"Saya terima Nikah dan Kawinnya Faradiba Alifah Az Zahra bin Ardania Saputra dengan mas kawin Al-Quran dan emas seberat 50 gram di bayar tunai" kata Alif lantang dengan sekali tarikan nafas.
"Bagaimana saksi?"
"Sah"
"Sah"
"Alhamdulillah" kata pak penghulu dan orang-orang yang menyaksikan pasangan pemuda-pemudi yang menikah di usia yang masih sangat terbilang belia ini.
Tak terkecuali dengan Eyang yang sedari tadi menitipkan Air mata haru melihat cucunya menikah. Dia usia berharap pernikahan ini sampai akhir hayat. Semoga Allah meridai keputusannya. Iya, meskipun ini terlihat dipaksakan tetapi ia berharap inilah keputusan yang terbaik. Ia ingin melihat cucunya bukan Cuma cemerlang di bidang akademik tapi di bidang Agama juga ia harus cemerlang.
Menikahkan Alifah dan Alif tidak serta Merta karena amanat sahabatnya, tetapi karena ia melihat Alifah memiliki potensi yang bisa mengajak cucunya mencintai sang pencipta-Nya. Dan menjalankan perintah Allah sesuai syariatnya. Andai saja Alifah bukanlah cucu sahabatnya, ia tetap akan menjodohkan Alif dengan Alifah. Siapa yang akan melepas berlian indah dan mahal?
Dan inilah amanat Almarhum Putranya sebelum ia meninggal, mencarikan jodoh anaknya. Jangan sampai ia salah memilih. Cukuplah ia yang merasakannya, anaknya jangan. Jangan karena cinta yang di bungkus dengan nafsu membutakan ia dalam memilih pasangan. Karena kalau itu sudah terjadi, maka hanya ada penyesalan yang tersisa. Ibarat jika nasi sudah jadi bubur, maka kita harus membuat bubur itu agar bisa terlihat enak agar bisa di makan. Tetapi, seenak-enaknya bubur belum tentu semua orang menyukainya. Dan kita tidak boleh memaksa untuk memakan bubur tersebut, meskipun itu terlihat enak dan menggiurkan. Karena bisa saja kita memuntahkannya jika di paksakan.
Nah, sekarang jika dia sudah dipanggil menghadap sang Khaliq maka dia sudah tidak khawatir lagi. Amanat Anaknya ia sudah tunaikan. Sekarang waktunya memikirkan bagaimana caranya agar sang cucu bisa bertahan dengan pasangannya sebentar saja, karena ia yakin jika dia sudah mengenal Allifah lebih dalam lagi maka cinta itu akan tumbuh. Karena sosok Alifah sangat gampang menarik perhatian seseorang. Apalagi cucunya sangat mudah bagi Alif mencintai Alifah. Karena pada dasarnya cucunya, itu butuh perhatian dan cinta, dan dia yakin Alifah bisa memberikan perhatian itu.
Setelah doa di panjatkan selanjutnya adalah pertukaran cincin dan penandatanganan buku Nikah.
Sedari tadi Alifah kurang Fokus, bahkan ia tidak menyimak Ijab Qabul yang di ucapkan Alif . Barulah ia sadar ketika orang-orang yang hadir di mesjid itu mengucapkan SAH.
"Ayo kita turun ke bawah" kata Bu Tania mengajak sang menantu turun ke lantai satu di mana sang anak baru saja mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan sang Khaliq. Sang penguasa Alam Raga Raya dan pastinya di saksikan oleh ribuan malaikat yang turut serta menyaksikan sumpah Mitzakan Gharizah itu.
Suasana di bawah yang hanya di hadiri oleh keluarga terdekat saja. Alasannya apalagi kalau bukan untuk mengurangi khalayak tahu, yang bertujuan agar orang tua atau murid tidak tahu jika mereka telah menikah. Bukan karena takut mereka di cemooh telah melakukan perbuatan yang tidak semestinya alias kecelakaan pernikahan (hamil di luar nikah yang sekarang lagi tren ) . Tetapi karena kesepakatan mereka berdua (doa AA alias Allifah dan Alif ) agar teman-temannya tidak kepo dengan status mereka sehingga mengganggu pelajaran. Pasti mereka akan kerepotan menjelaskan, apalagi Alif yang memiliki Alifah yang lain yang harus dia jaga perasaannya, meskipun hubungan mereka lagi bermasalah.
Karena pastinya, satu sekolah akan heboh nan histeris jika ada yang tahu. Persepsi akan bertentangan dimana-mana, dan itu sesuatu yang hal yang harus di hindari.
Sama halnya degan Alifah, alasannya sendiri karena dia tidak siap menjadi selebriti di sekolah yang akan membuatnya pusing tujuh keliling. Dia tidak mau memiliki heters. Dia ingin menjalani ujian sekolah yang damai dan menyenangkan. Apalagi pernikahan ini tidak sah di mata Allah, jadi buat apa orang-orang tahu.
Dan untungnya Eyangnya bersedia mengikuti kekompakan doa AA ini, apalagi dia di ancam kalau tidak dituruti mereka membatalkan pernikahan. Maka dari itu terpaksalah konsep pernikahan yang elegan ala nyonya Melati karena Alif merupakan cucu satu-satunya di ubah menjadi pernikahan yang sangat sederhana dan syar'i Ala Alifah alias sesuai konsep Islam, yakni tidak berlebih-lebihan, tidak bermewah-mewahan dan tentunya tidak bertabarruj. Tamu laki-laki dan perempuan di pisah dengan tirai, untungnya pula pernikahannya di adakan di salah mesjid terdekat rumah Alif, jadi pemisahan laki-laki dan perempuan jadi terasa mudah.
Meskipun awal penuh dengan protes oleh keluarga Alif. Mereka berpikir, kenapa mesti di pisah sementara mereka ada keluarga terdekat dan termasuk keluarga inti.
Tapi karena Alifah tampil menjelaskan konsep pernikahan Islam sesuai pemahaman yang di dapatnya selama mengkaji Islam, maka mereka pun menerimanya. Apalagi sang Eyang mendukungnya, keluarganya bisa apa??
"Sayang kamu kok dari tadi melamun sih??" tegur Eyang. Sedari tadi mereka menyodorkan berkas pernikahan yang harus ia tanda tangani tetapi Alifah hanya diam bahkan setelah Alif menyodorkan pulpen tapi dia tetap diam dengan tatapan yang kosong dan gagal fokus.
Setelah tersadar Alifah pun memberikan tanda tangannya di berkas tersebut dengan tangan yang bergetar dan dada yang semakin bergemuruh karena pemberontakan.
"Sekarang cincinnya di pasang ya. Tapi kali ini biar Alif yang pasangkan, oke" canda eyangnya dengan kerlingan mata yang jail, teringat kejadian dua hari yang lalu.
Dengan ragu dan tidak ikhlas Alifah menyodorkan tangan ke Alif. Jangan lupakan keterpaksaannya.
Lain halnya dengan Alif, tanpa ragu ia menerima tangan dan memasangkan Cincin di jari manis Alifah yang imut dengan dada yang berdebar menyenangkan. Menyenangkan?? Iya, dia suka dadanya yang berdebar ini, rasanya ada yang lain, membuncah, seakan ada kupu-kupu yang beterbangan. Menghianati akalnya jika dia tidak suka pernikahan ini. Nyatanya ia merasa puas dan lega setelah ia memasangkan cincin di tangan Alifah yang dingin, sedingin es batu. Ada apa dengannya? Dia pun tak tahu jawabannya.
Setelah Alif berhasil memasangkan cincin mutiara yang cantik yang tampak begitu serasi dijari Alifah, sekarang tibalah waktu gilirannya. Menunggu mempelainya memasangkan cincin di jarinya. Tapi ada apa dengan Istrinya?? Istri? Wah sungguh aneh menyebut Alifah istrinya.
Tapi lupakan masalah kata-kata aneh, sekarang waktunya menyadarkan istrinya ke dunia nyata yang sepertinya dunianya tidak di sini, yang entah berkelana ke mana?
"Apa kamu bingung di jari mana kamu ingin memasangkan cincinnya? Jari manis kalau kamu tidak tahu" sindir Alif mengejek.
Dengan sekali hentakan cincin itu masuk secara kasar, beda dengan Alif tadi, dia memasang cincin dengan lembut penuh hati-hati. Seakan jari Alifah adalah kaca yang gampang pecah. Tapi lihatlah ulah istrinya. Sadis.
"Nah sekarang kalian pasti tahu kan selanjutnya apa?" kembali Eyang memberi interupsi.
Perlahan Alifah kembali menyambut tangan Alif untuk Salim sebagai penghormatan sebagai seorang istri. Dan Alif membalasnya dengan mencium ubung-ubung sang istri, selanjutnya mendoakan istrinya sebagai keselamatan dan kebaikan atas apa yang ada padanya.
Hati Allifah bergetar hebat saat bibir basah Alif menyentuh permukaan kulit ubung-ubungnya. Istigfar dan pengaduan kepada Allah atas pengakuan dosanya hari ini tak henti-hentinya ia dengungkan. "Maaf saya Ya Allah atas lemahnya saya sebagai manusia. Dan kumohon jangan ambil dulu nyawaku"
Deg.
Alif tertegun melihat mata Alifah yang memerah. Mata itu tidak menumpahkan airnya, tetapi dia yakin mata itu pasti menumpahkan air mata. Meskipun penata rias bisa membuatnya tidak terlihat jelas, tapi Alif tahu hanya dengan sekali tatap. Ada apa dengannya? Dari tadi Alifah tidak pernah mengeluarkan suara, hanya diam dan gadis jadi penurut seperti sapi yang d cocol hidungnya dengan tali oleh sang tuan. Apa betul mamanya benar-benar membuat Alifah tak bisa berkutik? Apa yang di lakukan mamanya pada Alifah? Mengapa gadis yang tak gampang terpengaruh dengan kondisi apa pun menjadi gadis penurut yang manis?
Tak ada ekspresi yang berlebihan seperti dirinya. Dia berharap Alifah akan menampakkan kembali rona merah mudah di pipinya sehingga terlihat manis dan menggemaskan sebagai wujud malu-malu kucingnya. Tapi ini, jangankan rona merah mudah, senyum karena paksaan pun tidak. Alifah benar-menampakkan wajah murung sebagai ketidaksukaan atas pernikahan ini. Dan sungguh hatinya tak menerima ini semua. Jadi hanya dia yang berdebar dengan pernikahan ini? Alifah enggak? Huh memalukan.
Lama ia menatap Alifah dengan tatapan tajam penuh mengintimidasi. Tapi gadis yang ada di hadapannya ini tak tahan di tatap seperti itu, Allifah mengira Alif akan melahapnya.
"Kenapa menunduk? Kan sudah halal?" Alifah semakin menunduk di tanya seperti itu. Alif mengangkat dagu Alifah agar tengadah sehingga mata merah Alifah yang memerah terlihat jelas. " Kamu menangis semalaman, hemm? Kenapa?"
"Ini bukan pernikahan yang ku impikan"
Mendengar jawaban Alifah, hati Alif membara. Rahangnya mengeras tidak menyangka mendengar jawaban seperti itu. Tangannya ikut terkepal kuat, dan tangan satunya yang masih memegang dagu Alifah tanpa sengaja mencengkeram kuat sehingga Alifah sedikit meringis.
"Aku akan membuatmu menyukainya dan tidak bisa lepas dari pernikahan ini meskipun kamu menangis darah sekalipun" ancam Alif sebelum melepas tangannya dari dagu Alifah lalu meninggalkan pergi.