Kapten Raden memejamkan mata. Lalu, secara cepat dia menumbangkan semua prajurit di dalam ruangan itu. Gerakannya tak bisa dilihat. Semua prajurit tumbang dengan luka-luka yang cukup parah. Kapten Raden berdiri di antara prajurit yang tergeletak kesakitan. Tapi tiba-tiba dari belakang Dermit muncul dan mengayunkan palu berdurinya. Kapten Raden berbalik dan menahan serangan Dermit dengan pedangnya. Mata Dermit terbelalak. Selama ini tidak ada yang bisa menahan serangan palu berdurinya ini. Apalagi makhluk kecil seperti kapten Raden.
Dermin meloncat ke belakang. Dia berpikir kalau dia tidak akan menang melawan Kapten Raden. Tetapi, dia juga tidak akan menyerahkan sumber daya alam planetnya. Ini adalah tanah leluhur. Dia harus mempertahankannya walau harus mengorbankan nyawa.
Dia bersiap menyerang. Dengan cepat dia melompat ke arah Kapten Raden dan melayangkan pukulan. Kapten Raden menghindar. Dermit terus menyerang tapi Kapten Raden juga terus menghindar. Hingga berapa lama sampai Dermit kelelahan. Sepertinya Kapten Raden sengaja membuatnya lelah. Dermit berhenti untuk mengambil napas.
"Menyerah saja. Aku tidak membunuh prajuritmu. Itu bentuk kebaikan hati dariku," kata Kapten Raden.
Dermit merasa bimbang. Jika dia terima tawaran Kapten Raden, dia mengkhianati para leluhur. Jika dia tolak, dia juga takut semua rakyat planet Gorf akan dalam bahaya. Tetapi, dia sudah dilatih bertahun-tahun sebagai prajurit. Hingga dia dipilih menjadi pemimpin. Itu berarti dia termasuk yang terkuat.
Dermit menundukkan kepalanya. Kapten Raden memperhatikan. Dermit membuka semua baju zirahnya. Yang tersisa hanya celana panjang cokelatnya saja. Dermit berkonsentrasi. Sesaat kemudian, ototnya mengembang dan matanya menjadi lebih merah lagi. Dengan cepat dia menyerang Kapten Raden. Walaupun Kapten Raden berhasil menahan palu Dermit, dia terpental hingga sampai keluar lapangan. Kakinya menahan tubuhnya yang terpental sehingga membuat tanahnya berbekas dua garis yang sejajar.
"Kau sudah mulai serius rupanya?" Kapten Raden tersenyum.
"Tak akan aku biarkan kau mengambil sumber daya kami!" teriak Dermit.
Dia lalu berlari dengan cepat ke arah Kapten Raden dan menyerangnya dengan kekuatan penuh. Kapten Raden menahan lagi serangan Dermit. Namun karena kekuatannya lebih besar daripada tadi, tanah yang di mana jadi pijakan kaki Kapten Raden amblas. Sehingga dia dengan cepat menghindar. Dermit menyerang lagi dengan memukul Kapten Raden menggunakan tangan kosong tepat di pipi kirinya dan Kapten Raden terpental jauh hingga menabrak sebuah bukit dan menyebabkan bukti tersebut hancur.
Napas Dermit tersengal. Dia sudah mengeluarkan semua kekuatannya. Tapi, Kapten Raden terbang melesat ke arah Dermit dan melayangkan sebuah tendangan dari atas ke bawah tepat di perut sehingga membuat Dermit terbang ke udara. Lalu, dengan cepat juga Kapten Raden melesat ke atas dan berada tepat di atas Dermit. Dia menebaskan pedangnya lagi ke arah dada Dermit. Seketika Dermit merasa dadanya hancur. Tubuhnya melesat jatuh ke bawah dan menghantam tanah dengan begitu kerasnya. Bahkan tanahnya sampai membentuk sebuah lekukan. Sementara Kapten Raden masih melayang di udara dengan jubah yang terbuka.
Dermit sekarat. Dia melihat samar-samar Kapten Raden melayang di atasnya. Dalam pikirannya dia masih bingung bagaimana makhluk kecil seperti Kapten Raden mampu mengalahkannya. Selama ini jika ada musuh datang, tak ada yang bertahan dari serangan palu berdurinya.
Kapten Raden turun secara perlahan. Dia meletakkan lagi pedangnya di balik jubahnya lalu mengancingnya lagi seperti mantel piama.
"Kau menyerah?" tanya Kapten Raden.
Walaupun sedang sekarat, tapi dari gerak-geriknya, Dermit tetap menolak.
"Berarti kau memilih untuk mati."
Kapten Raden berjalan perlahan ke arah Dermit yang sedang sekarat.
Dia tersenyum lalu berkata, "Aku tidak jadi membunuhmu. Biarlah kau mati secara perlahan."
Di atas atmosfer planet Gorf, Pesawat Induk Divisi Satu Aliansi Biru sedang menunggu perintah kaptennya. Besarnya mungkin sama seperti tiga kota yang digabungkan. Di depan pesawat terdapat sebuah ujung kaliber yang sangat besar. Jika ditembakkan, senjata ini mampu menghancurkan planet seukuran bulan di bumi. Di sisi-sisi pesawat terdapat hiasan seperti duri-duri yang ujungnya tajam. Durinya mirip seperti pedangnya. Berbentuk lingkaran dengan ujung lancip mengerucut. Di sisi kiri dan kanan lambung pesawatnya terdapat kain warna biru besar yang bergambar seperti benteng kerajaan.
Ajudan dan prajuritnya yang memakai seragam warna biru di kokpit menerima perintah dari Kapten Raden untuk segera menurunkan pasukan dan mengambil sumber daya dari planet Gorf. Dengan sigap kapsul-kapsul yang tak terhitung jumlahnya keluar dari pesawat induk. Tidak hanya kapsul, beberapa pesawat yang mengangkut alat-alat berat untuk kebutuhan pengambilan sumber daya juga keluar dan turun menembus atmosfer.
Dermit melihat ke langit yang kini dipenuhi oleh pesawat-pesawat seperti tembok putih yang dipenuhi oleh titik-titik hitam. Sangat banyak sekali sampai sejauh mata dia memandang, langit dipenuhi oleh pesawat-pesawat yang semakin mendekati tanah planet Gorf.
"Kau lihat pesawat-pesawat itu? Itu adalah kapsul-kapsul kecil. Di atas atmosfer planetmu ini, masih ada pesawat induk yang ukurannya jauh lebih besar lagi," kata Kapten Raden sambil membuka tangan kanannya dan mengarahkannya ke atas langit.
Dermit berteriak sambil air matanya keluar.
"Primitif sekali kalian sehingga ada pesawat mendekat saja kalian tidak tahu."
Ketika sampai di tanah, semua pasukan turun dan mulai menginvasi. Walaupun postur tubuh makhluk planet Gorf lebih besar, tapi senjata yang dibawa Aliansi Merah lebih mematikan. Sementara itu pesawat yang membawa alat-alat berat mendarat di hutan-hutan. Ketika pintunya dibuka, alat-alat berat itu keluar dengan dikemudikan oleh seorang prajurit dan mulai menggerus hutan menjadi lahan kosong.
Rakyat Gorf ketakutan ketika tentara Divisi Satu Aliansi Biru mendatangi rumah-rumah mereka sambil menodongkan senjata. Para kepala rumah tangga dipaksa untuk bekerja rodi. Hati mereka sedih dan marah karena harus mengeruk sumber daya planet nenek moyang mereka untuk orang asing. Rakyat Gorf tidak bisa melawan. Jika melawan, maka nasibnya akan seperti salah satu yang melawan. Yaitu ditembak sampai mati.
Huru-hara dan suara tembakan terjadi di seluruh penjuru planet. Tak sedikit darah yang tumpah di atas tanah nenek moyang rakyat Gorf ini. Sebab, tak sedikit juga yang berusaha melawan dengan kekuatan dan senjata seadanya. Anak-anak dan perempuan hanya bisa menangis. Meratapi nasi planet mereka dijajah dengan cara yang sangat keji.
"Jangan bunuh suami saya," lirih seorang perempuan sambil memeluk anak lelakinya yang masih bayi.
"Suamimu sudah berani menentang kami!" bentak seorang prajurit.
Prajurit tersebut menggiring suami dari perempuan tadi ke depan rumahnya. Kemudian dipaksanya duduk berlutut dan menodongkan senjata ke belakang kepala si suami tersebut.
"Aku mohon," perempuan itu bersimpuh.
"Baiklah, aku akan memaafkan suamimu."
Si suami lalu dibawa oleh prajurit tersebut. Planet Gorf sudah ditaklukkan. Semua rakyatnya jadi pekerja paksa di semua bidang pengambilan sumber daya. Dan diperlakukan dengan sangat tidak adil.
Bersambung...