webnovel

part 17

Deane kembali mendatangi Ezell. Wajah wanita ini terlihat sangat lelah. Tentu saja, ia kurang tidur dalam 2 minggu ini. Permasalahan yang menimpa suaminya membuatnya tak bisa memejamkan mata dengan tenang. Memikirkan bagaimana suaminya menderita membuatnya tak tahan. Dan kali ini ia datang karena tahu bahwa Ezell adalah orang yang berada di balik kasus yang saat ini menjerat suaminya. Sudah sejak 1 minggu lalu ia tahu mengenai bahwa Ezell adalah pelakunya tapi ia tidak menemui Ezell karena ia tahu hal yang Ezell mau adalah ia datang mengemis dan menunjukan kesedihan pada Ezell. Tapi kali ini ia datan meski ia tahu tentang hal itu, ia tidak bisa membiarkan suaminya menjadi tersangka, meskipun saat ini kasus yang menjerat suaminya baru saja dimulai tapi ia merasa takut kalau suaminya akan mendekam dipenjara.

"Apa yang membawamu datang kemari, Ibu tiri?" Ezell tak membalik tubuhnya, ia tetap menatap ke luar jendela. Memandangi halaman jijau kediamannya.

"Bagaimana bisa kau tega memenjarakan Daddymu sendiri."

Ezell tak mengerti kenapa manusia seperti Deane tak tahu kenapa ia tega melakukan itu pada ayahnya sendiri. Tidakkah jawabannya sudah jelas? Ia mengatakan bahwa ini adalah permulaan, ini baru permulaan.

"Kau salah menanyakan itu padaku. Aku tidak punya hati, siapapun bisa berada dalam posisi suamimu jika aku mau.'

"Aku mohon, hentikan semua ini. Dia sudah kehilangan segalanya dan dia sedang sakit." Deane memelas.

Ezell membalik tubuhnya, ia ingin melihat setiap sakit yang ia berikan pada Deane, ia harus menikmatinya agar semua sakit yang ia rasakan terbalaskan.

"Atas dasar apa kau berpikir aku akan melakukan apa yang kau katakan, Deane?" Ezell menaikan sebelah alisnya, "Harusnya saat ini kau tidak membuang-buang waktumu dengan datang kemari. Pergilah, suamimu membutuhkanmu."

"Aku tidak bisa bernafas, Ezell. Kau mencekikku, tidak bisa membuatku melangkah maju atau mundur. Apa kau benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini?!" Deane mengeluarkan kekesalannya. Wanita berparas lembut itu akhirnya mengeluarkan nada tinggi. Tangannya terkepal kuat karena emosi. Melihat ekspresi Deane, mengingatkan Ezell pada Qiandra. Wanita yang setiap malam tidur dengannya itu juga sering menggunakan ekspresi seperti itu ketika ia marah.

"Tujuanku bukan mencekikmu, tapi membuatmu bunuh diri dan mati." Ezell tak memilih kata-kata, ia mengeluarkan apa yang ia pikirkan, "Aku menerima kenyataan ibuku telah tiada, tapi aku tidak menerima kenyataan bahwa penyebab ibuku tewas hidup dengan bahagia tanpa rasa bersalah sedikitpun. Wanita sepertimu harus musnah dari dunia ini. Kau wanita tapi kau tidak mengerti perasaan wanita lain. Sisi lembut seorang wanita hancur karena wanita-wanita sepertimu!" Sergahnya tajam.

Deane kehilangan kata-katanya, selama 12 tahun ini ia memang tak pernah mengungkit tentang kematian Elizabeth. Ia lebih berpikir bahwa seseorang yang sudah tiada tak harus ia pikirkan. Sekalipun ia merasa bersalah, semuanya tak akan berubah. Yang sudah tiada tak akan pernah kembali lagi. Ia tak mengerti kenapa wanita yang sudah tiada harus menjadi pengganggu dalam hidupnya. Otak Deane bahkan berpikir, harusnya Ezell mati saja bersama Elizabeth maka dengan begitu tak akan ada yang mengganggu hidupnya. Ia mencintai Albert tapi ia tak mencintai Ezell. Ia bahkan sangat senang karena Ezell keluar dari rumah Albert. Namun ia tak pernah menyangka jika akhirnya akan menjadi seperti ini.

Ezell mendekati Deanne, matanya terus menatap tajam mata Deanne yang memperlihatkan kemarahan, "Jika kau sudah tidak tahan dalam situasi ini, maka tinggalkan Albert. Mengangkanglah untuk pria lain, tapi aku sarankan, carilah pria yang tidak bersatus suami orang."

"Aku bukan jalang seperti yang kau katakan!" Deane mengelak. Ia tak terima dikatakan hina seperti itu oleh Ezell.

Ezell mendengus, "Deane, Deane, kau benar-benar tak pernah berkaca. Wanita perebut suami orang adalah wanita yang lebih rendah dari pelacur!"

Deane melayangkan tangannya, namun sayangnya tangannya tertahan di udara karena Ezell telah menangkapnya terlebih dahulu. Ezell menyentak keras tangan itu hingga Deane terjerembab ke lantai. Dengan langkah pasti, Ezell mendekat ke Deane, mencengkram leher Deane dengan kasar, matanya makin memperlihatkan kilatan marah.

"Tak akan aku izinkan kau menyakitiku! Sudah terlalu banyak luka yang kau goreskan!" Cengkraman itu makin kuat, leher Deane benar-benar terasa sakit, ia bahkan tak bisa bicara.

"EZELLL!!" Suara nyaring itu terdengar, kemudian langkah berlari mendekat ke Ezell. "Lepaskan Mommy!" Qiandra memegang tangan Ezell.

Cengkraman Ezell tak mengendur sedikitpun, tiba-tiba saja api kemarahan meledak dalam jiwanya. Tatapan mata Deane yang tak menampakan rasa bersalah sama sekali membuatnya menggila. Ibunya tewas karena wanita ini, namun wanita ini dengan tidak tahu dirinya tetap berada di sisi Albert tanpa mau pergi meninggalkan Albert.

Qiandra melihat ke sekelilingnya, ia meraih pas bunga yang ada di dekatnya, menghantam keras kepala Ezell dengan vas bunga tersebut. Suara nyaring hantaman itu membuat penjaga yang ada di luar masuk ke dalam.

Kepala Ezell berdarah, hantaman itu membawanya kembali sadar, ia melihat ke arah Qiandra, "Beraninya, kau!" Ezell melepaskan Deane, ia beralih ke Qiandra, mencengkram rambut Qiandra dengan kasar. "Bawa jalang itu keluar dari rumah ini!" Ezell akan mengurus Deane nanti, saat ini ia harus mengurus Qiandra yang telah berani melukainya.

"Qiandra! Qiandra!" Deane memanggil putrinya, ia tak terima Qiandra disakiti seperti itu oleh Ezell, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena dua orang sudah menyeretnya keluar dengan kasar.

Ezell menyeret Qiandra ke dinding, membenturkan kepala Qiandra ke dinding hingga membuat mata Qiandra menggelap. Qiandra sudah berpikir ini pasti akan terjadi, tapi ia tak melawan karena ia harus mengalihkan kemarahan Ezell padanya. Ia tak bisa melihat ibunya mati tercekik kehabisan nafas. Tangan Ezell berpindah ke leher Qiandra, mencekik wanita itu dengan kuat hingga membuat wajah Qiandra memucat.

"Beraninya pelacur seperti kalian merusak kebahagiaan keluargaku! Beraninya kalian!" Ezell kehilangan akal sehatnya. Otaknya seperti ingin meledak, hatinya benar-benar sakit seperti ditekan beban berton-ton.

"Dia! Harusnya dia meninggalkan Albert! Harusnya dia tidak bermuka tebal dengan tetap bersama Albert setelah kematian Mommy! Harusnya kalian tak datang! Harusnya kalian tak membuatku menderita karena dendam! Harusnya kalian tidak mengusik hidupku! Harusnya kalian tidak bersinggungan denganku!" Air mata Ezell keluar tanpa ia perintahkan.

Qiandra melihat air mata itu, bahkan ia merasakan sakit dari setiap kata yang Ezell katakan.

"Jika dia menyesal, jika dia benar-benar wanita, maka dia tak akan bahagia di atas kematian Mommyku! Dia bukan manusia! Dia bukan manusia!" Cekikan Ezell semakin kuat. Air matanya makin deras mengalir, ia tak ingin menjadi pendendam seperti ini. Ia tak pernah ingin menjadi orang yang diliputi rasa marah tiap harinya. Ia tak pernah ingin memiliki kenangan yang buruk dalam hidupnya. Ia hanya ingin hidup tanpa membenci, tapi yang dilakukan oleh Deane membuatnya membenci sepanjang hidupnya.

Air mata Qiandra mengalir, benar kata Ezell, bahkan kata maaf tak akan bisa menghapus rasa sakit yang Ezell rasakan.

Kesadaran Ezell kembali ketika air mata Qiandra membasahi tangannya, "Ibumu, aku pasti akan membunuhnya dengan tanganku sendiri, Qiandra! Aku pastikan wanita itu berpisah dengan Albert!" Ezell melepaskan cengkramannya dari leher Qiandra. Qiandra bersandar ke dinding, kakinya terasa lemas karena cekikan Ezell yang membuatnya tak bisa bernafas.

Ezell melangkah pergi, jika ia terus berada di dekat Qiandra, bukan tidak mungkin ia akan membunuh Qiandra. Qiandra memang masuk ke dalam masalah tentang orangtuanya, tapi disini yang salah adalah Deane dan Albert. Ia tak bisa membunuh Qiandra dengan kedua tangannya sendiri.

"Lampiaskan kemarahanmu padaku. Aku tidak akan melawan. Aku tidak akan memohon untuk diampuni. Jika dengan menyiksaku bisa mengurangi rasa sakitmu, maka lakukan itu padaku."

Ezell berhenti melangkah, "Sakitmu tak akan ada arti untuk pembalasan dendamku, Qiandra. Menyiksamu sampai mati tak akan membuat jalang itu meninggalkan Albert. Harus kau tahu, Qiandra. Deane adalah manusia paling egois yang pernah aku temui di dunia ini!" Ezell kembali melangkah. Ia harus melampiaskan kemarahannya, dan yang bisa meredamnya adalah Celinna.

Qiandra terpuruk di lantai, ia berada di dalam situasi dimana ia tak bisa menolong siapapun. Mencoba menjadi pahlawan dalam keluarga tak akan berhasil untuknya. Sakit yang Ezell rasakan, cinta yang ibunya milikki, ia tak bisa menengahi itu.

tbc

Chương tiếp theo