webnovel

BAB 17

Setelah makan siang, mereka kembali ke rumah kaca, kali ini bersama Mito yang begitu bangga memamerkan bermacam-macam koleksi bunga di rumah kaca itu, bahkan buah-buahan yang biasa dirawat olehnya. Di sana, ada stroberi yang bisa dipetik dengan sangat bebas, sampai-sampai Naruto menceletuk, "Kita tidak perlu pergi ke toko buah, karena di sini sudah ada belimbing, apel, dan juga stroberi." Hinata terkikik, nada laki-laki itu seolah menggoda neneknya yang seakan-akan terlihat memiliki toko buah organik di mana pelanggan bisa memilih dan tentu saja mereka juga bisa memetik sendiri. "Kau mau makan buah apa? Aku akan memetik untukmu, dan memotong untukmu juga."

"Aku masih terlalu kenyang," ucap Hinata. "Mungkin lain kali, terima kasih sudah menawari." Gadis itu berucap bahagia, Naruto dan Mito saling memandang, terkesiap sebentar karena merasa begitu iba, hingga keduanya sadar, terlalu banyak iba akan melukai perasaan gadis itu.

Mito tiba-tiba mendekati Hinata. "Kau bisa datang ke sini kapan pun kau mau, dan makan buah apa pun yang kau sukai."

"Terima kasih." Hinata menangkap tangan Mito yang lembut, sementara tangan Mito yang lain mengusap kepalanya, Hinata merasa aman dan juga nyaman, ia teringat ibunya yang sering kali melakukan itu untuk menenangkan dirinya—membuatnya bersabar dalam menyikapi keadaan penuh dengan ketidakadilan di rumah Hyuuga. Dan dalam sekejap dia merasakan sentuhan bahkan usapan lembut pada kepalanya karena Mito, Hinata benar-benar merindukan ibunya sampai hampir menitikkan air matanya.

Mito kemudian berpamitan untuk keluar dari rumah kaca, karena ada yang harus dilakukan seperti menghadiri jamuan teh sore bersama teman-temannya sementara Naruto berpamitan sebentar untuk mengejar neneknya yang telah berhasil keluar dari rumah kaca.

Mito berhenti, dengan gerakan cepat menghadap cucunya, tetap mengumbar senyum meski hati agaknya mencelus.

Mito mendekati Naruto yang terlihat ingin mengatakan sesuatu. "Ada perlu apa?"

"Aku berpikir nenek akan menolak kehadirannya di sini, karena akan merepotkanmu, yang kuingat kau tidak suka melakukan sesuatu yang amat memusingkan kepalamu."

"Ini tidak memusingkan kepalaku," kata wanita itu. "Kau terlihat tulus menyayanginya."

"Sejak dulu," ujar Naruto, dan ia tidak akan menyesal dengan jawaban itu, karena dia sangat menghormati Hinata, tentu saja menyayangi gadis itu bukan sebatas kiasan. "Dia sangat berbeda, aku mengagumi Hinata dan sangat menyayanginya, dulu aku tidak sanggup mengungkapkannya, karena aku pikir aku tidak akan kembali ke Jepang, itu akan menyakiti perasaannya."

"Bagiku, kau seperti anak kecil, dan tetap menjadi bocah kecil yang nakal, tapi sekarang kau laki-laki dewasa, nenek begitu bangga ketika masih berada di sisimu dan melihat kau bisa mencintai seorang gadis seperti ini." Mito justru berkaca-kaca, dengan tersenyum dia menangkap setiap sisi wajah cucunya. "Nenek akan menolongmu, tetap tinggal bersama dengan gadis itu di sini selama yang kau mau."

"Meski nanti semua keadaan ini akan membuat hubunganmu dengan Hyuuga memburuk?"

Mito sejenak terdiam. "Peduli setan," tanpa ditutup-tutupi lagi dalam mengumpat, karena ketidaksukaan serta rasa muak dengan keluarga itu—kali ini jauh bertambah muak ketika mereka sangat tidak manusiawi, serta membuat Mito berpikir keras, mengapa budaya patriarki seperti itu masih diterapkan pada keluarga mereka.

"Aku tidak akan mundur, aku melakukan ini sebagai seorang perempuan, nenek mungkin bangga pada keluarga mereka, tetapi sekarang tidak lagi, karena nenek amat kecewa." Naruto seolah mampu melihat betapa neneknya marah dengan mata melotot dan memerah menjelaskan kenyataan yang terjadi. Lalu Mito kembali melangkah pergi, meninggalkan Naruto yang terus memandangi punggungnya, tersenyum kemudian karena amat merasa lega juga bangga.

Chương tiếp theo