webnovel

26. Berusaha - Satu

Dhika baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Saat melihat keruangan Lita, terlihat Lita tengah membereskan barang-barangnya. Dhika sengaja menunggu diluar pintu sambil bersandar ke dinding.

Tak lama Thalita keluar ruangan dengan sedikit kerepotan membawa beberapa berkas dan tas berisi laptop dan tas miliknya sendiri.

"Malam dokter lita," sapa Dhika dengan senyuman khasnya.

"Kamu?" Lita mengernyitkan dahinya. "Ada apa?" tanya sinis.

"Aku menunggumu untuk pulang bersama," ujar Dhika hendak membantu membawakan tas dan berkas dari genggaman Lita. Tetapi Lita reflek langsung mundur menghindari Dhika.

"Apa anda masih tidak paham dr. Dhika?" ucap Lita dingin.

"Aku hanya ingin menjagamu, ini sudah malam dan kamu gak bisa pulang naik taxi lagi. Aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi," ucap Dhika.

"Saya bisa pulang sendiri dan jangan khawatirkan saya," ujar Lita ketus dan berlalu pergi meninggalkan Dhika. Tetapi bukan Dhika namanya kalau begitu saja menyerah. Dhika mengikuti Thalita hingga menaiki lift. Lita masih saja diam seribu bahasa, sedangkan Dhika terlihat stay cool seperti biasanya sambil terus melirik Lita yang berada disampingnya.

Ting.... Pintu lift terbuka, dan dengan segera Lita melangkahkan kakinya menghindari Dhika. Tetapi Dhika masih terus mengikutinya.

"Dr. Dhika," panggilan seseorang membuat Dhika menghentikan langkahnya dan menengok ke asal suara. Tak jauh di belakang Dhika, dr Claudya tengah berjalan menghampirinya. Thalita juga sempat menengok ke arah dr. Claudya yang tengah menghampiri Dhika.

"Ada apa?" tanya Dhika.

"Apa aku boleh ikut ke mobil kamu? Kebetulan mobilku sedang diperbaiki," ucap Claudya. Dhika melihat ke arah Lita dan terlihat Lita tengah berjalan keluar rumah sakit . "Gimana?" tanya Claudya.

"Sebenarnya aku sedang ada keperluan, Claud." ucap Dhika.

"Ya kok gitu sih, boleh dong aku nebeng," ujar Claudya, Dhika kembali melihat ke arah Thalita yang sudah menyetop taxi.

"Maaf Claud, aku buru-buru. Duluan yah," Dhika berlari meninggalkan Claudya yang terlihat kesal.

'Dia ninggalin gue, cuma buat ngejar cewek itu. Sial,, apa hebatnya sih dr. Liita?' batin Claudya.

Dhika segera memasuki mobilnya dan mengikuti taxi yang Lita tumpangi.

Dhika melihat Lita turun di sebuah persimpangan. Tak jauh dari mansion Lita.

Lita berjalan memasuki gang kecil, membuat Dhika turun dari mobilnya dan mengikuti Lita. 'Mau kemana dia?' batin Dhika.

Dhika sesekali bersembunyi setiap Thalita menengok ke belakang. Hingga keluar dari gang itu dan terlihat masion Lita di sebrang jalan. Lita menghentikan langkahnya, membuat Dhika bersembunyi dibalik pohon.

"Keluarlah, aku tau kamu mengikutiku," ujar Lita dan Dhikapun akhirnya keluar sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal saat melihat Lita sudah berbalik dan menatap tajam ke arah Dhika yang memasang cengirannya.

"Ketauan deh," gumam Dhika.

"Kamu gak denger yah, jangan pernah perdulikan aku lagi." ujar Lita kesal.

"Tapi kan, aku cuma mau mastiin kamu selamat sampai rumah," ujar Dhika.

"Dhika cukup !!" ujar Lita semakin kesal membuat Dhika menatap Lita dengan serius. "Percuma saja semua yang kamu lakukan ini, ini tidak akan pernah merubah apapun. Termasuk rasa benci aku sama kamu," ujar Lita dingin.

"Apa aku salah? Kamu kan yang membenci aku. Bukan aku yang membenci kamu. Jadi tidak ada alasannya untuk aku berhenti perhatiin kamu. Kamu tidak berhak melarang apa yang ingin aku lakukan, kamu tidak berhak meskipun kamu membenciku." ujar Dhika penuh penekanan.

"Tapi aku risih dengan semua ini, akhir-akhir ini kamu bersikap menyebalkan padaku. Kamu membuatku kesal !!" ujar Lita membuat Dhika terdiam. "Berhenti bersikap bodoh dan menjauhlah. Karena sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah kembali padamu. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kalau kita tidak berjodoh, jadi berhentilah mengejarku." ujar Lita dan berlalu pergi meninggalkan Dhika sendiri.

Dhika memejamkan matanya, hatinya terasa perih sangat perih menerima penolakan secara blak-blakan seperti ini. 'Apa salahnya kalau aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku hanya ingin melindungimu,' batin Dhika.

***

Thalita terdiam di kamar mansionnya, pikirannya melayang ke 10 tahun lalu dan kata-kata Dhika tadi membuat pertahanannya kembali hampir goyah. 'Ingat Lita, dia hanya masalalu kamu. Dan sudah seharusnya kamu melupakan dia, kalian tidak berjodoh dari sejak 10 tahun yang lalu. Kisahku sudah kandas di 10 tahun yang lalu. Kini ada oranglain yang harus aku pikirkan perasaannya. Aku tak ingin kembali masuk ke dalam lubang yang sama. Sudah cukup luka yang ku terima selama ini. Sekarang biarkan aku hidup dengan pilihanku dalam ketenangan, walau aku tidak bahagia.' Batin Lita.

***

Okta tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit, pagi-pagi sekali Okta sudah sampai dirumah sakit. Okta berjalan dengan santai sambil memegang sebucket bunga. Saat di belokan, Okta hampir bertabrakan dengan seorang dokter wanita.

"Gator?" ucap seseorang itu terpekik kaget membuat Okta menatap wanita di hadapannya itu.

"Hai,, lama tak jumpa. Lita," ujar Okta tersenyum sedangkan Thalita masih memasang wajah datarnya.

"Iya, sudah lama sekali sejak kejadian itu," ujar Lita setenang mungkin.

"Bagaimana kabar loe selama 10 tahun ini?" Tanya Okta sedikit berbasa basi.

"Iya lumayan, ini jauh lebih baik dari sebelumnya." Ujar Lita tersenyum kecil. "Baiklah Gator, senang bisa ketemu lagi dengan loe. Gue duluan yah," Thalita tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan Okta. 'benar, dia sudah berubah. Bukan Thalita yang dulu lagi,' batin Okta dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruangan milik Chacha.

"Assalamu'alaikum," ujar Okta membuat Chacha menengok dan memutar bola matanya jengah saat melihat Okta tengah masuk ke dalam ruangannya. Chacha kembali sibuk dengan laptopnya, tanpa menghiraukan Okta yang sudah berdiri menjulang di hadapan meja kerjanya.

"Hai Nela," sapa Okta. "gue bawa bunga mawar untuk wanita yang cantik pagi hari ini," ujar Okta memasang wajah cute nya, seraya menyimpan sebucket bunga di hadapan Chacha, membuatnya melirik ke arah bunga itu. Tetapi Chacha tetap tidak menjawabnya.

"Gue cuma pengen deket saja sama loe, gue gak ada maksud apa-apa kok," ujar Okta, tetapi Chacha malah menutup laptop miliknya dan beranjak seraya membawa stethoscope menuju keluar ruangan.

Okta terus mengikuti Chacha, walau Chacha tidak menghiraukannya. Chacha memasuki sebuah ruang incubator bayi. Ia mulai memeriksa salah satu bayi yang terlihat kronis karena berbagai alat medis menempel di tubuhnya. Sedangkan Okta memperhatikan Chacha dari luar ruangan melalui kaca besar yang menghubungkan ruangan itu. Chacha terlihat telaten dan penuh kelembutan memeriksa bayi mungil itu. Bukan hanya itu, Chacha juga memeriksa bayi yang terlihat sudah membaik. Chacha menggoda bayi itu sambil memeriksanya membuat bayi itu sesekali tertawa dan tersenyum.

Sesuatu yang hangat menyelimuti hati Okta. Okta langsung merasa kagum sekaligus terpesona melihat Chacha yang terlihat keibuan, berbeda dengan Chacha saat kuliah dulu terlihat lebih ke kanak-kanakan.

'Bisa juga titisan penyihir jahat, bersikap selembut itu. Gue makin jatuh cinta padanya,' batin Okta tersenyum menatap Chacha. 'gue akan mendapatkan loe, Nela. Gue pasti akan bisa miliki loe. Tidak ada yang tidak bisa untuk seorang Aligator,' batin Okta.

Chacha keluar dari ruangan incubator setelah memeriksa beberapa bayi yang di rawat di sana. Saat keluar, Chacha kaget melihat dua orang anak kecil. Diantaranya satu laki-laki dan satu perempuan tengah memegang papan yang terdapat tulisan.

Would You be my friend?

Please,, be my friend...

Tak lama Okta keluar dari sudut lain dengan memegang sebuah boneka panda kecil di tangannya. Okta berjalan mendekati Chacha yang masih berdiri di depan pintu ruangan incubator. " Please," cicit Okta.

"Baiklah," ujar Chacha menerima boneka itu.

"Alhamdulillah, akhirnya. Jadi kapan kita kencan?" Tanya Okta.

"Apa??" pekik Chacha melotot sempurna menatap Okta. "kan kamu sudah nerima boneka aku, jadi kapan kita kencan?" Tanya Okta lagi.

"Oh begitu yah," Chacha seakan menimbang-nimbang. "baiklah tuan Crocodile, kita kencan malam ini jam 7 di café dekat rumah sakit," ujar Chacha dengan seringai di bibirnya.

"Baiklah, aku pasti datang." Okta sangat senang sekali, dan Chacha berlalu pergi meninggalkan Okta sendiri.

"Baiklah adik-adik yang manis, ini buat kalian berdua dan terima kasih sudah menolong kakak yang tampan ini," ujarnya membagikan uang ke dua anak itu.

"Terima kasih, Kak." ketiga anak itu berlari meninggalkan Okta sendiri.

***

Dhika tengah berada di dalam lift untuk menuju keruangannya, kebetulan Dhika habis dari lobby rumah sakit.

Saat di lantai dua, pintu lift terbuka menampakkan sosok Thalita. Pandangan keduanya bertemu, Thalita segera memalingkan pandangannya ke arah lain dan masuk ke dalam lift dengan angkuh. Setelah menekan tombol lift, pintu liftpun tertutup rapat. Dhika masih mencuri pandang ke arah Thalita yang memunggunginya.

"Khem,"

Dhika berjalan mendekati Lita dan berdiri tepat disampingnya, tetapi Lita masih memalingkan wajahnya. "aku tidak menyangka kita akan bertemu disini. Kebetulan sekali yah," ujar Dhika dengan sangat ramah. Sedangkan Thalita hanya terdiam. "kebetulan yang sangat menguntungkan" tambah Dhika, tetapi Lita masih tetap tak bergeming.

"Oh iya, kamu barusan habis periksa pasien bernama Ny. Maudy?" tanya Dhika membuat Lita menengok menatap Dhika yang tengah menatap Lita juga.

"Kalau tidak salah, pasien itu korban malpraktek dari rumah sakit lain," ucap Dhika dengan tenang, tetapi Thalita masih tak menjawabnya. "Akan sedikit sulit untuk melakukan operasi lagi padanya, setelah gagal operasi 2 kali dan juga dalam kondisinya yang sekarang tengah mengandung." ujar Dhika. "setahuku, dokter Rival belum berpengalaman."

"La-lu,, lalu harus bagaimana cara menolongnya? Aku sempat dengar kabar kalau dia korban malpraktek bedah jantung yang salah. Ternyata itu benar," ujar Lita berpikir keras.

"Aku sudah melihat kondisinya, kondisinya saat ini sangat kritis dan mungkin harus segera menjalankan operasi," ujar Dhika membuat Lita terdiam kebingungan. "dia adalah anak dari seorang pejabat, kalau operasi kali ini gagal maka ijin dokter dari tim 2 akan di cabut,"jelas Dhika membuat Lita semakin tegang.

"Kamu terlihat tegang sekali, tenang saja. Aku yang akan mengoperasinya," ujar Dhika dengan bangga.

"Ah,, syukurlah. Aku sudah ketakutan setengah mati," gumam Lita.

"Tapi dengan satu syarat," ujar Dhika.

"eh?"

"Aku akan mengoperasinya, asal kita makan malam bersama. Bagaimana?" ujar Dhika menaik turunkan alisnya.

"Apa? kenapa harus ada syarat segala?" Lita terpekik kaget.

"Itu kan pasien dari tim 2, jadi aku tidak harus ikut turun tangan," ujar Dhika santai dengan memasukan kedua tangannya ke dalam saku jas dokternya.

"Bukankah semua dokter itu bertugas untuk menyembuhkan pasien," ujar Lita tak mau kalah.

"Iya memang, tapi tetap harus sesuai dengan prosedurenya juga kan. Apalagi pasien ini sangat beresiko tinggi," ujar Dhika membuat Lita mendengus.

"Baiklah, malam ini kita makan malam bersama. Dan aku yang menentukan tempatnya, bagaimana?" ujar Lita dengan senyuman misteriusnya membuat senyuman Dhika mengembang.

"Oke," ujar Dhika penuh semangat.

"Aku tunggu nanti pulang kerja," ujar Lita.

Ting... Pintu lift terbuka dan Thalita berjalan keluar Lift terlebih dulu.

***

Sesuai perjanjian, malam ini Dhika dan Lita akan melakukan makan malam bersama. Thalita membawa Dhika ke sebuah rumah sederhana. "Kenapa kesini?" Tanya Dhika penasaran.

"Ayo ikut saja, bukannya ingin makan malam bersama," ujar Lita. Dhikapun akhirnya menurut dan mengikuti Thalita menuruni mobil.

Keduanya berjalan memasuki rumah.

Bip bip

Tak lama pintu rumah di buka oleh seorang wanita paruh baya. "Hallo Oma," sapa Lita memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan wanita paruh baya itu.

"Hallo cantik, kenapa baru mampir?" Tanya Oma itu membuat Lita tersenyum.

Litapum memperkenalkan Dhika ke oma Suri.

Tampan yah, Cantik." ujar Oma sedikit genit membuat Lita tersenyum dan mengangguk. 'kenapa feeling gue gak enak yah,' batin Dhika.

"Ayo ayo masuk, mereka sudah berkumpul," ajak oma Suri.

"Mereka?" Dhika menatap Thalita dengan kernyitannya. Thalita hanya mengedikkan bahunya acuh dan masuk ke dalam rumah, Dhika mengikutinya dari belakang dan terpekik kaget saat melihat hampir 10 orang wanita berusia lanjut, dengan dandanan yang menurut Dhika aneh.

"Wahhh tampannya," celetuk salah satu oma.

"Selamat malam oma-oma yang cantik," sapa Thalita menahan tawanya melihat ekspresi Dhika. Dhika bahkan hanya berdiri di belakang tubuh Thalita.

"Halo dokter cantik," sapa semuanya.

"Para oma sehat kan?" Tanya Lita lagi memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan para oma, sedangkan Dhika masih berdiri di tempatnya dengan kaku.

"Sehat sayang, itu cogan siapa?" Tanya seorang Oma membuat Lita terkekeh.

"Oma tau saja sama cogan," kekeh Lita.

"Habis bening banget, pacar kamu yah." celetuk salah satu oma membuat Dhika merapihkan pakaiannya seakan ingin menjawab iya dengan bangga.

"Bukan Oma, dia teman kerjaku." jawab Lita mebuat Dhika kecewa mendengarnya.

"Wah kamu pintar bawa teman, dia buat Oma saja. Buat jadi brondongnya Oma," bisik seorang Oma yang terlihat menor membuat Dhika tersedak sendiri karena masih mampu ia dengar.

"Ambil saja kalau Oma mau," ujar Lita enteng membuat Dhika melotot sempurna, Thalita hanya meliriknya saja sambil tersenyum dan berlalu pergi menuju dapur.

"Kenalin dulu dong tampan, sini sini duduk," ucap oma Suri antusias.

"Iya," Dhika tersenyum kecil. "halo Oma semuanya, saya Dhika." ujarnya memasang senyuman terpaksanya.

"Aduhhh Dhik Dhik cute banget deh, kamu melelehkan hati Oma, sayang." ujar seorang oma dengan lebaynya.

"Bukan Dhik Dhik, tapi Dhika." ujar Dhika merasa tak nyaman.

"Sini,, kenali oma adalah oma Elis. Oma yang paling muda disini," ujar Oma dengan rambutnya yang blow berwarna merah kecoklatan. Oma Elis menarik tangan Dhika membawanya untuk duduk di kursi, Dhika hanya menurut saja dan duduk disana.

"Aku oma Tati, umur kita tak berbeda jauh. Tampan," ucapnya membuat Dhika tersenyum masam. 'apa muka gue setua itu, pake bilang umur kita tidak berbeda jauh' batin Dhika.

"Jangan malu-malu disini, ayo dimakan makanannya," ujar oma Santi sambil menyuapi Dhika makanan. Dhika awalnya menolak tetapi oma Santi memaksanya dan Dhika menerima suapannya.

"Bagaimana enak kan Dhik? Itu Oma yang buat lho," ujar oma Suri.

"Iya Oma," ujar Dhika kembali menerima suapan dari tangan oma yang lain, membuatnya kesulitan mengunyah. Thalita berdiri tak jauh dari mereka sambil meminum air putih di dalam gelas. Thalita terkekeh melihat Dhika yang di suapi para Oma bergiliran.

"Cukup Oma," ujar dDika saat sudah menelan semuanya. Tetapi tak di dengarnya, membuat Dhika tersedak dan terbatuk batuk.

"Air air,," ujar beberapa Oma kelabakan.

"Pinjem dulu Lita," oma Suri mengambil gelas yang di pegang Thalita dan menyodorkannya ke Dhika. Dhika tersenyum saat menerima gelas bekas Thalita, bahkan ada bekas lipstick berwarna peach di gelasnya. Dengan sengaja Dhika menempelkan bibirnya tepat dengan noda lipstick itu sambil tersenyum menatap Thalita membuat Thalita mendengus kesal. Dhika meneguk habis minuman dalam gelas itu.

"Rasanya manis sekali," bualan Dhika membuat Thalita semakin sebal.

"Kamu sudah nikah belum, tampan?" Tanya oma Asri.

"Belum Oma, saya sedang menanti seseorang," ujar Dhika tersenyum.

"Memangnya kemana seseorang itu?" Tanya oma Tati.

"Ada oma di dekat aku, tetapi dia membenciku karena sesuatu hal di masa lalu," ujar Dhika melirik ke arah Thalita yang berdiri dengan melipatkan kedua tangannya di dada. "saat ini aku sedang berusaha untuk meluluhkan hatinya kembali," ujar Dhika membuat Thalita menatapnya datar.

"Kalau sudah benci, ya sudah tinggalkan saja. Nanti malah nyakitin kamu" ujar oma Ratna.

"Tidak oma, karena aku sangat mencintainya. Dan tak ada yang bisa menggantikannya di hatiku. Selamanya hanya akan dia dan akan selalu dia," ujar Dhika tersenyum menatap Thalita yang masih memasang wajah datar di tempatnya.

"Dulu juga suami oma begitu, tapi dia malah ninggalin Oma" celetuk oma Suri.

"Tidak oma, aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi. Dulu aku sudah pernah meninggalkannya dan aku sangat menyesali itu. Aku menunggu kedatangannya selama 10 tahun ini, aku selalu berharap dan terus berharap agar tuhan mempertemukan kami kembali. Dan tuhan mengabulkannya, penantianku tidak sia-sia, tapi sayangnya gadis itu sangat membenciku," ujar Dhika lirih.

Thalita memalingkan wajahnya, ada perasaan hangat dan senang di dalam hatinya. Dan Thalita tidak mau itu terjadi lagi, karena bagi Thalita cinta pertamanya sudah berakhir.

"Kamu begitu mencintainya yah, jarang lho ada laki-laki yang begitu setia menunggu kedatangan wanitanya," ujar oma Elis.

"Oma boleh bilang kalau aku ini bodoh, bego dan bahkan tolol. Tetapi kenyataannya cinta ini tak pernah pupus sedikitpun, cinta ini selalu bertambah setiap harinya seiring rasa rinduku padanya. Setiap hari aku selalu menantinya. Bahkan aku sampai hilang akal karena rasa sakit terlalu merindukannya. Aku bahkan tak pernah sekalipun menatap wajahnya, mendengar suaranya, aku tidak tau dia ada dimana, dan bagaimana keadaannya. Tetapi aku akan tetap disini menantinya, menanti kedatangannya kembali," ujar Dhika lirih membuat thalita menatapnya tak percaya.

"Semua waktu aku jalani begitu saja, tanpa ada makna apapun. Yang entah sampai kapan ini akan berakhir. Aku selalu membayangkan dirinya, mendengar tawanya dan tangisannya, dan itu membuatku semakin gila karena aku masih belum bisa menemukannya. Aku tidak tau berapa tahun lagi aku harus menantinya, aku hanya berharap dia segera kembali dan memperbaiki hubungan yang pernah terlepas. Aku akan tetap menunggunya, sampai tuhan mencabut nyawaku. Karena cintaku hanya untuknya" ujar dhika berkaca-kaca membuat para oma terharu, dan tanpa sadar thalita menangis dalam diam. Hatinya ikut sakit mendengar penuturan dhika yang juga sebenarnya dia alami. Thalita segera menghapus air matanya.

"Apa kamu mempercayai cinta sejati nak?" Tanya oma hanum yang sejak tadi terdiam.

"iya oma, aku mempercayainya. Dan aku yakin dia adalah cinta sejati aku. Aku tau jodoh di tangan tuhan, tapi hanya mengikuti hatiku. Setidaknya, walau aku tidak bisa bersamanya, aku sangat berharap dia bahagia. Hanya itu harapanku, melihatnya bahagia walau tak bersamaku" ujar dhika semakin menyayat hati thalita.

"kamu yakin bisa merelakannya?" Tanya oma hanum

"sepertinya oma, aku sadar aku hanya manusia biasa. Dulu aku telah menyakitinya, bahkan melecehkannya. Aku juga mencampakkannya begitu saja, aku memang tak pantas untuk membahagiakan dirinya. Tapi aku sadar kalau cintaku ini begitu besar padanya. Aku sudah pernah bertahan tanpa dia dan tetap mencintainya dalam diam selama 10 tahun. Dan aku yakin, aku juga mampu bertahan dan tetap mencintainya, walau dia bersama lelaki lain" ucapan dhika mampu membuat thalita semakin tersayat-sayat, hatinya sakit mendengar penuturan dhika.

'bagaimana bisa dhika masih mencintaiku?' batin thalita. 'jangan percaya thalita, ingatlah dia juga pernah mengatakan cinta kepada kak natasya. Jangan percaya lagi dengan bualannya' batin thalita dan segera menghapus air matanya. Thalita kembali menatap ke arah dhika yang juga sedang menatapnya, thalita kembali menatap benci ke arah dhika. Dan itu membuat dhika semakin terluka, dhika memalingkan pandangannya ke arah lain karena tidak ingin melihat tatapan kebencian dari thalita.

"kamu sabar yah tampan, kalau jodoh tidak akan kemana" ujar oma suri

"bener tuh, aku sampai nangis dengernya. Dalem banget kata-katanya" ucap oma ratna menghapus air matanya.

Setelah itu, para oma kembali menggoda dhika dan menyuapi dhika. Oma suri menyalakan musik Dj, membuat para oma berdiri dan menari membuat dhika mengernyitkan dahinya dan thalita terkekeh melihat kekonyolan para oma.

"ayo tampan, ikut bergabung. Jangan sedih melulu" ujar oma elis menarik tangan dhika hingga berdiri. Thalita tertawa melihat dhika yang di colek-colek dan di cubitin oleh para oma, setiap dhika ingin kabur pasti di tahan oleh para oma. Thalita mengambil potret dhika yang terlihat merengut tak nyaman.

"omaa,, aku mau keluar dulu," ujar thalita mengecilkan music.

"akhirnya" gumam dhika siap beranjak.

"kamu mau kemana?" Tanya lita

"ya mau nganterin kamu," ujar dhika.

"tidak perlu, kamu disini saja. Aku hanya membeli beberapa bahan untuk makan malam," ujar thalita.

"tidak tidak, nanti kamu kabur" ujar dhika membuat lita terkekeh.

"baiklah, aku pinjam mobilmu saja. Aku jamin tidak akan kabur" ujar lita menengadahkan tangannya.

"yakin?" Tanya dhika yang di angguki thalita.

"aku ikut yah, aku bisa meriang disini terus" ujar dhika

"tenanglah, mereka tidak akan ngapa-ngapain kamu. Sini kunci mobilnya" ucap thalita kembali.

"aku ikut" ujar dhika merengek seperti anak kecil.

"disini saja tampan, ayo menari lagi" para oma menarik dhika kembali membuat dhika memelas menatap thalita.

Thalita mengambil kunci mobil yang dhika sodorkan padanya. "oma titip yah jangan di apa-apain" ujar thalita membuat dhika melongo tak percaya. "selamat bersenang-senang" thalita tersenyum senang sambil mencubit kedua pipi dhika dan berlalu pergi dengan menyambar tasnya.

'ini pasti lita sengaja menjebakku' batin dhika, dan para oma menarik tubuh dhika untuk kembali menari.

Thalita tertawa terbahak-bahak saat sudah menjalankan mobilnya dhika. 'Sepertinya malam ini aku akan bermimpi indah. Selamat menikmati malam panjangmu, dokter dhika' batin thalita meninggalkan pekarangan rumah menggunakan mobil dhika.

***

Chương tiếp theo