webnovel

Pertemuan

Sore hari di markas Divisi Satu Aliansi Kebebasan tidak ada bedanya dengan siang hari. Kabut masih tetap tebal. Tapi ketika memasuki malam, baru terasa. Jarak pandang semakin dekat. Tidak ada yang beraktivitas di malam hari kalau memang tidak ada yang perlu dikerjakan. Ketika memasuki malam, Darma tidak bisa tidur. Dia kembali teringat ibunya yang seorang diri di rumah berpikiran anaknya sedang bekerja di Stasiun Luar Angkasa Efora. Padahal, dirinya sendiri tidak berada di sana. Tetapi berada di sebuah tempat yang asing dan bimbang siapa dia sebenarnya. Semenjak keluar dari Bumi dan menginjakkan kaki di Efora, keanehan demi keanehan terjadi dalam hidupnya.

Darma orangnya apatis. Dia tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar galaksi sana. Selama tidak mengganggu hidupnya, dia tidak akan ambil pusing. Namun, sepertinya pemikiran itu harus dia singkirkan. Karena semakin dia mengenal apa yang terjadi di galaksi ini, semakin dia harus ikut andil dan mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada. Meski, dia sendiri hanya setitik debu dari sekian debu yang bertebaran di galaksi ini.

Darma merenung lagi dan lagi. Semakin dalam dia merenung, semakin berat matanya. Dia lalu tertidur dan dibangunkan oleh suara ketukan pintu. Setelah bangkit sambil mengusap matanya, Darma berjalan ke arah pintu lalu membuka pintu. Terlihat Yora yang tersenyum ramah.

"Ada apa Yora?" Darma masih sedikit mengantuk.

"Tidak ada. Aku hanya ingin mengajarimu cara menggunakan senjata."

"Untuk apa?"

"Untuk berjaga-jaga. Minimal kau bisa menggunakan senjata."

"Aku tidak tertarik."

"Memangnya kau mau mati konyol?"

"Maksudmu?"

"Jika kita dalam sebuah misi dan berhadapan dengan musuh, kita harus bisa melindungi diri sendiri."

"Apa itu harus?"

"Wajib."

Darma mengangguk dengan terpaksa. Yora lalu berkata kalau dia akan menunggu di tempat latihan yang letaknya di menara seberang. Darna mengangguk. Dia lalu menutup pintu dan mempersiapkan diri dengan mandi terlebih dahulu.

Satu jam dia baru keluar kamar dan berjalan kaki menuju menara seberang melewati jembatan. Darma sempat berhenti di sisi jembatan dan melihat ke bawah yang begitu gelap. Seketika kakinya sedikit gemetar. Mengerikan rasanya kalau membayangkan dia jatuh.

Setelah sampai, Darma melihat banyak sekali anggota Aliansi Kebebasan berkumpul. Wardan, Rex dan semua anggota berkumpul. Mereka bersiap untuk berlatih menembak dan bela diri.

"Ramna tidak ikut?" Tanya Darma ketika dia pertama kali memegang senjata seperti pistol berwarna putih dan bentuknya seperti kumbang melengkung di bagian kokang atasnya.

"Dia kan seorang alkemis. Keahliannya sudah mumpuni untuk menyerang musuh," Jawab Yora.

Pertama, Darma diajari caranya dasar-dasar dari senjata ini. Untuk mengisi amunisi, cukup tekan tombol yang ada di samping dan magasin akan keluar dan bisa diganti dengan magasin baru yang diisi penuh dengan amunisi. Untuk amunisinya sendiri tidak menggunakan peluru. Melainkan semacam cairan berwarna biru. Jika ditembakkan, akan keluar seperti sinar plasma atau laser yang sangat panas dengan suara yang khas.

Darma diarahkan untuk mempersiapkan kuda-kudanya. Kedua tangannya memegang pegangan pistol yang kemudian dia bidikan ke objek manekin. Jari telunjuknya sudah menempel ke pelatuk dan siap untuk menembak. Setelah target terkunci, Darma menarik pelatuk dan pistol pun mengeluarkan amunisi yang tepat mengarah ke kepala manekin. Kepala manekin tersebut hancur dengan sisa-sisa asap seperti terbakar.

"Coba kau tembak objek yang lainnya," Yora menunjuk ke arah manekin yang lain.

Darma menembak semua manekin dengan membidiknya secara perlahan untuk hasil yang akurat. Hal ini dimaklumi karena dia baru kali ini memegang senjata.

"Cukup," Kata Yora sambil bertepuk tangan.

Selanjutnya, Darma diajarkan ilmu bela diri. Tapi berhubung Darma sangat awam, dia hanya diajari teknik dasar saja oleh Wardan. Sebelum mulai latihan, pemanasan dilakukan. Barulah latihan dimulai. Teknik dasar seperti tendangan dan pukulan diajarkan oleh Wardan. Begitu santainya Wardan mengajarkan teknik dasar ini. Sehingga Darma merasa nyaman ketika berlatih. Bahkan Darma tak terasa kalau waktu sudah habis.

"Latihan kali ini kita sudahi dulu."

Wardan berdiri tegap. Dia kemudian membungkuk. Dan semua anggota yang berlatih membubarkan diri masing-masing.

Darma dan Yora berjalan keluar. Dan mereka bertemu dengan Ramna yang sudah menunggu mereka.

"Bagaimana latihanmu?" Tanya Ramna.

"Masih samar-samar. Aku bingung para kapten divisi satu mereka dapat kekuatan dari mana."

"Pada dasarnya, bangsa mereka memang kuat. Makhluk di galaksi ini unik. Ada yang biasa saja seperti kebanyakan penduduk Bumi dan Efora. Ada juga yang luar biasa seperti para penduduk Manda, dan planet asal dari para kapten divisi satu."

Darma hanya diam.

"Juga, ada kekuatan yang tidak bisa dipelajari oleh bangsa lain dan hanya bisa dipelajari hanya satu bangsa saja."

"Apa itu?" Darma penasaran.

"Contohnya seperti Kapten Divisi Satu Aliansi Hijau. Dia adalah seorang wanita dari planet Elfor. Dia memiliki kekuatan telekinesis. Selain bisa terbang, dia juga bisa membuat objek melayang dan menghantamkannya ke objek yang dia mau."

"Mengerikan sekali kekuatan mereka itu."

"Untuk itulah para kapten divisi satu baik dari lima aliansi terkuat dan aliansi kita itu sering dijuluki makhluk terkuat di galaksi ini."

"Rasanya julukan itu agak berlebihan."

"Aku setuju," sahut Yora.

"Masih ada kapten-kapten yang lain. Kau masih ingatkan kalau setiap aliansi itu memiliki sepuluh divisi?"

Darma mengangguk.

"Itu berarti, jika digabung, ada lima puluh divisi dari lima aliansi terkuat. Secara tidak langsung, ada lima puluh orang kuat. Baik dari segi kekuatan fisik, ataupun kekuatan militer mereka."

"Aku tak bisa membayangkannya."

"Tapi, yang sering muncul ke permukaan adalah para kapten divisi satu. Sisanya, hampir tidak pernah ada beritanya. Walaupun divisi dua sampai lima mempunyai kapten yang kuat, tapi mereka mungkin melakukan misi yang lain."

"Berarti kekuatan mereka berpusat pada divisi satu?"

Ramna mengangguk.

"Jadi, selain divisi satu, divisi yang lain itu seperti cadangan. Dan hanya melakukan misi-misi kecil saja," tegas Ramna.

Darma semakin bingung dengan runyamnya masalah di galaksi ini.

***

Sudah sewajarnya jika ada pertemuan orang-orang penting, semua dipersiapkan dengan baik. Sebuah istana sangat besar di sebuah planet yang terletak di daerah bintang Sangga, sedang menggelar sebuah pertemuan. Bukan pertemuan biasa. Melainkan pertemuan para komisaris atau para pemimpin planet yang tergabung dalam Aliansi Hijau.

Istana ini sungguh megah. Jika dilihat, seperti sebuah istana untuk para raksasa. Di dalam sudah disiapkan sebuah meja panjang yang terdiri dari tiga puluh lima tempat duduk. Bendera-bendera warna hijau yang terdapat gambar sebuah bekas cakaran berwarna hitam berkibar di setiap tempat. Bahkan tembok-tembok istana yang sangat besar dan tinggi pun ditutupi oleh kain hijau yang gambarnya sama dengan gambar bendera.

Persiapan ini dilakukan untuk membahas kelangsungan Aliansi Hijau. Sebuah pertemuan rutin yang dilakukan jika memang ada pembahasan yang harus dibahas.

Pesawat-pesawat besar turun di sebuah lapangan yang luas. Pesawat tersebut milik para komisaris. Tiga puluh lima pesawat terparkir secara rapi dan dijaga ketat. Sementara para komisaris sudah diantar ke istana menggunakan pesawat yang lebih kecil.

Mereka semua duduk sesuai di kursinya masing-masing. Makanan dan minuman dihidangkan. Penampilan mereka sungguh seperti kalangan elit. Berpakaian mewah dan mahal. Masing-masing ditemani oleh satu ajudannya.

Di depan, terdapat mimbar besar yang berhadapan langsung dengan meja para komisaris. Setelah jamuan makan selesai, Panglima Aliansi Hijau yang badannya berotot, selalu memakai penutup kepala, kulitnya kuning keputihan, dan sudah terlihat tua naik ke mimbar dan mulai berbicara mengenai apa yang akan dibahas kali ini.

"Mohon perhatiannya para komisaris. Kita akan membahas masalah divisi-divisi di aliansi kita yang sudah terlalu banyak," kata Panglima

Semua komisaris bergumam.

Bersambung...

Chương tiếp theo