"Hei, jika bicara pakai otak anak muda. Lagi pula wanita secantik kau, tak pantas berkata-kata kasar. Apa ibumu tak pernah mengajarimu?"
Mendengar ucapan itu, pemanah yang tampak tenang-tenang saja mengeluarkan piasu kecil dan menggoreskannya ke leher orang yang di depannya itu. Hanya dalam hitungan detik, darah bercucuran keluar dan ia tumbang. Bukan hanya karena pita suara yang telah terobek tetapi juga karena racun yang sudah dilumurkan ke pisau mulai bekerja dengan cepat.
"Kau!" kata sesosok lain dengan panik. Ia segera menyuruh teman-temannya yang lain untuk menyerang pemanah itu.
Dengan gesit wanita itu menghindar dan munculah beberapa orang lainnya. Orang-orang dengan pedang dan senjata-senjata perang. Salah satu diantara mereka terlihat seperti seorang penyihir dengan alat-alat anehnya.
"Kami ini bukan setan, itu semua tak mempan pada kami." Seru seorang dari monster-monster itu.
"Entah kau setan, atau silauman atau apapun itu. Bagi kami yang terpenting, kalian harus mati." Kata pemanah wanita itu lagi.
"Bunuh mereka, bakar hidup-hiup jika perlu"
Selesai memberikan perintah super ekstrem itu, ia pergi begitu saja. Ia menemui seorang jenderal yang sedang memandangi lukisan.
"Jendral Huo, mereka mulai bergerak mereka bukan manusia seperti yang anda gambarkan. Aku tak yakin apakah kami bisa membunuh mahluk-mahluk itu. Tapi, setidaknya mereka tampak sibuk sementara ini"
"Kwan, kuserahkan mereka padamu. Aku akan mengurus ratu mereka."
"Aku mengerti Jenderal."
Pergi dengan sigap, Kwan kepala bataliaon pasukan pemanah kembali ke kastil di mana pasukannya sedang berjuang menghentikan serbuan para monster yang mengatas namakan dirinya siluman. Ia berharab, menemukan cara yang tepat untuk membunuh mereka semua. Tentunya tanpa harus buang-buang tenaga.
Racun, yang ia oleskan hanya akan membuat mereka terbius sementara waktu. Sisanya tergantung keajaiban. Jika mereka adalah manusia tentu ini akan sangat mudah. Tapi mengingat mereka itu siluman, tentunya daya tahan tubuh mereka lebih kuat.
"Nona Kwan, kudengar bawang putih cukup ampuh untuk membasmi vampire di negri barat. Apa kita perlu mencobanya?"
Kwan menghelana nafas.
"Mereka bisa bangun meskipun aku telah meracuninya?" tanya Kwan.
"Benar. Mereka tumbang sesaat, tak lama kemudian mereka kembali bangkit."
Berfikir sejenak, wanita bernama Kwan berbalik melihat ke arah seorang cenayang. Ia menanggil wanita dengan barang-barang aneh di tanganya.
"Nona Kwan?"katanya sambil memberi hormat.
"Iblis tak takut matahari, diracun pun tak mepan. Menurutmu, bawang putih akan bisa membunuh mereka?"
Cenayang di depan Kwan terlihat bingung. Melihat kebingungan terlintas di bawah mata si cenayang, Kwan memutuskan untuk mengganti pertanyaannya.
"Wan Ai, siapkan bubuk cabe dan campuran bawang putih. Kita buat mata mereka buta. Untuk setiap luka yang keluar, bubuhkan cuka dan garam. Setidaknya kita bisa membuat mereka menderita. Tetap lumuri senjata kalian dengan racun."
"Aku mengerti Nona." Lalu ia segera pergi.
"Cenayang," kata Kwan berbalik dan memberi perintah padanya. "Bakar hidup-hidup siluman-siluman itu saat mereka terluka. Mereka bilang, mereka bukan ilblis. Artinya mereka hanya mosnter yang sedikit lebih kuat dari manusia. Tapi bukan mahluk abadi."
"Aku mengerti." Jawab cenayang itu.
Beralih ke ruangan di mana Jenderal Huo berdiri memandangi lukisan. Seorang wanita datang membisikkan sesuatu. Dengan satu perintah, orang yang membawa kabar itu segera pergi dan melaksanakan apa yang tuannya perintahkan.
Tepat di istana permaisuri, tiba-tiba semua orang menghilang. Penjaga, pelayan maupun orang-orang yang bekerja di sana. Tak ada yang menyedari hal itu. Bahkan permaisuri pun juga tak menyadarinya sampai pangeran mahkota datang.
"Apa yang terjadi, kemana semua orang?"
Permaisuri menoleh ke arah pria yang masuk ke kamar pribadinya. "Apa maksudmu?"
"Kau tak mengerti? Aku tak menemukan satu orang pun sejak masuk ke istana ini. Apa kau menyuruh semua orang pergi?"
Permaisuri tampak bingung. Ia segera memanggil orang kepercayaannya. Seseorang yang selalu mengikutinya diam-diam. Tangan kanan sekaligus pengikut setianya.
Beberpa kali memanggil namanya, wanita itu tak muncul juga.
~Ada sesuatu yang salah~ pikirnya dalam hati.
Wanita siluman yang merampas wajah orang lain itu segera berlari ke luar kamar. Ia mengitari seluruh ruangan. Ia tak menemukan siapun, baikpelayan kecil maupun penjaga.
"Mencari seseorang Yang Mulia Permaisuri?"
Wanita cantik dalam kebingunagn itu pun segera berhenti. Ia mencari sumber suara.
"Siane Yang?"
"Aku sudah meminta semua orang pergi. Aku memberikan pilihan, pergi dari mu secara sukarela. Atau aku membunuh mereka satu persatu. Sayang diantara sekian banyak orang di sini ada sesorang wanita yang tak mengerti kebaikan hatiku."
Sambil bicara Siane menunjuk ke arah seorang wanita yang terbujur kaku dengan darah yang mengalir keluar. Ia tergeletak dilantai begitu saja.
"Jie" kata permaisuri berlari dan menghampiri sosok kepercayaannya. Sebenarnya, sosok itu adalah sahabatnya. Bahkan jauh saat ia masih menjadi manusia normal. Jie, menjadi sosok yang selalu mendukung dan menuruti setiap perintah. Saat Njo, mengambil keputusan untuk bersukutu dengan iblis pun, Jie adalah satu-satunya teman yang memberikan dukungan.
"Siane Yang, apa yang kau lakukan? Kau iblis!"
Siane hanya tertawa . "Terlihat jelas siapa yang iblis, aku? Atau kau!? Permasuri Yang, atau perlu ku panggil kau, dayang-dayang Hui Yong Gong dari negri gingseng. Kau adalah salah satu budak yang dihadiahkan kaisar Korea untuk negri kami. Benarkan ibu?"
Mata permaisuri mendadak gelap. Kecantikannya luntur bersama aura jahat di mata indahnya. Siapapun langsung tahu, jika ia kini memiliki aura kebencian yang terpancar keluar. Ditujukan kepada putri Siane Yang.
"Apa maumu? Putri Siane Yang? Jangan lupa. Aku bisa merekayasa permaisuri. Maka membunuhmu dan menggantikanmu adalah hal yang jauh lebih mudah saat ini." Gertak Hui Yong Gong.
Melihat wanita yang ia cintai naik darah. Putra mahkota menghunuskan pedang dan langsung menyerang Putri Siane Yang. Dengan satu kali tangkis, pedang itu patah dan ia lemparkan ke lantai.
"Apa kau buta? Ia hanya memanfaatkanmu sebagai putra mahkota. Ia tak pernah mencintaimu. Setelah aku, kaisar, maka kau berikutnya yang menjadi incaranya."
Tak ingin mendengarkan ocehan sang kakak, pangeran mahkota menyerang saudara kandungnya itu dengan brutal. Cinta memang buta. Meskipun pangeran mahkota tau posisi kakaknya lebih hebat ia terus saja menyerang tanpa kenal lelah.
"Jika kau membunuhku, aku pastikan ayah akan membunuhmu!" gertak pangeran mahkota yang tumbang dan mulai muntah darah. Ia terlihat pucat dan sedikit bodoh. Ia merangkak pelan-pelan menjauhi kakaknya. Pikirnya, kakaknya bisa ditahklukan dengan kata-kata memakai ayah mereka sebagai tameng.
Ia salah besar.
"Aku tak suka, anak yang mencuri selirku!" teriak seseorang dengan sangat jelas.
Semua menoleh.
"Terkutuklah kau putra mahkota. Kau berani menjalin hubungan asmara dengan selir kaisar. Selir yang aku cintai! Kau tak pantas menjadi anggota keluarga kerjaan"