menyembunyikan kekuatannya di hadapan Nera? Berbagai asumsi mulai memasuki pikiran mereka.