webnovel

BAB 10

Terakhir bertemu neneknya adalah lima tahun yang lalu, saat ulang tahunnya yang digelar besar-besaran oleh orangtuanya. Setelah itu, alasan kesehatan dan tentu saja keselamatan, dan ibunya tidak membiarkan wanita tua itu bepergian sendiri, meskipun ada setidaknya empat pendamping di sisi Mito.

Ketika Naruto mendapati wanita tua itu berkaca-kaca, ia langsung memeluk neneknya erat-erat, menghirup aroma mawar yang khas dari tubuhnya yang ringkih. "Aku merindukanmu." Naruto berbisik hangat, mencium pipi neneknya beberapa kali sebelum akhirnya memandangi wanita itu lekat-lekat. "Kau terlihat baik-baik saja, Nek."

"Tentu, mengapa aku harus tidak baik-baik saja?"

Naruto mengedikkan bahunya sesaat. "Ya, kukira kau sedang berada di atas kasur seharian karena lelah sepanjang hari, dan mengalami encok." Neneknya merengut setelah itu, memukul dadanya keras-keras. "Oh, maafkan aku."

"Itu penghinaan besar bagiku."

"Oke, senang sekali kalau kau bersemangat, dan kukira aku hampir lupa memberikanmu sesuatu," wanita tua itu melirik sebuket bunga yang diberikan oleh cucunya, dengan pita yang melingkari sepanjang puluhan tangkai hydrangea, Mito terkesima. "Apakah aku sudah seperti kakek yang sering memberimu bunga?"

"Aku mengingat jelas, dia tidak pernah memberikanku hydrangea."

"Ayolah, apakah dia membohongiku? Dia bilang kau menyukai hydrangea, maka dari itu aku selalu membeli beberapa puluh tangkai hydrangea untukmu." Neneknya tertawa secara anggun, kemudian memandangi cucunya kembali, jauh lebih dalam kali ini. "Tidak apa-apa, ini akan jadi ciri khasku."

"Jadi, apakah kau sudah mampir ke suatu tempat untuk menikmati sesuatu? Kau selalu mampir ke kedai mi."

"Aku hampir lupa, kalau aku menyukai mi, tapi aku memang belum mampir ke mana pun."

Neneknya mengernyit. "Kau memberi kabar akan sampai setidaknya siang."

"Maaf, aku... sebenarnya terjebak di satu tempat."

"Satu tempat? Bersama seorang wanita?"

Naruto memicing, wajahnya bersemu merah, sementara neneknya menahan tawa. "Sebenarnya aku tidak bertemu dengan seorang wanita, lebih tepatnya kami tidak sengaja bertemu saat aku membeli bunga untukmu, dan kami mengobrol sejenak, tapi akhirnya aku melupakan waktu."

"Akhirnya, kau bisa melupakan aku."

"Tidak, Nek, aku ingat selalu, maka dari itu aku cepat-cepat pulang, dan kumohon jangan mengatakan hal seperti itu!" neneknya memukul dadanya kembali, berjalan mendekati vas bunga kosong, dan memberikan vas bunga itu pada pendamping wanita—sama tuanya seperti wanita itu, dan tentu saja memberikan hydrangea sekaligus. "Karena aku sudah di sini, aku pikir harus memberitahu Nenek soal masalah baru." Wanita tua itu duduk di kursi santai ruang baca. Naruto bergegas mendekati meski sebenarnya kepalanya agak pening, perutnya pun masih bergejolak perih.

"Dari nada bicaramu, ini percakapan serius." Cucunya mengambil duduk di depannya.

"Tidak bisa dibilang serius, tapi mungkin ada beberapa bagian yang harusnya terdengar serius." Neneknya membuang napas, setidaknya mereka pergi ke ruang makan untuk menikmati beberapa hidangan manis, tapi ternyata mendengarkan cerita cucunya jauh terdengar menarik. "Seharusnya Nenek tidak akan bosan, ketika aku menyebutkan tentang keluarga Hyuuga."

Mito terheran-heran, tapi sepertinya dia tetap perlu diam untuk mendengarkan kelanjutannya. "Apakah kau mendengar sesuatu yang buruk di beberapa tahun belakangan?"

"Seperti apa? Aku tidak mendengar apa pun itu, meski keluarga mereka tertutup, aku dapat mengendus masalah serius di antara mereka, tapi tidak ada apa pun untuk tahun-tahun terakhir ini."

"Sekalipun tentang kecelakaan?"

"Kecelakaan?" neneknya mengulang, tampak heran.

"Iya, kecelakaan besar yang terjadi pada keluarga mereka."

"Tidak, Sayangku, tidak ada yang seperti itu. Keluarga itu terlihat baik-baik saja. Tidak ada kabar atau bahkan surat kabar yang menyebutkan jika keluarga Hyuuga terlibat kecelakaan besar, dan jenis kecelakaan macam apa yang kau maksud?" Naruto telah menduganya sejak tadi, di tengah perjalanan, keluarga itu pasti menutup mulut banyak orang untuk tidak menyinggung putri mereka buta dan lumpuh karena peristiwa kecelakaan, dan ketika tahu ini yang terjadi, membuat Naruto enggan untuk meneruskan. "Kau mendengar desas-desus tak sedap?"

"Ini bukan soal desas-desus," ujar Naruto, melirik kemudian pada seorang pelayan yang membawa nampan berisi teh dan macaroon pada piring kecil. Begitu pelayan itu keluar dari ruang baca, Naruto kembali fokus pada neneknya, sembari mengatur cara duduknya, mencari kenyamanan dengan memeluk erat-erat bantal sofa. "Putri kedua mereka mengalami kecelakaan setelah lulus SMA, mengalami kebutaan dan lumpuh pada kedua kakinya, keluarga itu sama-sekali tidak memberikan dukungan agar putri mereka sembuh, dan sekarang aku tahu, bahwa keluarga itu sudah menutup kasus yang terjadi, serta beranggapan bahwa itu aib, semua orang tidak boleh tahu."

"Sayang, kau tidak boleh mencela keluarga terhormat seperti itu."

"Aku tahu kalau Nenek lumayan dekat dengan keluarga itu, tapi apakah cucumu ini berbicara tanpa sebuah bukti?" Mito merengut, ia hanya melirik cangkir tehnya kemudian, rasa-rasanya mulai tidak berselera untuk melakukan apa pun itu. Ia terdiam mencermati wajah marah cucunya. Itu tidak pura-pura, bukan pula mencoba menghasut. "Aku akan bawa gadis itu kemari—ke hadapanmu besok!"

"Siapa gadis yang kau maksud?"

"Tentu saja putri kedua Hyuuga yang nyatanya ditelantarkan."

"Nenek ingat kalau kau menyukai seorang gadis dari keluarga tersebut, persisnya apakah gadis itu yang kau maksud?" Naruto mengangguk. "Kau baru sampai di Tokyo hari ini, apa selama ini kau memata-matai keluarga itu?"

"Untuk apa? Bukankah itu tindak kriminal?" Naruto menyanggah. "Aku pasti akan dihajar habis-habisan oleh ibu dan ayah." Dahi neneknya berkerut. "Aku akan membawa gadis itu besok untuk menemui Nenek."

"Ayolah, jangan konyol." Neneknya mendesah, agak terselip rasa takut.

"Aku bukan mau macam-macam, aku akan memperkenalkan padamu, aku juga akan mendekatinya, ini kesempatanku untuk bisa mendapatkan gadis itu, aku terlampau menginginkannya sejak dulu."

Mito mencermati wajah cucunya, sebelum akhirnya sang cucu mencium pipinya lalu meninggalkan ruang baca. Kali ini Mito memandangi hydrangea putih dengan pikiran campur aduk, seperti apakah benar keluarga Hyuuga memang seperti itu. Menutup mulut awak media atau semua orang yang mengetahui kejadian nahas tersebut. Kalau memang benar itu yang terjadi, keluarga bangsawan memang tidak selalu menjunjung sebuah keadaban yang mereka terapkan secara turun-temurun.

Namun kenyataan yang terbentang selama ini—semua yang Mito tahu—keluarga bangsawan jauh lebih tidak amoral dalam beretiket. Mereka tidak segan-segan menutupi kebusukan keluarga mereka demi nama keluarga mereka tetap dilihat sebagai keluarga yang pantas disegani. Mito bukan jenis wanita yang terkecoh oleh kulit emas. Dari sejarah yang dilaluinya selama Mito hidup, keluarga bangsawan jauh tidak terkontrol dalam bersikap.

Chương tiếp theo