Siang itu, terdengar gemuruh besar dari atas Right Head, tempat Vabica tengah menjalankan tugasnya. Ia menengadahkan kepala untuk melihat sumber suara.
Agrrav, kapal induk Abaddon, yang dikomandoi langsung oleh Grief mulai bergerak. Selama ini Grief mengaktifkan mode penyamaran hingga membuat Agrrav tidak terlihat.
Marlat yang berada dalam Trava yang sama dengan Vabica, bergegas menghampiri gadis itu dengan wajah pucat.
"Ada apa?" tanya Vabica tanpa menoleh ke arah Marlat. Tatapannya masih tertuju pada Agrrav yang mulai bergerak secara perlahan.
"Aku mendapat kabar dari pusat. Agrrav akan meluncurkan serangan besar-besaran ke Centra Head," jawab Marlat sambil ikut mengamati pergerakan kapal induk Abaddon itu dari dalam Trava.
Vabica hanya terdiam menanggapi berita buruk yang baru saja ia terima. Ia tidak tahu harus bagaimana. Jangankan untuk menyerang Agrrav, mendekatinya saja bisa dibilang mustahil.
"Jadi... Selama ini mereka menyerang hanya untuk memperlemah pertahanan kita. Inilah serangan utama mereka," sambung Marlat lagi.
"Bagaimana situasi di Centra Head?" Kali ini Vabica menoleh ke arah Marlat sambil menatap tajam.
"Sepertinya para petinggi sudah mengambil langkah terbaik yang bisa dilakukan. Mereka tengah mengosongkan Centra Head sekarang."
Vabica mengusap matanya yang terasa lelah. Selama peperangan berlangsung, ia hanya tidur paling lama 1 jam sehari.
"Aku akan menghubungi kakakku, tolong ambil alih untuk sementara," ujar Vabica sambil pergi menuju bagian belakang Trava.
Vabica merebahkan tubuhnya di kursi, menghela napas panjang, lalu mengaktifkan alat komunikasi yang ia sematkan di telinga kanan.
Namun nihil. Tidak ada jawaban dari Heim.
"Aku harus bagaimana...?" pikir Vabica yang secara tidak sadar meneteskan air matanya. Tapi tak lama kemudian, ia dikejutkan oleh suara yang berasal dari kokpit.
"Vabica!!" Marlat memekik dengan kencang.
Vabica bergegas menghapus air matanya, lalu berjalan cepat menghampiri Marlat.
"Ada apa??"
Wajah pucat Marlat terlihat lebih jelas kali ini. Ia mengacungkan telunjuknya ke atas, ke tempat Agrrav berada.
Bagian depan Agrrav terbuka lebar. Dari dalamnya keluar senjata meriam raksasa, mengarah ke sebuah titik. Terlihat cahaya menyilaukan dari meriam itu yang disertai dengan dengungan nyaring. Suara dengung itu bahkan bisa terdengar jelas dari dalam Trava yang berada jauh.
Wuuuuuuussh!!! Seberkas cahaya ditembakkan dari meriam, melesat jauh ke sebuah titik. Serangan itu mengarah langsung ke Centra Head.
Dalam sekejap, Centra Head musnah tak tersisa terkena serangan dahsyat itu. Bahkan medan pelindung tidak berfungsi menghadapinya.
Terjadi kepanikan di pihak Cerberus, terutama bagi mereka yang tengah bertugas melindungi Centra Head.
Bangunan kokoh itu musnah menyisakan debu, membawa serta beberapa orang yang masih berada di dalamnya.
Untungnya hanya bagian atas Centra Head saja yang luluh lantak. Bagian bawah termasuk bungker masih aman, walau mereka yang berada di sana terjebak tidak bisa keluar.
[•X-Code•]
Di tengah kepanikan yang tengah melanda, terjadi sebuah hal tidak terduga.
Pesawat-pesawat pasukan Abaddon yang bertugas menyerang Right Head sekaligus melindungi Agrrav, tiba-tiba saja hancur.
Pesawat-pesawat itu hancur tanpa meninggalkan jejak, bahkan tidak ada abu sedikit pun.
Vabica yang melihat dengan jelas kejadian aneh itu hanya bisa terbelalak. Pikirannya berusaha mencerna apa yang barusan saja ia lihat, namun buntu. Ia tidak bisa memahaminya.
Tapi rasa heran itu segera terjawab. Sebuah pesawat yang baru pertama ia lihat, yang sama sekali berbeda dengan pesawat manapun, muncul secara tiba-tiba di depan Trava miliknya.
"Master Vabica, pesawat itu menghubungi kita," ujar seorang pasukan Cerberus yang bertugas sebagai pilot.
"Sambungkan!" perintah Vabica dengan cepat.
Setelah disambungkan, suara yang tidak asing lagi bagi Vabica terdengar dari balik panggilan itu.
Mendengarnya, air mata Vabica kembali mengalir deras. Namun kali ini disertai dengan rasa syukur yang amat dalam.
"Ainlanzer X Revolt, Riever Draco, Kievra Draco, siap bertugas!"