webnovel

Memandang Bintang (5)

Saat Emma masuk ke kamarnya untuk beristirahat, tadinya ia mengira dirinya akan kesulitan untuk tidur, ternyata ia salah. Tubuhnya merasa lelah dan mentalnya cukup disibukkan oleh berbagai pemikiran tentang nasib orang tuanya.

Emma sangat takut membayangkan bahwa, walaupun ia berusaha keras mencari ayah dan ibunya, ternyata ia akan menemukan kenyataan bahwa mereka sudah tiada.

Ia tertidur beberapa menit setelah membaringkan diri di tempat tidur.

Tiga jam kemudian, sebuah tangan menyentuh tangan Emma dengan halus. Gadis itu segera membuka mata dan menyadari bahwa Haoran duduk di samping tempat tidurnya dan berusaha membangunkannya dengan menyentuh tangannya pelan.

"Eh... sudah jam dua?" tanya Emma sambil bangun dan mengusap matanya. "Aku mau cuci muka dulu.

Ia lalu berjalan ke arah wastafel dan membasuh wajahnya agar tidak mengantuk lagi. Haoran menungguinya selesai dan kemudian berkata. "Anak-anak sudah terkapar tidur pulas di kamarku, aku tak bisa menyuruh mereka keluar. Jadi aku akan membawa teleskopnya ke sini? Bagaimana pendapatmu?"

"Oh, begitu ya?" Emma kemudian mengangguk. "Baiklah."

Ia lalu berjalan membuka pintu ke balkonnya sementara Haoran kembali ke kamarnya dan tidak lama kemudian datang lagi sambil mengangkut teleskop besar yang tadi dipasangnya di balkon kamarnya.

Haoran menaruh teleskopnya di balkon Emma dan menatanya agar mereka dapat menikmati hujan meteor yang sebentar lagi dimulai.

"Bawa bantal duduk ke sini, biar kita bisa duduk di lantai sambil mengamati langit," kata Haoran kemudian. Emma mengangguk. Ia membawa dua buah bantal lantai yang besar dan menaruhnya di dekat teleskop.

"Untung langit cerah, jadi kita bisa melihat hujan meteor dengan sempurna," kata Haoran gembira.

Emma hanya tersenyum mendengar kata-katanya. Baginya cuaca cerah atau buruk tidak ada bedanya. Dengan kekuatannya, Emma dapat mengatur agar langit tidak menurunkan hujan bila ia inginkan.

"Aku mau membuat teh untuk kita," kata Emma. "Tunggu di sini sebentar."

"Aku ikut," kata Haoran. Ia mengikuti Emma berjalan ke dapur dan menemani gadis itu membuat satu poci teh untuk mereka. Setelah selesai ia membawakan nampan berisi poci teh dan dua buah cangkir, sementara Emma membawa camilan untuk mereka selama mengamati langit.

Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk di bantal lantai di balkon kamar Emma dan dan bersiap mengamati langit.

"Sudah dimulai," kata Haoran sambil menyesap tehnya. Ia menunjuk ke langit di atas mereka. "Barusan aku melihat ada dua bintang jatuh. Coba kau lihat pakai teleskop, pasti ada ratusan yang tertangkap lensa teleskop."

Emma mengangguk. Ia meletakkan cangkirnya di lantai dan segera mengamati langit lewat teleskop di depannya.

"Aahh..!" Tanpa sadar ia menjerit pelan kegirangan. Ia telah melihat ratusan meteor melesat turun di angkasa dan terbakar saat menembus atmosfer bumi. Sungguh pemandangannya indah sekali. Bagaikan melihat ratusan bintang jatuh. "Ini bagus sekali...!!!"

Emma tak henti-hentinya memekik kegirangan saat melihat bintang jatuh demi bintang jatuh meluncur di langit malam. Ini jauh lebih indah daripada kembang api yang tadi mereka saksikan.

Haoran hanya tersenyum mendengar pekik kegembiraan Emma. Ia mendekati gadis itu dan duduk di sampingnya untuk melihat dari teleskop begitu Emma menarik matanya dari lensa.

"Cantik sekali..." kata Haoran.

"Iya.. benar. Cantik sekali. Kau lihatlah sendiri." cetus Emma. Ia melepaskan matanya dari lensa teleskop dan menoleh ke arah Haoran.

Untuk sesaat, gadis itu tertegun. Haoran ternyata sedang memandangnya saat mengatakan kalimat 'cantik sekali' tadi. Dan kini wajah mereka saling berhadapan dalam jarak dekat sekali.

"Cantik sekali," kata Haoran lagi sambil tersenyum. Ia sangat senang melihat betapa antusiasnya Emma mengamati langit malam ini, dan ia pun menjadi terpesona. Malam ini, menurutnya Emma tampak lebih cantik dari biasanya karena ada aura kegembiraan yang sangat nyata terpancar dari gadis itu.

Emma menatap Haoran tanpa berkedip. Haoran menatap tepat ke sepasang mata topaz Emma dan tersenyum tipis.

Suasana yang sepi dan syahdu, dihiasi oleh hujan meteor di langit, membuat perasaan keduanya menjadi romantis, dan dada mereka dipenuhi kehangatan yang membuncah.

Haoran perlahan-lahan memejamkan mata dan mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Emma. Gadis itu menahan napas dan saat bibir mereka bertemu, ia secara alami merespons ciuman Haoran. Emma lalu memejamkan matanya dan menyambut bibir Haoran yang manis.

Mereka berciuman lembut. Sepasang tangan Emma dikalungkan ke leher Haoran, sementara kedua tangan pemuda itu memeluk pinggangnya.

Chương tiếp theo