Setelah selesai dengan pekerjaannya, Nadia keluar dari rumah kaca dan pergi ke taman belakang untuk menemui Jean.
"Jean, kamu masih melamun?" tanya Nadia saat tiba di taman melihat Jean duduk dengan tatapan mata yang hampa ke arah kolam buatan Jean.
Jean menoleh ke arah Nadia kemudian tersenyum.
"Duduklah." ucap Jean sedikit menggeser duduknya.
"Apa ada masalah besar? hingga kamu seperti ini?" tanya Nadia sedikit memicingkan matanya menatap wajah Jean yang benar-benar sedih.
"Em... Ayahku sakit parah saat ini. Dan aku tidak harus berbuat apalagi untuk memenuhi keinginan Ayah." ucap Jean dengan tatapan yang tak lepas ke arah kolam.
"Memang, Ayah kamu meminta apa?" tanya Nadia penasaran.
Jean menoleh ke Nadia sekilas, kemudian kembali menatap kolam yang ada di depannya.
"Ayah memintaku di tahun ini memintaku untuk segera menikah." ucap Jean seiring helaan nafas panjangnya.
"Lalu? masalahnya apa sekarang? bukannya kamu bisa menikah dengan Vivian?" ucap Nadia cukup tahu hubungan Jean dengan Vivian yang sudah cukup lama.
Jean terdiam tidak menjawab pertanyaan Nadia.
"Kenapa kamu diam saja?" tanya Nadia semakin penasaran.
Jean menghela nafas panjang.
"Vivian masih belum siap untuk menikah. Bahkan aku minta untuk bertunangan saja, Vivian tetap tidak mau." ucap Jean menceritakan semuanya apa yang telah terjadi pada Nadia. Hingga pada cerita di mana Vivian meminta untuk mengakhiri hubungan.
"Ya Tuhan!! aku tidak percaya ini Jean! bagaimana Vivian bisa setega itu padamu!" ucap Nadia dengan wajah geram dan kesal.
Jean terdiam hanya bisa memainkan kaleng minumannya.
"Sekarang apa rencanamu Jean?" tanya Nadia dengan perasaan sedih, melihat Jean yang terluka.
"Aku tidak tahu. Menurutmu aku harus bagaimana? apa aku membiarkan Ayahku meninggal dalam kekecewaan?" tanya Jean dengan tatapan penuh kesedihan.
"Jean, bagaimana kalau aku membantumu." ucap Nadia dengan tatapan penuh.
"Maksudmu?" tanya Jean membalas tatapan Nadia dengan tatapan tak mengerti.
Nadia terdiam sejenak, kemudian menatap Jean dengan serius.
"Bagaimana kalau kita bersandiwara di hadapan Ayah kamu?" ucap Nadia memberi saran pada Jean.
Mendengar ucapan Nadia yang tidak jelas, segera Jean memutar tubuhnya menghadap Nadia.
"Aku masih belum mengerti. Sandiwara apa yang kamu maksud?" tanya Jean dengan serius.
Nadia menghela nafas panjang.
"Aku tidak tahu, ideku ini baik atau tidak. Yang pasti aku ingin membantumu. Kita akan bersandiwara di hadapan Ayah kamu kalau kita sudah bertunangan." ucap Nadia dengan tatapan serius.
"Jangan Nadia, aku tidak ingin melibatkan kamu dalam masalahku. Ide kamu bisa membuat Ayah semakin berharap agar aku segera menikah dan itu akan membuat kamu terlibat masalah besar denganku." ucap Jean dengan tatapan rumit.
"Lalu? apa...kamu punya ide lain? agar Ayah kamu bahagia di akhir hidupnya?" tanya Nadia menatap wajah Jean dalam-dalam.
"Aku masih belum tahu." jawab Jean benar-benar tidak ingin merepotkan Nadia.
"Kenapa kamu tidak mencoba ideku saja. Yang penting Ayah kamu bisa sehat kembali. Untuk masalah selanjutnya bisa kita pikirkan nanti." ucap Nadia tidak ingin melihat Jean sedih.
Jean menatap wajah Nadia cukup lama.
"Aku hanya tidak ingin kamu terlibat dalam masalahku Nadia? aku takut kamu nanti menyesal dengan ide gila kamu ini." ucap Jean menatap kedua mata Nadia mencari kesungguhan di sana.
"Sudah aku bilang padamu, jika nanti ada masalah. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama." ucap Nadia dengan sungguh-sungguh.
Seketika itu juga Jean memeluk Nadia dengan sangat erat.
"Kamu sahabatku yang terbaik." ucap Jean dengan hati tenang setelah masalah yang di hadapinya menemukan jalan keluar.
"Kamu juga sahabatku yang terbaik. Apa sekarang kamu sudah tenang?" tanya Nadia dengan sebuah senyuman.
Jean menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih Nadia, aku punya hutang padamu sekarang. Kalau kamu ada masalah, kamu juga harus mengatakan padaku. Aku pasti akan.membantumu." ucap Jean seraya menghabiskan minumannya.
"Kamu bisa membayar hutang kamu sekarang. Kamu harus mengantarku pulang. Ini sudah malam, aku tidak ingin menunggu bisa kota sampai pagi." ucap Nadia sambil melihat ke jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Tentu Nona Nadia, tanpa kamu minta aku pasti mengantarmu pulang." ucap Jean seraya berdiri dari duduknya.
"Jean." panggil Nadia setelah ingat sesuatu.
"Hem... apa?" sahut Jean berdiri di hadapan Nadia.
"Kapan rencana kamu membawa aku ke Ayah kamu? aku tidak ingin di saat kamu mengajakku ke sana, aku sudah berkerja di tempat orang." ucap Nadia mau menjelaskan sesuatu tentang pekerjaannya yang baru.
"Maksudmu? kamu tidak bekerja di tempatku lagi?" tanya Jean dengan kening berkerut.
"Kalau kamu masih mengizinkan aku untuk tetap bekerja di sini. Tapi waktunya tidak seperti sekarang. Mungkin tidak bisa setiap hari aku ke sini." ucap Nadia menatap wajah Jean yang berubah serius.
"Kamu mau bekerja di mana? bukannya kamu masih bekerja di rumah sakit?" tanya Jean dengan tatapan tak mengerti.
"Aku sudah keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu. Dan aku sudah memutuskan akan bekerja di rumah Tuan Daren. Mungkin mulai besok atau besok lusa." ucap Nadia sedikit ragu untuk menceritakan tentang pekerjaannya sebagai tukang kebun.
"Apa Nadia? kamu sudah berhenti bekerja? ada apa? apa kamu ada masalah di rumah sakit?" tanya Jean penasaran.
"Aku tidak ada masalah di rumah sakit. Aku hanya ingin suasana yang baru saja. Anggap saja mencari pengalaman." ucap Nadia dengan tersenyum.
"Kamu bekerja di rumah Tuan Daren, apa kamu bekerja sebagai perawat Jonathan?" tanya Jean dengan tatapan penuh.
Nadia terkejut mendengar ucapan Jean yang seolah-olah telah mengenal Jonathan.
"Apa kamu mengenal Jonathan?" tanya Nadia dengan tatapan penuh selidik.
"Ya... Jonathan temanku, aku mengenalnya saat kita dalam pertandingan selancar. Aku dan Jonathan sama-sama suka olahraga. Sebelum dia mengalami kecelakaan. Sekarang kebalikannya, Jonathan membenci kegiatan olahraga." jawab Jean panjang lebar, menceritakan sedikit tentang Jonathan.
"Kenapa begitu? kenapa Jonathan jadi membenci kegiatan olahraga?" tanya Nadia penasaran.
"Karena Jonathan mengalami kecelakaan saat mengikuti balap mobil dan Jonathan harus duduk di kursi roda selamanya." jawab Jean dengan wajah sedih.
Nadia terdiam, ikut merasakan sedih mendengar cerita tentang Jonathan dari Jean.
Namun perasaan sedih itu seketika di tepisnya dengan keras.
"Aku tidak boleh lemah, Jonathan menjadi lumpuh itu karena karma dari Tuan Daren yang telah menyakiti hati Mamaku." ucap Nadia dalam hati.
"Jadi...kamu sekarang akan bekerja sebagai perawat Jonathan, Nadia?" tanya Jean lagi memastikan pemikirannya.
Nadia menggelengkan kepalanya.
"Tidak! aku bekerja di sana bukan sebagai perawat Jonathan." jawab Nadia dengan perasaan kecewa.
"Lalu? kamu bekerja sebagai apa?" tanya Jean semakin penasaran.
Nadia mengangkat wajahnya, sangat ragu untuk menjawab pertanyaan Jean.
"Aku bekerja di sana, sebagai tukang kebun." jawab Nadia dengan suara pelan.
"Apa Nadia??? sebagai tukang kebun??"