webnovel

60. End...

V

ino baru pulang dari pekerjaannya dengan masih memakai seragam captainnya. Dengan tubuhnya yang lesu, ia duduk di sofa kamar. Tak lama Chella datang dengan membawakan segelas teh untuknya.

"Cape yah," Chella mengambil koper kecil Vino dan menyimpannya.

"Aku terus muntah muntah, Sayang. Badanku terasa sakit semua." Keluhnya.

"Kamu harus banyak beristirahat, Al. Mau aku buatkan sesuatu?" tanya Chella.

"Aku seperti ingin makanan yang asem-asem, kamu belikan aku rujak yah tapi isinya pengen yang asem-asem." ucap Vino.

"Oke," Chella membantu Vino mengganti pakaiannya.

Chella menyambar handphonenya sepeninggalan Vino ke kamar mandi.

Gesrek Group

∙Chella : Help me, pleaseee... huhuhu!

∙Datan : Apose, cincha?

∙Leonna : Jijik Gue sama bahasa loe kunyuk. (emot muntah)

∙Adrian : Ada apa kak Lonja?

∙Chella : Abang kalian ngidam, dia pengen rujak. Beliin dong....

∙Datan : Gue sibuk, byebye.

∙Leonna : Abang ngidamnya ada-ada saja, ini sudah malam. Mana ada yang jualan rujak malem-malem.

∙Adrian : Tuh kak Datan mau kencan bareng cewek barunya buat melupakan mbak Pipit. Minta tolong aja dia, kak Lonja.

∙Chella : Bener kamu, dedekku yang handsome. Heiii kunyuk kupret,, anak daddy gator yang unyu. Come here,,,

∙Datan : Mohon maaf untuk saat ini Datan Handsome sedang sibuk berkencan dengan Laela. Jadi harap jangan di ganggu, kalau ada keperluan apa-apa bisa kirim email ke alamat di bawah ini.

∙Chella : Serius berpaling dari Pipitmu? Gue doain dia kagak pernah pulang-pulang.

∙Datan : Jangan gitu kek, loe gak kasian sama gue yang galau melulu karena dia. Gue udah kayak limbah pabrik yang di buang. Sedih,, (emot nangis)

∙Adrian : Malang nian nasibmu, Nak. (geleng-geleng kepala)

∙Leonna : Yakin loe mau pergi sama Laela?

∙Datan : Kagak, gue mana bisa kencan sama wanita lain sedangkan otak gue di penuhi Pipit.

∙Chella : ngejones dong sekarang. (tawa jahat)

∙Adrian : Astaga kak Lonja, bilang Jonesnya jangan terlalu jeplak. Aku tersinggung, astaga dede sedih....

∙Leonna : Kamu masih kecil dedek Rian.

∙Adrian : Kakak juga masih kecil udah tau enaena.

∙Leonna : Astaga Rian, kakak laporin papa yah kamu piktor.

∙Adrian : Dih siapa yang piktor, kakak aja yang mikir ke sana.

∙Chella : Astaga naga, kenapa kalian malah ribut sih. Ini bagaimana gimana nasibnya abang kalian yang ngidam. Aku gak mungkin keluar malam-malam dalam keadaan hamil.

∙Leonna : Suruh papa Farel, aku bye. Suami tampanku sudah pulang dan kami mau ngebut enaena biar nyusul loe buat punya dede bayi. (Kecup basah dari princes)

∙Chella : Amit amit, kelakuan kakakmu Dek. Astaga bikin gue pengen nimpuk.

∙Adrian : Timpuk aja kak Lonja, Dedek ikhlas kok. (tawa syahrini)

∙Leonna : Awas kamu Rian!

∙Adrian : Masih nongol aja.

∙Leonard : Gue beliin, kebetulan gue mau ke tempat abang. Rujaknya apa aja?

∙Adrian : Sang penyelamatpun datang

∙Chella : Thank you Le, abang cuma pengen yang asem asem.

∙Leonard : Oke

∙Datan : Ketek gue aja nih, asem. Tinggal lap pake kanebo dan peres deh nanti keluar airnya.

∙Adrian : Gila,, jorok! (Dede tidak kuat, ingin muntah)

∙Leonna : Loe ngomong gitu lagi, gak gue bantuin lagi nyari alamat mbak Pipit.

∙Datan : Oalah kok mbak yu kok ngambekan sih. (berkaca-kaca)

∙Leonna : Jorok loe!

∙Chella : Mampus loe kunyuk, (tawa setan)

∙Datan : Udah ah, bye. Gue mau ke rumah Pipit lagi.

∙Adrian : Lagi?

∙Datan : Usaha De, semoga sekarang membuahkan hasil.

∙Leonna : Fighting Kunyuk sayang.

∙Datan : Yah,,,

∙Chella : Loe udah bye daritadi, Ona. Kok nongol lagi nongol lagi sih.

∙Leonna : Suka suka gue dong, apa urusannya sama loe? ngerugiin loe juga kagak.

∙Adrian : Rian bye, mau belajar dulu biar pinter.

∙Chella : Dadah dedek handsomeku.. Bye deh, mau nemenin Al.

∙Leonna : Minggat semua....

Leonna menyimpan handphonenya saat mendengar suara pintu terbuka dan menampakkan Verrel yang tengah mengusap kepalanya yang basah. "Aku sudah masak di bawah, Kakak pasti lapar." Leonna langsung beranjak dan mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel.

"Kita makan bersama." Verrel mengecup hidung mancung Leonna dan berjalan menuju walk in close untuk memakai pakaiannya.

"Jangan pake kolor yang ijo." Goda Leonna.

"Nggak, udah aku museumkan." jawab Verrel membuat Leonna terkekeh.

Verrel keluar dari sana dengan sudah memakai kaos polos berwarna abu dan juga celana training miliknya. Ia merangkul Leonna dan keduanya beranjak menuju meja makan untuk menikmati makan malam mereka berdua.



Di kediaman Chella, Leon baru saja sampai dan menyerahkan keresek hitam berisi rujak. "Thank Le,"

Chella sangat senang dan antusias menerimanya. Dan kegiatan itu tak luput dari pandangan Vino yang baru saja menuruni tangga dan melihat Leon datang menyerahkan keresek rujak ke Chella. Ada rasa kesal dan cemburu dalam hati Vino pada Leonard.

Leon hanya tersenyum kecil ke arah Chella dan beranjak untuk menemui Farel di ruangannya. Tetapi sebelum berlalu, Leon menyapa Vino dulu dan di jawaban dengan senyuman kecil oleh Vino.

"Kenapa meminta bantuan Leon." ucapan itu menyentakkan Chella yang tengah memindahkan rujak ke dalam piring.

"Astaga Al, kamu mengagetkanku." Chella mengusap dadanya. "Sini duduklah, Leon bawakan rujak pesanan kamu." Chella menarik tangan Vino untuk duduk di sana.

"Kenapa meminta Leon yang membelikannya, kenapa bukan Datan atau Adrian?" tanya Vino membuat Chella mengernyitkan dahinya bingung, apalagi ucapan Vino terdengar sangat sinis.

"Datan sibuk, dan Adrian gak mungkin aku ganggu dia. Kalau malam, dia pasti sibuk belajar."

"Hmm,"

Chella semakin di buat bingung dengan sikap Vino yang mendadak berubah. Kenapa Vino terlihat sangat sensitive. Perasaan yang hamil Chella, kenapa Vino yang sensitivenya.

Chella mengambil air minum untuk Vino yang tengah menikmati rujaknya.

Tak lama Leon menuruni tangga dan tersenyum ke arah Chella dan Vino. "Aku balik Bang,"

"Hmm," Jawab Vino tanpa menengok membuat Leon mengernyitkan dahinya, tumben sekali abangnya sinis begini. Chella hanya bisa mengedikkan bahunya ke arah Leon.

Leonardpun tak ingin mengambil pusing dan berlalu pergi meninggalkan rumah Vino. "Kamu masih menyukai Leon."

Chella terpekik kaget mendengar penuturan Vino. Beberapa bulan yang lalu, ingatan Vino memang sudah kembali sepenuhnya. "Kamu ngomong apa sih, Al?"

"Kamu masih menyukai Leon?" kali ini Vino menatap Chella dengan tajam membuat Chella kebingungan.

"Tidaklah, aku menganggapnya sebagai sahabatku sendiri sama seperti Leonna dan Datan. Kamu yang aku sukai dan cintai, Al. Hanya kamu," Chella menggenggam tangan Vino untuk meyakinkannya.

"Semoga saja," jawabnya terdengar sinis.

Astaga kenapa dengan Alvino? Tidak mungkin kan dia dibilang bapak hamil yang sensitive.



Verrel baru saja keluar dari kamar mandi, dan terlihat Leonna tengah duduk lesu di sofa dekat boneka doraemon besar. Wajahnya terlihat sedih dan sendu. Verrel yang masih memakai handuk yang di lilitkan ke pinggangnya berjalan mendekati Leonna dan duduk rengkuh di hadapannya.

"Ada apa?" tanya Verrel mengusap pipi Leonna dengan lembut membuat Leonna menengadahkan kepalanya dan terlihat wajah sendu dan merahnya karena tangisan. "Ada apa, De?" Verrel sangat khawatir melihat Leonna yang menangis terisak.

Leonna mengusap air matanya dan menunjukkan tespeck ke arah Verrel. "Masih belum." Keluhnya.

Verrel memegang tangan Leonna yang tengah memegang tespeck itu. "Sabar sayang, semuanya butuh proses."

"Maafkan aku, Aku belum bisa membahagiakan Kakak. Kita gagal lagi." Cicitnya menundukkan kepalanya.

"Delia sayang, kamu tidak perlu meminta maaf. Kita sekarang sedang sama-sama berusaha."

"Tapi sampai kapan, aku malah semakin takut. Aku takut tidak bisa memberikan Kakak seorang anak." Verrel langsung menarik Leonna ke dalam pelukannya.

"Sabar sayang, Kakak yakin tuhan akan segera menitipkan bayi dalam rahim kamu. Sabar dek, yakinlah pada Allah." Verrel dengan sabar mengusap kepala Leonna

"Aku takut,"

"Aku ada disini, jangan pernah merasa takut lagi. Oke." Verrel mengecup kepala Leonna. "Sekarang kamu kuliah?" Leonna menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan Verrel. "Kakak akan mengantar kamu." Sekali lagi Leonna menganggukan kepalanya.

Verrel beranjak menuju walk in close untuk berganti pakaian meninggalkan Leonna yang masih termenung menatap tespeck di tangannya.

Verrel mengantar Leonna ke kampusnya, Leonna masih diam membisu menatap keluar jendela mobil. "Kak,"

"hmm,"

"Kalau aku belum hamil hamil juga bagaimana?" tanya Leonna melirik ke arah Verrel.

"Aku akan menikah lagi."

"APA???" pekikan itu membuat Verrel meringis.

"Astaga De, teriakan kamu bikin telinga Kakak sakit." keluh Verrel,

"Rasain... Enak saja mau nikah lagi. Gak ikhlas, gak ridho dunia akhirat. Awas saja kalau nikah lagi, aku sembelih junior Kakak." Ancaman itu membuat Verrel meringis. Malang nian nasib si junior...

"Kejam kamu Dek,"

"Bodo." Leonna melipat kedua tangannya di dada dengan wajahnya yang cemberut. "Aku akan berusaha terus agar hamil, biar Kakak gak nikah lagi." Verrel tersenyum senang melihat Leonna kembali bersemangat. Verrel tidak ingin melihatnya sedih dan kembali berputus asa.

"Nah gitu dong, kalau gitu kan mending kawin terus sama kamu. Jadi junior kakakpun terselamatkan." ucapan Verrel membuat Leonna terkekeh.

"Ih bilang saja Kakak mesum..." Leonna terkekeh membuat Verrel ikut terkekeh.

"Kan daripada nikah lagi mending kawin lagi sama kamu."

"Astaga, bahasanya itu lho. Kawin, kakak pikir aku kambing." Verrel hanya menampilkan senyumannya.

"Kakak yakin dan percaya kalau aku akan hamil?" tanya Leonna setelah lama terdiam.

Verrel mengangguk antusias, membuat Leonna tersenyum. "Kita berjuang bersama, Oke." Verrel mengambil tangan Leonna dan mengecupnya.

"Jangan nikah lagi, aku gak ikhlas dunia akhirat kalau di madu." cicitnya membuat Verrel tertawa.

"Kamu hanya akan aku madu dengan anak kita kelak," Verrel tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Leonna.

Leonna langsung memeluk leher Verrel dari samping dan mengecup pipi Verrel dengan senang. "Terima kasih karena selalu menyemangatiku."

"Itu sudah tugasku untuk selalu membuatmu bersemangat dan kembali ceria. Karena-"

"Karena hanya dengan melihat semangatmu, kakak akan ikut bersemangat." Leonna segera memotong ucapan Verrel membuatnya terkekeh.

"Anak pintar," Verrel mengusap kepala Leonna yang menyandarkan kepalanya di pundak Verrel.

Mobil Verrel sudah terparkir manis di parkiran kampus, Leonna tak beranjak dari pelukan Verrel. "Kamu trauma datang lagi kesini?" Tanya Verrel membuat Leonna menengadahkan kepalanya menatap mata biru milik Verrel.

"Sedikit,"

"Apa aku perlu menemani kamu selama pelajaran berlangsung?"

"Tidak kak, kakak bukankah harus bekerja." Leonna menampilkan senyumannya.

"Aku takut kamu masih trauma dan takut."

"Aku tidak apa-apa, Kak. Ada Chella dan Datan yang akan menjagaku."

"Baiklah, pokoknya hati-hati dan hubungi kakak kalau terjadi sesuatu." ucapnya.

"Siap bos."

Cup... Leonna mencium bibir Verrel dan beranjak menuruni mobil. Ia melambaikan tangannya ke arah Verrel yang menurunkan kaca mobilnya.

Leonna berjalan menunduk tanpa melirik kanan kiri, apalagi ke ruangan lab yang harus dia lewati sekarang. Traumanya semakin menjadi saat melewati ruangan itu yang sampai sekarang belum bisa di gunakan kembali.

Ia mematung di sana karena merasa sangat takut, tubuhnya bergetar hebat mengingat kejadian yang telah menimpanya. Air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya hendak luruh, hingga seseorang merangkul pundaknya dan membawanya meninggalkan tempat itu.

Leonna menengadahkan kepalanya dan terlihat Verrel tengah berjalan di sampingnya sambil merangkul pundaknya. "Aku akan mengantarmu hingga kelas." Leonna kembali menatap ke depan dan berjalan bersama Verrel.

Selama perjalanan menuju kelas, beberapa mahasiswi terlihat terang-terangan menatap ke arah Verrel dengan tatapan kagum dan laparnya. Dan itu tak lepas dari pandangan Leonna yang semakin kesal.

"Stop!"

"Ada apa?" Verrel mengernyitkan dahinya karena Leonna berhenti mendadak. Leonna menghentikan seorang mahasiswa yang memakai topi.

"Berikan topimu."

"Apa?" ucap mahasiswa itu bingung.

"Lama," Leonna mengambil topi itu dan menyuruh mahasiswa itu pergi.

"Tapi.."

"Nanti aku bayar, sudah sana pergi" Mahasiswa yang terlihat memakai kacamata itupun berlalu pergi meninggalkan Leonna dan Verrel yang mengernyitkan dahinya.

"Wow, aku tidak menyangka istriku ini punya sisi preman." ucap Verrel,

"Diam!" ucapnya kesal dan menjinjitkan kakinya seraya memakaikan topi di kepala Verrel dan memberikan kacamata bening ke Verrel.

"Kacamata siapa ini?" tanya Verrel.

"Kacamataku, itu gak minus hanya aku suka memakainya kalau terlalu lama di depan laptop. Cepat pakai atau aku akan marah besar sama Kakak." ancamnya.

"Oke oke," Verrelpun menuruti Leonna dan memakai kacamata itu membuat Leonna semakin speechless. "Ada apa?" tanya Verrel bingung.

"Kenapa masih kelihatan tampan sih, astaga!" keluh Leonna dan melirik beberapa wanita berbisik-bisik melihat kagum ke arah Verrel.

Leonna memelototin beberapa mahasiswi yang terang-terangan menyapa Verrel. Bahkan mencoleknya membuat Leonna menarik lengan Verrel ke dekatnya dan menampilkan wajah garangnya. Verrel terkekeh melihat tingkah Leonna.

"Ciee istri aku cemburu." goda Verrel mencolek pipi Leonna.

"Kenapa harus nganterin ke kelas sih, lihat kakak jadi tontonan gratis kan buat mereka." ucap Leonna terlihat sangat kesal.

"Biarkan saja, toh Kakak cuma milik Leonna seorang." goda Verrel merengkuh pinggang Leonna.

"Buka saja kacamatanya, malah terlihat semakin tampan dan cool." gerutu Leonna membuat Verrel melepaskannya dan memakaikannya ke Leonna.

Leonna kembali berjalan sambil merengkuh lengan Verrel dengan sangat erat dan memelototi setiap wanita yang terang-terangan melirik Verrel. Leonna bahkan menarik topi yang Verrel gunakan ke bawah agar dapat menutupi wajahnya dan Verrel hanya bisa terkekeh senang melihat kecemburuan istrinya ini.

"Astogeeee,, kasian bener abang gue. Di tarik tarik kayak kambing." kekeh Datan saat Leonna dan Verrel sampai di depan kampus.

"Aduhh ngakak gue merhatiin tingkah kalian dari sini." kekeh Chella.

"Jangan ngakak, ini gak lucu." ucap Leonna melipat kedua tangannya di dada karena kesal.

"Jangan cemberut dong sayang, kan kakak gak balas sapaan mereka." Verrel merangkul Leonna dan mencolek pipi Leonna yang di kembungkan karena kesal.

"Sama aja."

"Ya sudah Kakak minta maaf yah." Verrel menunjukkan ekspresi puppy eyesnya membuat Leonna tak kuasa menahan kegemasannya dan tidak bisa marah lagi.

"Iya aku maafin, asal jangan menunjukkan ekspresi itu di depan wanita lain. Lihat saja si Lonja sampai mupeng lihatnya." celetuk Leonna.

"Astaga loe yeeh. Kenapa bawa-bawa gue? Lagian gue udah punya Alvino kagak bakalan tertarik sama cowok lain." celetuk Chella dengan bangga.

"Yakin?" Leonna menaikkan sebelah alisnya ke arah Chella.

"Eh tapi gue tertarik sama satu hal yang ada di kak Verrel." ucapan Chella membuat Leonna bersiaga untuk mengamuk.

"Apaan?" Tanya Datan.

"Kolornya yang kemarin." ucapan polos Chella membuat ketiganya tertawa puas.

"Kolor itu udah masuk museum," kekeh Leonna.

"Kolor warna ijo itu sangat menggemaskan tau gak sih." ucapan Chella makin membuat Datan tertawa ngakak.

"Astoge bumil gendeng, kenapa ngidamnya kolor ijo," tawa Datan.

"Nanti aku berikan untukmu, Chell." kekeh Verrel. "Asalkan Vino gak ngamuk padaku."

"Abang bakalan ngamuk, tau loe nyolong kolor laki gue," kekeh Leonna.

"Gue gak nyolong, orang yang punya ngasih dengan ikhlas,"

"Eh ada madam Jutek datang, gue males kena amukannya, bye." Datan segera ngaci masuk ke dalam kelas saat melihat kedatangan wanita tua berjalan ke arah kelasnya dengan tatapan tajam dan garang.

"Wah dosen Killer," celetuk Leonna, Chella juga sudah ngacir bersama Datan.

"Kamu masuk gih," ucap Verrel.

"Kakak mau langsung berangkat?"

"Hmm, pagi ini ada meeting. Nanti pulangnya Kakak jemput." Verrel mengusap kepala Leonna dan mengecup kening Leonna dengan sayang.

"Kakak jangan lirik kanan kiri pas jalannya," ucap Leonna terdengar manja.

"Oke princes Sayang" Verrel mencubit pipi Leonna. Leonna beranjak masuk ke dalam kelas saat dosen itu melirik ke arahnya dengan garang.



Leonna masuk ke dalam ruangan Verrel dan menyodorkan gelas berisi teh. "Terima kasih sayang," Verrel tersenyum kecil dan kembali fokus membuat sketsa untuk meeting besok.

Leonna duduk di samping Verrel dan memperhatikan gambar yang di buat oleh Verrel. Ia terlihat cekatan dalam menggambar, tangannya terlihat begitu lihai dan teliti menari di atas kertas putih itu. Leonna menyandarkan dagunya di atas meja dengan menjadikan kedua tangannya sebagai alas. Ia terus memperhatikan Verrel yang fokus menggambar.

Karena merasa bosan, Leonna beranjak dari duduknya dan mengambil kertas karton lainnya dan memelintirnya hingga membentuk bulat. Ia mengintip dari ujung kertas yang sudah di pelintir itu. "Kita lihat saat ini target kita sedang apa. Oh ternyata masih menggambar." ucap Leonna mengintip dari bulatan itu membuat Verrel melirik dan terkekeh melihat kelakuan Leonna.

"Target nampaknya menyadari keberadaanku, Ayo bersembunyi." ucap Leonna heboh, tetapi Verrel hanya terkekeh saja.

Leonna duduk di kepala sofa dengan cemberut dan melipat tangan di dada.

"Kakakkkkk,"

"hmmm,"

"Beteeee!" ucapnya dengan manja, Verrel melihat ke arah Leonna dan menyimpan dagunya di tumpuan kedua tangannya.

"Kamu tidur duluan saja, Sayang. Nanti Kakak menyusul kamu."

"Belum ngantuk, kan mau enaena dulu." cicitnya diiringi cengirannya saat melihat Verrel menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu tidak lelah?" Tanya Verrel.

"Tidak, kita kan harus lembur buat bikin dede bayi. Lagian Leonna baru selesai datang bulan, dan katanya bagus kalau habis datang bulan kita melakukan enaena, cepet jadinya." ucap Leonna.

"Selesai ini yah Sayang." Verrel kembali sibuk dengan sketsanya membuat Leonna mendengus kesal dan beranjak menuju kamarnya.

Verrel hanya bisa melirik Leonna yang kesal keluar dari ruangan kerjanya. Ia mencoba mempercepat sketsanya untuk besok meeting dengan client yang cukup istimewa karena dia adalah direktur utama perusahaan CR Group yang merupakan perusahaan terbesar di Jerman. Verrel tak ingin melepaskan kesempatan besar ini, dan itu bisa meningkatkan usaha jasa arsiteknya.

Verrel melirik ke arah pintu saat melihat Leonna kembali datang, dan kali ini berhasil membuat Verrel melotot sempurna, Leonna berjalan dengan anggun dan memainkan rambutnya yang sedikit basah. Verrel menelan salivanya sendiri melirik Leonna.

Di hadapannya Leonna terlihat memakai kemeja putih miliknya yang hanya seperempat pahanya, dan terlihat hanya memakai underware putihnya. Itu membuat kulit putih cerahnya terlihat menggiurkan di depan Verrel. Bukan hanya itu, bagian atas terlihat kancing kemejanya terbuka 3 kancing teratasnya hingga memperlihatkan belahan dadanya yang putih mulus, bahkan terlihat jelas tidak memakai bra karena sesuatu di dalam sana tercetak jelas dari balik kemeja.

Verrel menundukkan kepalanya dan mengusapnya gusar. Leonna terkekeh melihat suaminya yang mulai frustasi. Verrel berdehem kecil dan kembali fokus untuk menggambar.

Leonna tak tinggal diam, dia memutar music disana. Dan menari sendiri di atas sofa bahkan dengan jahilnya Leonna menari ke arah Verrel dan mengelilinginya bahkan dengan sengaja menyenggol Verrel dengan pinggulnya dan kakinya.

Verrel melirik ke arah Leonna yang terus menari dance tetapi terlihat menggoda dan menggairahkan untuk Verrel. Ia mengangkat sketsanya dan menutup wajahnya dengan kertas sketsa itu membuat Leonna semakin tertawa melihat tingkah Verrel yang masih berlaga tak menghiraukannya.

Leonna menarik kertas itu hingga menunjukkan wajah bête Verrel. Ia kembali menari bahkan sesekali mengangkat kemeja bagian bawahnya.

"Oh Shitt!" Verrel akhirnya tak mampu menahan lagi gejolak dan berontakan dari bawahnya yang sudah membengkak.

Verrel langsung merengkuh tubuh Leonna ke dalam pelukannya dan tanpa menunggu lama menciuminya. Tawa Leonna pecah di sana karena geli dan lucu melihat Verrel yang akhirnya tergoda juga. "Kamu memang kelemahanku," gumam Verrel membawa Leonna ke atas meja kerjanya membuat sketsa itu berceceran jatuh ke lantai. Verrel langsung membuka kemeja yang di gunakan Leonna hingga memperlihatkan keindahan dan kemolekan tubuh Leonna.

"Lakukanlah sesukamu suamiku yang tampan." kekeh Leonna dan tanpa menunggu lama lagi, Verrel langsung melancarkan aksinya.



Keesokan harinya Leonna mengerjapkan matanya berkali-kali, Verrel sudah tak ada di sampingnya. Ia menarik selimut yang menutupi tubuh polosnya, dan berangsur bangun sambil memijit kepalanya. Ia melilitkan selimut ke tubuhnya dan berjalan menuruni ranjang, Leonna berteriak memanggil nama Verrel. Hingga terdengar sahutan Verrel, ia berjalan dengan masih lesu ke dalam ruangan Verrel.

Terlihat Verrel sibuk menggambar, Leonna bersandar ke daun pintu dengan hanya memakai selimut yang dililitkan di tubuhnya. "Ini masih sangat pagi, kamu tidurlah lagi." ucap Verrel hanya menengok sekilas.

"Kakak bergadang?" Tanya Leonna.

"Hmm,, besok pukul 10 Kakak harus mempresentasikan sketsa ini." Ucapnya.

"Baiklah, aku ke kamar yah. Aku akan siapkan sarapan untuk Kakak." Verrel menganggukkan kepalanya, dan Leonnapun berlalu pergi meninggalkan Verrel sendiri.

Leonna baru selesai mandi, dan berjalan menuju walk in close. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat sesuatu di balik lemari kecil yang di gunakan sebagai penyimpanan boneka.

Karena penasaran, ia berjalan ke arah sana dan mengeluarkan semua boneka dari dalamnya, lalu dia menggeser lemari itu hingga menunjukkan sebuah pintu berwarna putih tulang. "Ini ruangan apa?" gumamnya menekan knop pintunya tetapi di kunci. "Kenapa di kunci yah, ini ruangan apa?"

Leonna yang masih memakai handuk putihnya yang di lilitkan di dadanya berjalan keluar kamar menuju dapur menuju laci penyimpanan kunci duplikat. Ia kembali berlari menuju kamarnya, tanpa memperdulikan dia masih memakai handuk putih di atas paha.

Leonna mencoba semua kunci duplikat itu hingga kunci terakhir yang cocok dan membuka kunci pintu itu. Perlahan tangannya terulur memegang knop pintu dan membukanya perlahan. Leonna mendorong pintu itu hingga terbuka lebar.

Deg ... Leonna mematung di tempatnya melihat apa yang ada di dalam ruangan ini. Semua peralatan bayi ada disini, begitu juga ranjang kecil dan beberapa mainan anak-anak. Boneka, robot, mobil-mobilan, semuanya ada karena bayi mereka belum di ketahui jenis kelaminnya.

Kamar bayi yang begitu minimalis tetapi terlihat sangat indah dan begitu nyaman. Bahkan ada kursi goyang empuk khusus untuk Leonna menyusui bayi disana. Ia berjalan dengan tertatih menyusuri ruangan itu, tubuhnya luruh ke lantai di sisi ranjang kecil dengan mengambil sebuah boneka yang berada tak jauh darinya.

'Ternyata di balik semua ketegarannya, Kakak begitu mengharapkan seorang anak. Kakak selalu bersikap seakan semuanya baik-baik saja, tetapi ternyata ini semua. Kenapa?'

Leonna menangis terisak memeluk boneka itu, "Aku bahkan tak bisa mengisi ruangan ini dengan gelak tawa seorang bayi,, hikzzzz" isak Leonna sejadi-jadinya.

Ia menyandarkan kepalanya ke ranjang di belakangnya dan menangis semakin terisak. 'Maafkan aku, Kak.'

"De," panggilan itu tak membuat Leonna bergeming, ia masih tetap pada posisinya, menangis menatap semua yang ada di dalam ruangan itu. "De-" Suara itu terdengar sangat dekat.

Verrel berdiri di ambang pintu dengan keterkejutannya. Ia menatap sekeliling mencari sosok Leonna hingga tatapannya menangkap sesuatu di balik ranjang. Verrel berjalan mendekati Leonna dan terpaku melihat Leonna yang menangis sejadi-jadinya dengan memeluk sebuah boneka. Ia duduk di sisi Leonna dengan mengambil sebuah mainan anak kecil yang ada di dekat ranjang. "Aku membuat kamar ini, saat pertama kali aku menguping pembicaraanmu dengan tante Chacha yang memberitahu kalau kamu sedang hamil. Saat itu aku memang sangat hancur karena harus menjatuhkan talak padamu, tetapi setelahnya hatiku sedikit terobati dengan membuat kamar ini."

Ucapan Verrel semakin membuat Leonna terisak. "Hikzzzz..." Tak ada kata yang mampu di ucapkan oleh Leonna, hanya isakan yang mampu mewakilkan luka di dalam hatinya.

Verrel mengambil selimut yang ada di atas ranjang bayi dan menyampirkannya di pundak Leonna yang polos dan bergetar hebat. "Maaf karena aku menyembunyikan ini semua darimu." Verrel memeluk Leonna dari samping dan mengecup kepalanya dengan sayang. "Aku tidak bermaksud menyembunyikan semua ini darimu, aku hanya ingin menjaga perasaanmu."

"Tolong tinggalkan aku sendiri."

"De,"

"Pleasee, aku ingin sendirian." isaknya membuat Verrel melepas pelukannya.

"Aku tunggu di kamar,"

"Pergilah ke kantor, aku ingin sendiri."

"Aku mohon jangan seperti ini lagi, De."

"Please..." isakan Leonna membuat Verrel terdiam, bahkan Leonna terlihat tak ingin menengok ke arahnya. "Pleasee..hikzzz.. aku ingin sendirian."

"Baiklah, aku akan bersiap ke kantor. Aku siapkan makanan untukmu." Verrel hendak mencium kepala Leonna tetapi Leonna menghindar membuat Verrel terpaku di tempatnya.

Verrel masih berusaha menampilkan senyumannya dan mengusap kepala Leonna sebelum dia benar-benar pergi.

"Hikzz....hikzz...Kenapa? kenapa harus seperti ini, hikzz...hikz..." isak Leonna sejadi-jadinya. Ia semakin merasa malu dan tidak enak pada Verrel. Kenyataannya Leonna tidak bisa memenuhi keinginan Verrel untuk memberinya seorang keturunan. Dia tidak mampu mengisi kamar ini dengan tangisan dan tawa seorang bayi.

Hanya tangisan yang saat ini mampu mewakilkan perasaan Leonna, betapa hancur hatinya melihat kenyataan kalau ternyata diam diam Verrel merancang ini semua untuk memberinya sebuah kejutan. Tetapi malah sebaliknya, tuhanlah yang memberi mereka berdua kejutan.



Sore menjelang, Verrel segera pulang ke rumah setelah mengerjakan beberapa pekerjaan yang tak bisa dia tinggalkan. Dia segera pulang karena khawatir dengan Leonna, takut istrinya semakin terpuruk atau melakukan sesuatu yang akan membuatnya ketakutan.

Verrel bergegas menuruni mobil dan sedikit berlari menuju pintu masuk rumahnya yang tak di kunci. Verrel mengucapkan salam, tetapi tak ada jawaban. Ia bergegas memasuki rumah bahkan sedikit berlari menuju kamarny

"Kakak sudah pulang?"

Langkah Verrel terhenti saat terdengar panggilan lembut, Verrel menengok dan mendapati Leonna tengah memakai celemek dan kedua tangannya penuh dengan tepung. Verrel mampu bernafas lega dan segera beranjak mendekati Leonna yang menatapnya kebingungan.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Verrel saat sudah berada di hadapan Leonna, dan Leonna hanya menjawab dengan gelengan kepalanya diiringi senyuman manisnya.

"Kakak sudah pulang jam segini? Tumben sekali," Leonna berjalan menuju dapur diikuti Verrel. Ia kembali meracik sesuatu dengan tepung itu.

"Aku merindukan istriku yang cantik." bisik Verrel memeluk tubuh Leonna dari belakang.

"Mandilah dulu, aku sedang memasak sesuatu untuk makan malam kita. Kakak pasti akan menyukainya." ucap Leonna masih sibuk dengan kegiatannya.

"Baiklah, aku akan mandi dulu." Verrel mengecup pipi Leonna dan beranjak pergi dengan membawa tasnya.

"Kak," panggilan Leonna membuat langkah Verrel terhenti dan kembali menengok ke arahnya. "Jangan di tutup lagi pintu penghubungnya, aku ingin setiap hari membersihkan kamar itu."

Verrel menatap Leonna lebih dalam lagi, walau Leonna menampilkan senyumannya tetapi di matanya terlihat luka yang mendalam. "Oke."

Verrelpun beranjak pergi meninggalkan Leonna sendiri yang kembali sibuk dengan masakannya.

Sesampainya di dalam kamar, Verrel berjalan menuju pintu putih yang terdapat tulisan cantik. 'Baby Room'. Verrel memegang knop pintu dan perlahan mendorongnya hingga terbuka lebar.

Verrel mematung di tempatnya melihat ruangan yang sudah berubah dan tertata secantik dan serapi mungkin. Bahkan lemari boneka yang di pakai untuk menutupi pintu ini sudah berpindah ke dalam kamar. Ada beberapa hiasan burung bangau yang bergantung di mainan yang berputar tepat di atas ranjang bayi. Leonna kembali menghiasnya dengan hiasan yang lebih cantik. Verrel menengok ke ambang pintu dimana Leonna berdiri sambil menampilkan senyumannya.

"Aku ingin tampilannya seperti itu, Kak."

"Tapi, kita-"

"Kak, semoga dengan seperti ini. Tuhan bisa secepatnya menitipkan bayi dalam perutku." Leonna berjalan mendekati Verrel dan menjatuhkan kepalanya di pundak Verrel diiringi dengan pelukan erat dari tangannya ke tubuh Verrel. "Aku hanya bisa berharap dan terus berdoa. Aku lelah merasa putus asa, aku lelah meratapi semuanya. Aku hanya ingin kita sama-sama berdoa dan menyimpan harapan besar ini. Kita ikhlaskan segalanya pada takdir tuhan." cicit Leonna tanpa terasa sebutir air mata luruh dari sudut matanya.

Tangan Verrel terulur untuk membalas pelukan Leonna dan sebelah tangannya mengusap kepala Leonna. "Iya kita sama-sama saling menguatkan diri. Kakak yakin kita mampu menghadapi semua ini bersama."

"Jangan tinggalkan aku, please. Aku tidak akan setegar ini saat tidak ada Kakak disisiku, hikzz." Leonna semakin erat memeluk tubuh Verrel.

"Aku selalu berdoa untuk selalu mendampingimu, selalu setia menemani kamu disini. Aku tidak ingin kehilangan kamu lagi, De. Apalagi sampai melakukan hal bodoh lagi dengan menceraikanmu." Verrel semakin memeluk tubuh Leonna.

Keduanya menikmati pelukan intim itu, seakan itu adalah tempat ternyaman bagi mereka berdua.

Meratapi semua yang telah terjadi hanyalah sebuah kebodohan. Kehidupan tetap berlanjut dan tidak berhenti di saat yang menyedihkan itu. Percayalah bahwa ini hanya belokan tajam bukan akhir dari segalanya. Tuhan sudah menyiapkan kejutan indah di depan sana.

"Kak,"

"hmm,"

"Kakak bau." ucapan Leonna membuat Verrel terkekeh.

"Biarin, aku ingin memeluk istriku. Pahala lho cium bau badan suami sendiri." ucap Verrel semakin mengeratkan pelukannya.

"Pahala sih, tapi lama-lama aku bisa pingsan karena baunya." ucapnya berlebihan membuat Verrel semakin terkekeh gemas dan melepaskan pelukannya.

"Baiklah, daripada istriku ini pingsan." ucap Verrel seraya mengusap air mata di pipi Leonna. "Aku mohon jangan menangis lagi."

Leonna menggelengkan kepalanya seraya tersenyum manis. "Kakak mandilah, aku akan siapkan makan malam."

"Oke."



Saat ini Leonna dan Verrel tengah menikmati makanan mereka dalam diam, dan fokus pada makanan mereka berdua. "De,"

"Hmm." Leonna menengadahkan kepalanya menatap Verrel.

"Kakak berhasil mendapatkan proyek besar ini."

"Serius?" Verrel menganggukkan kepalanya.

"Alhamdulillah,, yeee suamiku memang pintar." ucap Leonna sangat antusias membuat Verrel terkekeh. "Kita perlu merayakannya."

"Tapi ada masalah,"

"Apa Kak?"

"Kakak harus pergi ke Jerman lusa ini." raut wajah Leonna seketika berubah sedih.

"Berapa hari?" Verrel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"2 minggu."

"Kenapa lama?" pekiknya melipatkan kedua tangannya di dada.

"Kakak harus kesana menandatangani kerjasama ini, dan juga mengurusi beberapa proyek yang akan di buat di sini."

"Lama, lalu aku sama siapa?" cicit Leonna.

"Kamu mau ikut?"

"Tidak bisa, lusa juga aku UTS."

"Kalau begitu, belajarlah yang rajin. Kakak tidak akan lama perginya. Kamu menginap saja di rumah mama Lita."

"Aku di sini saja Kak. Lagian ada mang Entis yang jagain rumah ini, aku tidak akan kesepian. Di rumah aku malas berantem sama Adrian dan Leon." kekeh Leonna.

"Kamu yakin? Apa kakak minta bunda dan ayah untuk tinggal disini?"

"Tidak perlu Kak, serius aku bisa sendiri."

"Yakin?" Leonna mengangguk antusias.

"Baiklah, Kakak akan terus menghubungimu."

"Jangan macam-macam disananya, Kak." peringatan Leonna.

"Tidak akan" jawab Verrel. "Ikut kakak yuk."

Verrel menarik tangan Leonna menuju ke tempat lain. Langkah keduanya menuju ke taman belakang, Verrel menuntun Leonna menuju rumah pohon dan menaikinya dengan hati-hati.

"Aku hampir melupakan tempat ini," kekeh Leonna.

Keduanya memasuki rumah kecil di atas pohon itu, ia terpekik kaget melihat isinya. Di dalamnya tak terlalu istimewa, hanya ada satu buah ranjang berukuran sedang dan juga meja nakas. Disana juga terdapat teleskop untuk menatap bintang-bintang di langit. Tetapi bukan itu yang yang membuat Leonna terpekik kaget.

Disekeliling dinding, terdapat foto Leonna dalam berbagai gaya. Di dekat pintu, terdapat fotonya saat masih bayi dan terlihat memakai bandu pink, lalu lanjut saat dirinya yang tengah belajar berjalan, ada juga foto Leonna saat bermain ayunan bersama Verrel saat liburan brotherhood. Di lanjut lagi saat Leonna berulang tahun di usianya yang ke 10 tahun, di foto itu terlihat Leonna tengah menerima kado berukuran besar dari seorang remaja pria yang tak lain adalah Verrel.

Saat Leonna SMP, SMA, bahkan saat rambut Leonna masih pendek terpajang disana. Ada juga saat mereka liburan ke Lombok, foto Leonna yang tengah tertawa, foto Leonna yang tengah menerbangkan kupu-kupu dari telapak tangannya, Ia yang tengah bermain air, bahkan fotonya yang tengah mencium Oni.

Foto pernikahan mereka berdua, foto saat Leonna tengah terlelap, bahkan terakhir foto Leonna yang sedang hamil, saat Leonna tertawa bersama Datan, Chella dan Vino. Foto saat Leonna ngidam buah mangga dan Datan yang mengambilkannya. Semuanya ada, tanpa ada yang terlewatkan. Seluruh dinding penuh dengan foto-foto Leonna.

"I-ini," Leonna masih menatap tak percaya sekeliling dinding.

"Dari sejak kamu kecil, aku sudah sangat menyukaimu. Hingga rasa suka itu berubah menjadi semua cinta yang tulus," Leonna menatap mata Verrel dengan sendu.

"Kak, aku tidak tau kalau selama ini kakak-"

Verrel menempelkan telunjuknya di bibir Leonna. Verrel mengambil tangan Leonna dan mengalungkannya di lehernya, ia mulai merengkuh pinggang Leonna dan menggerakkan kedua kakinya, membawa Leonna berdansa.

"Kamu tau, hanya ini yang bisa aku lakukan saat aku tidak bisa bersamamu. Kemanapun aku pergi dan berpijak, bayanganmu tidak pernah pudar, Delia. Aku seperti bayanganmu, yang tidak akan pernah terpisahkan. Walau kamu berjalan berdampingan dengan yang lain, aku tetap di belakangmu sebagai bayanganmu yang akan terus mengikutimu kemanapun."

Leonna tersentuh mendengar penuturan Verrel padanya. "Hanya dengan bisa memilikimu, itu sudah cukup untukku. Aku tidak akan pernah menuntut atau memaksamu untuk membalas perasaanku ini. Aku hanya akan terus seperti ini, dan ijinkan aku tetap menjadi bayanganmu yang berada di belakangmu." Ucapan Verrel semakin menyentuh hati Leonna.

"Aku pikir cintaku untuk Kakak sudah sangat besar, tetapi aku salah. Cinta Kakak begitu besar dan tulus kepadaku. Aku bodoh karena pernah mengkhianati kakak, dan bahkan tidak pernah menengok ke arah bayanganku." ucap Leonna dengan air mata yang menggantung di pelupuk matanya.

"Aku ikhlas mencintaimu,"

"Sekarang biarkan diri kita menyatu, tak ada bayangan lagi. Inilah kita, Kak. Aku dan kakak, kita satu, yaitu Verlia," kekeh Leonna.

"Terima kasih karena sudah membalas perasaanku." bisik Verrel tepat di telinga Leonna, dan masih menggerakkan badan mereka.

Setelah lama, mereka menghentikan gerakannya dan saling menatap satu sama lain. Seakan tak ada lagi titik lain yang ingin mereka tatap. Satu titik yang membuat mata mereka berbinar dan hati yang berbunga-bunga.

Leonna menjinjitkan kedua kakinya seraya menutup matanya. Ia mencium bibir Verrel, Mengecupnya dan mengecapi setiap inci bibir Verrel.

Kamu adalah bayangan yang selalu menjaga dan melindungiku. Aku yang terlalu bodoh karena terlambat menyadarinya. Tetapi saat ini aku bersyukur memiliki suami sepertimu. Saat ini aku yang akan menjadi bayanganmu, aku akan selalu mengikuti kemanapun kamu membawaku....

Leonna perlahan mulai memangut bibir Verrel penuh perasaan dan begitu lembut membuat Verrel terbuai, dan semakin mengeratkan rengkuhan tangannya pada pinggang Leonna.

Leonna melepas ciumannya dan terkekeh kecil seraya membuka matanya. "Kenapa aku jadi mesum setelah menikah dengan Kakak." kekeh Leonna saat kembali ingin mencium bibir Verrel.

Verrel terkekeh mendengarnya, dan membelai pipi Leonna yang terlihat merona. " Kita mendadak mesum," ucap Verrel membuat Leonna mengangguk.

"Kalau kamu mau, lakukan saja, jangan malu."

Leonna tersenyum malu, dan kembali berjinjit untuk mencium bibir Verrel lebih kasar dari yang tadi. Verrel bahkan mengangkat tubuh Leonna dan membalas ciumannya.

Verrel membawa tubuh Leonna ke atas ranjang berukuran sedang itu tanpa melepas pangutannya. Merekapun melakukan rutinitas malam mereka.

Tepat pukul 2 dini hari, Leonna terbangun dalam pelukan posessive Verrel. Ia berangsur melepas pelukan Verrel dan melilitkan selimut tipis ke tubuh polosnya. Leonna berjalan ke arah jendela berukuran sedang yang terdapat teleskop besar di hadapannya.

Ia duduk disana, dan melihat bintang di langit menggunakan teropong itu. Leonna mencari bintang favorit mamanya yang begitu terang dan iapun menyukainya.

Hingga gerakannya terhenti saat melihat seseorang tersenyum padanya di depan jendela dengan tubuh yang telanjang. "Waw, ini lebih indah dari bintang-bintang itu." kekeh Leonna menurunkan teleskopnya ke arah sesuatu yang ada di bawah pinggang Verrel.

"Mesum," Verrel menutup teleskop itu membuat Leonna terkekeh dan beranjak dari duduknya. "Kenapa bangun?" Tanya Verrel memeluk tubuh Leonna.

"Tidak apa-apa, aku kebangun saja." Leonna mengalungkan kedua tangannya ke leher Verrel.

"Kemarilah," Verrel menarik lengan Leonna ke arah teleskop dan membimbingnya untuk menatap bintang-bintang di langit.

"Indah Kak."

"Kalau ingin melihat lebih jelas lagi, kita melihatnya di balkon rumah pohon." bisik Verrel yang memeluk Leonna dari belakang.

"Disini saja, kalau di luar nanti mang Entis ngintip kita lagi." ucapan Leonna membuat Verrel terkekeh.

"Kamu benar,"



Hari ini Verrel free, karena akan mempersiapkan segalanya untuk pergi ke Jerman. Ia juga yang tidak terlalu sibuk kuliahnya, memutuskan untuk tinggal di rumah menemani suami tercintanya.

Verrel tengah bermain bersama Leonna di taman belakang. Leonna menutup mata Verrel dengan kain hitamnya dan meminta Verrel untuk mencari keberadaannya. Verrel berusaha menangkap Leonna, tetapi Leonna yang jahil terus saja mencolek-colek pinggang Verrel dari samping dan kembali menjauh saat Verrel berbalik ke arahnya.

Verrel terus mencari keberadaan Leonna yang tertawa puas karena terus menggodanya dengan menggelitiknya dan mencolek-colek Verrel. Ia akhirnya menggunakan instingnya dengan terfokus pada aroma menyegarkan dari parfum milik Leonna.

"Aduhhh,"

"Akhirnya." Verrel membuka penutup matanya dan Leonna terlihat sudah dalam pelukannya. "Kamu pencuri kecil dan nakal, aku sudah menangkapmu dan tidak akan pernah aku lepaskan lagi." bisik Verrel.

"Kapan aku mencuri?" Tanya Leonna merengut.

"Sejak kecil kamu sudah mencuri perhatianku, semakin lama kamu mencuri hatiku dan mampu melemahkanku." ucap Verrel mencubit hidung Leonna.

"Ya maklumlah, resiko gadis cantik." kekeh Leonna begitu kepedean.

"Dasar narsis, awas yah." Verrel menggelitik tubuh Leonna membuatnya tertawa puas dan mendorong tubuh Verrel.

Saat ada kesempatan untuk lari, Leonna berlari menghindari Verrel seraya menjulurkan lidahnya ke arah Verrel.

Verrel tersenyum dan berlari mengejar Leonna yang terus menghindar. Verrel berhasil memeluk tubuh Leonna dari belakang dan mengangkatnya ke udara, membawanya berputar membuat Leonna tertawa bahagia. Bahkan melupakan sesuatu, kalau besok mereka akan berpisah.

Kebahagiaan itu sederhana.....

Verrel menurunkan tubuh Leonna dengan masih terdengar kekehan dari keduanya. Leonna berjalan ke arah bunga-bunga yang bermekaran disana. Leonna sibuk memperhatikan bunga-bunga itu, dan saat kupu-kupu hingga itu membuat perhatian Leonna terpusat pada kupu-kupu itu.

Verrel masih memperhatikan Leonna dari samping dengan senyuman menawannya. Leonna bagaikan candu baginya, dia benar-benar memberi racun yang mematikan padanya. Membuat semua organ tubuhnya terasa terpusat hanya pada Leonna. Entah bagaimana dia melakukannya, yang pasti Verrel tak ingin melepaskannya.

Verrel akan merasakan sakit yang teramat saat yang menjadi candunya tak ada di sisinya. Hanya dengan memperhatikannya saja seperti ini, sudah cukup membuat hati Verrel bahagia.

Cup

Verrel tersadar saat seseorang mengecup bibirnya, dan Leonna terlihat tersenyum ceria di hadapannya.



Saat ini Chella tengah memasang kolor ijo milik Verrel ke dalam sebuah pigura besar, bahkan memakai hiasan pita berwarna merah dan kuning setiap sudut bingkainya.

"Itu apa?" pertanyaan itu menyentakkan Chella.

"Hai Al, kamu selalu mengagetkanku." Ucapnya kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Itu apaan? Kenapa pakai bingkai segala?" tanya Vino duduk di belakang Chella dan menyandarkan dagunya ke pundak Chella.

"Ini kolor berwarna hijau, aku baru membelinya. Entah kenapa ini terlihat menggemaskan dan aku begitu menyukainya. Aku ingin memajangnya."

"Kamu membeli kolor? Bukan punyaku?"

"Bukan, aku membelinya tadi." Dustanya dengan cengiran lebar. Ia terpaksa berbohong karena tidak ingin Vino marah lagi. Cukup masalah Leon yang membuatnya kesal dan cemburu.

"Kamu aneh-aneh saja ngidamnya." Ucapnya memperhatikan Chella yang hendak memasang pigura itu di dinding. "Sini biar aku saja,"

Vino memasangkannya di dinding. 'Kalau tau itu kolor punyanya kak Verrel, bisa marah besar dia.'



Malam itu setelah melakukan aktivitas ranjang mereka, Leonna membantu Verrel membereskan pakaiannya. Verrel terlihat hanya memakai t-shirt dan kolor hitamnya, karena yang hijau sudah di sumbangkan ke Chella tanpa sepengetahuan Vino.

"Udah selesai?" tanya Leonna yang hanya memakai kemeja putih milik Verrel.

"Sudah sepertinya." ucap Verrel menyimpan kopernya kembali.

"Sekarang waktunya interview, aku yang akan jadi pewawancaranya. Anggap aku direktur utama yang di Jerman itu." ucap Leonna segera menyambar jas hitam milik Verrel dan memakainya. Dia juga mengambil topi hitamnya yang berbentuk setengah lingkaran. Leonna juga mengambil kertas dan pen.

"Duduk," Leonna menunjuk kursi yang berada disana, Verrelpun menurutinya dan duduk disana. Lalu Leonna duduk di hadapannya.

"Jadi Mr. Verrel Alexander. Bagaimana anda bisa mengambil tema ini." Tanya Leonna berlaga seperti seorang pria membuat Verrel tersenyum melihatnya.

"Karena istriku." ucapan Verrel membuat Leonna mengernyit.

"Ada apa dengan istri anda, Mr. Bisakah anda menjelaskannya."

"Ya, akan saya jelaskan sedikit saja. Dia adalah istri yang sangat unit dan limited edition." ucapan Verrel membuat Leonna terkekeh. "Dialah inspirasiku selama ini. Hanya dengan mengingatnya, saya bisa membuat beberapa desain grafik yang menakjubkan. Apalagi untuk usaha Mr. yang ingin membangun sebuah apartement mewah dan juga supermarket di dalamnya. Dan inilah tema yang bisa saya ambil. Semuanya berkat istriku," ucapan Verrel membuat Leonna merona.

"Gombal," Leonna menangkup dagunya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada sikunya.

"Mr. Lien Bormer tidak akan berkata seperti itu." ucap Verrrel membalas tatapan Leonna.

"Baiklah tuan Verrel," Leonna kembali ke suara tegasnya. " tolong gambarkan apa yang sekarang ada di kepala anda, kalau memang istri anda menjadi inspirasi anda. Maka saat ini anda bisa menggambar sesuatu untuk saya." Leonna menyodorkan kertas dan pen itu ke Verrel.

"Baiklah," Verrel mengambilnya dan mulai menggambar sesuatu di sana.

Leonna memperhatikan Verrel yang tengah menggambar dengan seksama. Verrel terlihat semakin tampan saat dia tengah menggambar sesuatu di dalam kertas putih itu. Entah ada ide jahil dari mana, Leonna menggerakkan kakinya dan menggoda kaki Verrel yang hanya memakai kolor pendeknya saja.

"Khem," deheman Verrel membuat Leonna terkekeh, tetapi bukan Leonna namanya kalau dia berhenti. Leonna semakin menggoda Verrel membuat Verrel menatap Leonna dengan tajam. Tetapi Leonna hanya mengedikkan bahunya acuh tanpa menghentikan gerakan kakinya yang bermain anggun di paha dan kaki Verrel.

"Kamu membangunkan sesuatu, Delia." ucap Verrel penuh penekanan.

"Aku memang ingin mengajaknya main saat ini," kekeh Leonna tanpa malu.

"Begitu yah, baiklah." Verrel menyimpan pen dan kertas itu lalu berjalan ke arah Leonna, pandangan Leonna mengikuti gerakan Verrel yang kini sudah berada di sampingnya.

Verrel membuka topi yang Leonna pakai. "Kamu direktur nakal," Leonna semakin terkekeh mendengarnya dan mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel.

"Dan kamu suamiku yang tampan dan mesum." kekeh Leonna.

"Kamu yang mesum. Jangan membalikkan fakta."

"Kan kakak yang ngajarin." kekehnya membuat Verrel mencibir.

Tetapi setelahnya Verrel memangku tubuh Leonna dan membawanya ke atas ranjang. "Aku akan kesepian tanpa Kakak." ucap Leonna dengan manja sambil membuat pola di dada bidang Verrel.

"Apalagi Kakak, kakak pasti akan sangat merindukan kamu."

"Harus hubungin aku setiap jam, dan jangan nakal disana. Apalagi lihat bule bule yang pakai bikini, awas yah. Aku iket junior kakaknya entar." ancam Leonna membuat Verrel meringis.

"Astaga De, kamu membuatku ngilu."

"Jangan macam-macam kalau gak mau diikat dan di gantung," kekehnya.

"Istri yang kejam, kalau hanya untuk cuci mata saja kan tidak apa-apa."

"Tidak ada cuci mata, awas aja. Nanti matanya aku colok tau rasa lho," ancam Leonna kesal.

"Kamu sejak kapan jadi seorang psycopath? Ancamannya menyeramkan sekali."

"Sejak hatiku terjerat olehmu, Sayang."

"Pret," Leonna terkekeh mendengar cibiran Verrel. "Tidaklah, menurutku yang terlihat seksi itu kamu. Apalagi hanya memakai underware dan kemejaku seperti ini, sungguh menggodaku."

"Gombal banget,"

"Kali ini jujur."

Leonna terkikik dan menarik Verrel untuk semakin mendekatinya.



Leonna baru pulang dari bandara mengantarkan Verrel pergi. Leonna bergegas memasuki kamarnya dan bergegas pergi ke kampusnya.

Leonna yang hendak bergegas pergi keluar kamar, langkahnya terhenti saat melihat kertas di atas meja. Di atasnya terdapat kertas dan pen yang Verrrel gambar semalam. Karena penasaran iapun beranjak mendekati meja dan mengambil kertas itu.

Leonna menutup mulutnya sendiri saat melihat gambar yang Verrel buat semalam. Itu adalah gambar rumah sakit anak, bernama Verlia Center. Rumah sakit khusus anak-anak, terutama anak-anak yang mengidap penyakit kanker.

Verrel tau kalau Leonna begitu menyukai anak kecil, dan dia berkeinginan menjadi seorang dokter khusus kanker anak. Desainnya sangat cantik, dan rumah sakit itu terlihat mewah dan elegant, walau dindingnya berbagai gambar kartun.

'Kenapa Kakak selalu memikirkanku? Tidakkah kakak memikirkan dirinya sendiri??'



Leonna tengah duduk di dalam kelasnya sambil menatap layar iphonenya. Verrel belum memberi kabar, padahal ini sudah pukul 2 siang.

"Woyy Ona, ayo ke kantin." tepukan di pundaknya menyadarkan Leonna.

Leonna melirik sebal ibu hamil di sampingnya, sudah berkali-kali ibu hamil ini mengganggu lamunannya."Gue gak laper,"

"Ayolah, jangan galau begitu." Chella menarik paksa lengan Leonna dan membawanya ke kantin kampus.

"Dimana si kunyuk?" Tanya Leonna.

"Ntahlah, gue gak netein dia," jawabnya enteng sambil terus mengusap perut ratanya.

Merekapun sampai di kantin kampus, "Mau makan apa loe?" Tanya Leonna.

"Gue pengen mie ayam pake baso telor pake pangsit juga."

"Ebuset deh, sejak kapan loe jadi dugong?" pekik Leonna membuat Chella terkekeh.

"Loe juga pernah ngerasain gimana rasanya hamil kan, jadi wajar kalau nafsu makan gue naik."

"Oke gue pesenin," Leonna beranjak pergi untuk memesan makanannya.

Setelah lama menunggu, akhirnya pesananpun datang. Mereka menyantap mie ayam pesanan mereka. Leonna sengaja mencampurkan sambal yang banyak ke dalam mangkuk mie ayamnya.

"Ebuset deh, itu cabe gak kurang banyak." pekik Chella membuat Leonna terkekeh.

"Gue lagi bête, dan hanya cabe yang mengerti kegundahan hati gue saat ini." "Lebay loe, amit amit." Leonna semakin terkekeh melihat Chella yang mengelus perutnya sendiri.

Leonna menikmati mie ayamnya dengan lahap, bibirnya sudah merah karena pedas. Chella memperhatikannya dengan meringis, Leonna terlihat kepanasan dan bibirnya terasa terbakar.

"Bibir loe dower. Amit amit." ucap Chella membuat Leonna semakin terkekeh.

"Gak apa-apa, yang penting seksi," ucapnya dengan santai.

Tak lama Datan datang menghampiri mereka berdua. Dia terlihat bête dan tanpa berkata apapun menyerobot mie ayam milik Leonna dan memakannya.

"Oh Shit!" Datan kembali memuntahkannya ke dalam tissue yang ada disana karena rasa pahit dan merasa lidahnya terbakar. "Loe masukin cabe berapa kilo? Gila panas bener." pekiknya tetapi Leonna mengedikkan bahunya dan kembali menikmati mie ayamnya.

Chella tertawa puas melihat wajah Datan yang memerah karena kepedesan. "Makanya jangan suka nyerobot makanan orang. Kualat kan,"

"Loe lagi ngidam yah, itu cabe 10 kilo di masukin semua." ucap Datan.

"Amin amin ya allah semoga," jawab Leonna. "Tetapi sayangnya ucapan loe salah besar, gue baru saja datang bulan."

"Oh berarti anda belum beruntung yah, jadi silahkan coba enaena lagi." jawaban Datan membuat Leonna dan Chella terkekeh.

"Udah tiap hari enaenanya, tapi masih belum beruntung." kekeh Leonna. "Eh Lonja, loe apain kolor laki gue?"

"Apain yah, mau tau aja loe." ucap Chella terkekeh.

"Serius di apain? Gue curiga loe guna-gunain yah." tuduh Leonna.

"Astogee loe yah, heh gue gak butuh laki loe. Ngapain gue guna-guna." Chella tersenyum misterius.

"Terus loe apain?" Tanya Leonna semakin penasaran.

"Sini mendekat," Datan dan Leonna mendekati Chella. "Gue kasih pigura dan di pajang di dinding kamar, bilang ke Al kalau itu kolor baru beli." ucapan Chella membuat Leonna dan Datan tertawa ngakak sampai beberapa orang yang berada di kantin melihat ke arah mereka. Datan dan Leonna sampai memegang perutnya karena ketawa ngakak.

"Loe ibu hamil terajaib." kekeh Datan membuat Chella ikut terkekeh.

"Abis lucu tau."

"Gue bisa bayangin wajah Abang bakalan kayak gimana kalau tau itu kolor pernah di pake sama kak Verrel," ucap Leonna ngakak.

"Ya jangan sampai tau dong," celetuk Chella.



Leonna baru saja sampai di rumahnya sore itu dan duduk di sisi ranjang dengan lesu. Ia kembali menatap layar iphonenya yang belum juga ada notif apapun. Ia sudah mengirim beberapa voice note ke Verrel tetapi tak ada yang di read dan di balas.

Leonna mendesah ringan dan kembali mengirimkan voice note ke Verrel. "Aku kangen," cicitnya. "Bahkan baru beberapa jam berlalu, aku sudah kangen banget. Kenapa Kakak gak mau bales dan baca chatku. Apa sebegitu sibuknya sampai tidak mau mengabariku."

Leonna mengirimkan voice note itu dan melempar handphonenya asal. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk berendam beberapa saat. Dan pergi menuju rumah orangtuanya karena ada acara makan malam bersama.



Saat ini Chella dan Vino tengah berkunjung ke rumah Thalita untuk makan malam bersama. Terlihat Leonna tengah memainkan iphonenya dengan wajah yang di tekuk. "Kenapa?" Vino duduk di samping Leonna dan mencubit pipinya.

"Sakit," keluhnya tanpa semangat.

"Kenapa loe?" Chella ikut duduk di sofa lain, Chella sudah tak merasa cemburu lagi melihat kedekatan Leonna dan Vino, toh memang sejak awal juga mereka sudah sangat dekat. Chella berusaha mempercayai sahabatnya dan juga Vino.

"Kenapa merengut terus itu wajah, ada keriput tau rasa lho." Vino mengusap kepala Leonna yang fokus menatap layar iphonenya.

"Di abaikan," cicitnya menutup wajahnya dengan bantal sofa.

"Lebay loe Ona, baru juga di tinggal beberapa jam." celetuk Leon yang baru saja datang, Vino melirik Leon dengan sedikit kesal. Apalagi melihat Chella yang tersenyum melihat ke arah Leon.

"Biasa saja Chell, lihat Leonnya." ucapan Vino menyentakkan Chella dan Leon, begitu juga Leonna yang menurunkan bantal dari wajahnya menatap Vino dengan heran.

"Abang cemburu sama si es balok? Hahaha." tawa Leonna pecah membuat Vino malu sendiri di tertawakan Leonna.

"Astaga Al, Leon adik kamu lho. Kamu cemburu padanya?" Tanya Chella bingung.

"Akhirnya Abang menyadari juga kalau aku lebih tampan dari Abang." ucap Leon santai membuat Vino semakin malu.

"Apa salah kalau aku merasa cemburu pada pria yang pernah disukai istriku?" Tanya Vino tak mau kalah.

"Hahahaha," tawa Leonna paling menggelegar karena merasa lucu melihat wajah Vino yang memerah.

"Astaga Leonna kamu tadi galau, kenapa pas bagian ngeledek abang paling kenceng tawanya?" tanya Vino terheran heran.

"Muka abang lucu, hahaha." tawa Leonna.

"Aduh ada apa ini, tawa Leonna nyampe ke dapur," ucap Thalita yang datang dengan membawa beberapa cemilan.

"Astaga, suara tawa Kakak menggemparkan rumah ini." celetuk Adrian yang baru datang.

"Lebay kamu," cibir Leonna.

Adrian duduk disamping Leon, dan Thalita ikut bergabung di antara anak-anaknya.

"Wah sudah berkumpul ternyata." Dhika baru saja datang, terlihat sudah segar hanya dengan memakai kaos putih dan celana tranningnya, seorang Dhika yang seperti biasanya.

Dhika duduk di samping Thalita dengan sebelah tangannya merangkul pundak Thalita. Vino juga sudah berpindah ke samping Chella. "Bagaimana kehamilan kamu, Sayang?" Tanya Thalita pada Chella.

"Kata tante Chacha sih sangat sehat Ma." jelas Chella.

"Iyalah gak sehat gimana, kalau makannya kayak dugong," ledek Leonna membuat Chella mencibir.

Dhika tidak menyangka kini dirinya dan Thalita sudah semakin tua, semua anak-anaknya sudah dewasa dan beberapa sudah memiliki keluarga sendiri. Bahkan sebentar lagi akan memiliki cucu dari Vino.

"Aku tidak menyangka akan segera menjadi oma," kekeh Thalita menyandarkan kepalanya ke pundak Dhika.

"Kamu benar, kita sudah semakin tua," kekeh Dhika.

Indahnya saat hari tua, Inilah yang Dhika dan Thalita harapkan walau kebahagiaannya belum lengkap karena Leonna dan Leonard masih terperangkap dalam masalah mereka.

"Astaga kenapa kalian bermesraan di depan kami." celetuk Leonna saat melihat mama dan papanya juga Chella dan Vino yang sibuk masing-masing.

"Princes papa envy yah." goda Dhika,

"Tau ah, kalian malah mamerin kemesraan. Gak tau apa kalau aku lagi galau." gerutu Leonna menutup wajahnya sendiri dengan bantal sofa.

"Derita yang ditinggal," ucapan Adrian membuat Leon berdehem karena merasa tersinggung. "Opz sorry."

Tak lama iphone Leonna berdering menampilkan nama my lopelope. "Aaa,, kakak telpon. Bye mau mojok dulu," Leonna langsung berlari ke arah kamarnya membuat semua yang disana menggelengkan kepalanya.

Di dalam kamar, Leonna langsung berjalan ke arah balkon kamar dan mengangkat video call dari Verrel. "KAKAK!"

"Astaga De, aku pake earphone. Kamu mau membuatku bolot di usia muda," keluhnya membuat Leonna terkekeh.

"Kakak kenapa baru ngabarin? Kenapa bikin khawatir, kakak bahkan tak mengabari kalau sudah sampai. Kakak buat aku mengerjakan UTS dalam keadaan tak tenang dan khawatir. Kakak jahat mengabaikanku, kakak bahkan gak balas voice note aku, gak read chat aku. Kakak jahat, kakak tega, pokoknya aku sebel di abaikan gini." cerocos Leonna berapi-api.

"Sudah ngambeknya?" Tanya Verrel dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Sudah," jawabnya dengan cemberut.

"Omelanmu Kakak terima, maaf tidak kasih kabar. Sesampainya di bandara, handphone kakak lowbet jadi kakak tidak bisa mengabari istri kakak yang begitu gelisah. Kakak juga tidak langsung ke hotel, kakak ke perusahaan milik tuan Lie dan langsung meeting. Kakak harus mempresentasikan kembali proyek apa yang akan di bangun di Indonesia. Setelahnya kami makan malam bersama, baru deh balik ke hotel untuk istirahat terutama mencharger handphone kakak karena takut istriku ini bakalan mengamuk. Dan ternyata benar saja, omelannya begitu panjang sepanjang sungai amazon." Jelas Verrel panjang lebar membuat Leonna terkikik mendengar penjelasan lebar Verrel. "Maaf yah karena tidak sempat mengabarimu" tambah Verrel memasang wajah memelasnya membuat Leonna ingin sekali mencium pipi dan bibir verrel.

"Kangennnn," ucapnya dengan manja.

"Kakak juga kangen banget, baru berpisah sekitar 12 jam saja rasa kangennya sudah membuat jantung kakak sesak."

"Lebay ih, aku seriusan kangen."

"Aku juga serius, Sayang. Aku gak bohong. Ngomong-ngomong kamu sedang tak ada di rumah?"

"eh, iya aku di jemput Leon tadi. Katanya papa meminta semua anak-anaknya berkumpul untuk makan malam bersama."

"Vino juga?" Leonna menganggukkan kepalanya. "Pantas saja kamu tidak menangis, aku pikir kamu sedang menangis karena merindukanku sekarang ini. Taunya ada Vino, jadi perhatianmu terbagikan." ucapnya terdengar tak suka.

Dan itu membuat Leonna tertawa. "Astaga ada apa dengan para pria hari ini, tadi abang cemburu sama Leon karena Chella menatap Leon. Dan sekarang kakak cemburu sama Abang,"

"Ya aku pikir begitu,"

"Kakak seneng yah ngeliat aku nangis terus."

"Ya nggak, hanya saja aku mikirnya gitu," ucap Verrel terkekeh.

"Dasar kakak ini, yah nanti aku mau tetesin obat mata dulu kalau kakak menghubungiku jadi biar kelihatan nangisnya." ucap Leonna membuat Verrel terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

"De, lihat pemandangan di belakang kakak."

"Aaahhh, air mancurnya indah banget. ihh kakak bikin envy. Aku mau kesana," rengek Leonna.

"Di sini memang pemandangannya sangat bagus, kakak beruntung karena arah kamarnya mengarah ke air mancur itu,"

"Indah banget, kerlap kerlip lampunya bagus. Ihhh kakak, aku mau bulan madu kesana." rengek Leonna,

"Yakin mau bulan madu kesini?" Tanya Verrel.

"Mau sih, tapi lebih indah ke Paris atau korea. Aku ingin berteduh di bawah pohon sakura." Verrel terkekeh mendengar penuturan Leonna.

"Kamu tentuin saja mau honeymoon kemana, nanti kakak yang akan atur segalanya."

"Yeee asyik liburan. Saat liburan semester yah Kak." ucap Leonna antusias dan Verrel menganggukan kepalanya.

Mereka mulai membahas banyak hal. "Pengen meluk," ucap Leonna dengan manja.

"Aku akan memelukmu dalam mimpi," Leonna tersenyum menatap Verrel.

Hingga ketukan pintu mengganggu mereka.

"Kakak, kami sudah kelaparan." teriak Adrian,

"Dasar bocah, mengganggu orang sedang mojok saja." cibir Leonna.

"Kamu belum makan?" Tanya Verrel dan Leonna menggelengkan kepalanya. "Ya sudah makan dulu."

Leonnapun mengangguk dan memberi kecupan jauh pada Verrel sebelum menutup video callnya dan beranjak keluar kamar.



Malam ini Leonna tengah termenung sendiri di dalam kamarnya yang sepi. Ini sudah 10 hari dari kepergian Verrel, walau setiap hari Verrel selalu menghubunginya, tetapi tetap saja rasa rindu semakin besar. Tidak biasanya di tinggalkan selama ini oleh suaminya.

Seperti saat ini, Leonna baru saja memakai kaos milik Verrel yang panjangnya hingga batas paha, di padu dengan hotpant biru miliknya. Ia tengah duduk di bangku gantung yang ada di balkon kamarnya. Dengan tangisannya, tadi sore Verrel kirim pesan tidak akan sempat menghubunginya karena hari ini sangat sibuk.

Group Gesrek

∙Leonna : huhuhuhu..... (nangis kejer)

∙Leonard : Kenapa?

∙Leonna : Sakit,,,

∙Leonard : Sakit kenapa lu, Ona?

∙Datan : Paling demam,

∙Leonna : Sakit malarindu,, hikz!

∙Leonard : Lebay

∙Datan : Alayzz

∙Chella : Ona loe kenapa? Ikut gue yuk, gue mau kuliner malam bareng Al,

∙Leonna : Nggak mau, gue jadi obat nyamuk nanti,

∙Datan : Si Ona sakit karena udah lama gak enaena.

∙Leonna : Kunyuk mesum.

∙Leonard : Gue kesana?

∙Leonna : Gak butuh loe, butuhnya kakak. Hikzz,

∙Leonard : njirr gue tersingkirkan.

∙Andrian : Sabar yah kakakku sayang, hha

∙Datan : Miris banget hidup loe tong, kayak kulit kacang. Hahaha

∙Chella : Astogehhh !!

∙Leonna : Hikzzzzzzzz.... Mewek gak berenti.

(Posting wajah sendu Leonna)

∙Datan : Sejak kapan mata loe tukeran sama mata jengkol?

∙Leonna : Pengen nyusulin kakak,

∙Leonard : Susulin saja.

∙Leonna : Pinjemin pesawatnya dong ke papa, suruh abang yang bawa.

∙Chella : ngapain loe sabotase suami gue. Gue gak mau yah, Al free buat gue beberapa hari ini.

∙Adrian : Kenapa para wanita dewasa itu lebay dan ribet yah. (Adek semakin gak paham)

∙Datan : Nanti kalau loe udah gede, jangan nyari cewek model mereka. Mending nyari tante tante yang semok dan seksi.

∙Leonard : Jangan racuni otak adek gue, sialan!

∙Chella : Loe demen yang tua, astogehhh,

∙Datan : Yang lebih tua itu lebih dewasa, dan mampu memanjakan kita. Hahaha

∙Leonna : Curhat kecolongan, maksud loe mbak Pretty?

Datan : Jangan mengungkitnya, (Hayati sedih Gans,,)

∙Leonard : Astagfirulloh, gue di kelilingi makhluk alay. Gak nyangka, miris banget hidup gue.

∙Adrian : hahahahahahahaha, jleb

∙Leonna : Kembaran durhaka....

∙Leonard : Mana ada kembaran durhaka,

∙Chella : Udah ah bye, gue mau jjc

∙Leonna : Apaan jjc?

∙Chella : Jalan-jalan cantik. Byeee

∙Adrian : Astogehh geli bacanya

Leonna menghembuskan nafasnya kesal dan tak meneruskan chat gajenya. Ia menerawang lurus ke depan, menatap hamparan langit malam. Angin berhembus menerpa wajahnya. Ia membayangkan di taman depan rumahnya mereka berlari bersama dengan seorang gadis kecil. Setetes air mata luruh kembali dari pelupuk matanya.

Sekuat apapun berusaha tegar, sekuat apapun berusaha ikhlas dan sabar. Tetapi rasanya tetap sakit, rasanya tetap tak bisa menerima dan tak bisa ikhlas. Isakan demi isakan kembali keluar dari bibirnya.

Leonna menyadarinya sekarang, betapa berharganya Verrel. Betapa berpengaruhnya Verrel bagi hidupnya. Kalau tak ada Verrel seperti ini, maka Leonna pasti sudah sangat putus asa dan mungkin mengakhiri hidupnya. Dia rapuh tanpa Verrel.

Verrel memang segalanya bagi dirinya.

Leonna tidak bisa bayangkan kalau Verrel memilih mencari wanita lain untuk memberinya keturunan seperti di cerita sinetron. Ia tak bisa merelakan suaminya dan berbagi suami dengan wanita lain.

Leonna semakin menangis membayangkan jika itu terjadi.

Drrtt drrtt

Leonna tersentak dari lamunannya saat mendengar suara handphone berdering dan nama my lopelope terpangpang disana. Ia mengusap air matanya dan segera mengangkat video call itu.

"Hai,"

Leonna tersenyum mendengar sapaan verrel yang terlihat segar sehabis mandi. "Maaf baru bisa menghubungi, pasti di sana sudah pukul 11 malam." Leonna kembali mengangguk.

"Wajah kamu di cubitin siapa? Kok sendu gitu? Atau kamu sengaja cubitin sendiri dan pakai satu botol obat mata buat kelihatan habis menangis." ledekan Verrel membuat Leonna semakin menangis. "Wah, itu obat matanya bagus juga yah. Sampai airnya terus keluar dari matamu."

"Aku tutup,"

"Oke oke, maaf Sayang. Kamu ambekan ah, kenapa? Kenapa menangis? Apa mulai merasakan rindu berat padaku?" goda Verrel,

"Kapan pulang." isaknya

"3 hari lagi Sayang, sabar yah."

"Mr. Verrel," panggilan wanita itu membuat Leonna membelalak lebar. Verrel terlihat menengok dan terlihat seorang wanita bule tengah berdiri memegang beberapa berkas di belakang Verrel.

"Apa sudah selesai?"

"Sudah pak, saya akan menyimpannya disini. Permisi,"

"Terima kasih Jims." Verrel dengan santai mengambil berkas itu dan kembali duduk di depan layar handphonenya. "Jadi kenapa kamu menangis, Sayang?"

"Jadi ini yang Kakak lakukan di belakangku? Kakak jahat!"

Tut tut tut

Verrel mengernyitkan dahinya bingung dengan respon Leonna padanya. Verrel kembali menghubungi Leonna tetapi tak di angkat-angkat. "Astaga, ada apa dengannya."

Kamar hotelnya memang tidak di kunci karena tau asisten pribadi mister Lie akan mengantarkan beberapa berkas padanya. Verrel tak menyangka Leonna akan salah paham.

"Hikzzzz.....hikzzzz.....hikzzzz" jerit Leonna di balkon kamarnya. "Kakak jahat, dia selingkuh di belakangku, dia bilang gak akan pernah ada wanita lain. Tapi nyatanya, kakak jahat,, hikzzz....hikzzz....hikzz..."

"Pria sama saja, selalu butuh wanita dimana saja. Tidak ada istri, malah jajan di luar. JAHAT!" teriaknya melemparkan tissue bekas air mata dan ingusnya sembarangan.



Dengan lesu Leonna berjalan di lorong kampusnya dengan sesekali mengusap air matanya. Ia terpaksa memakai kacamata karena semalaman menangis. Dan mengakibatkan matanya bengkak, Leonna juga mematikan handphonenya karena kesal pada Verrel. "Waahh nyonya Alexander kenapa nih? Pagi-pagi sudah cemberut." ucap Chella mencubit kedua pipi Leonna.

"Lonja,, hikzzz" Leonna memeluk tubuh Chella dengan tangisnya yang pecah.

"Hey ada apa Princes?" Chella mengusap punggung Leonna yang menangis terisak. "Apa loe sangat merindukan kak Verrel?"

"Jangan menyebutkan namanya, aku kesal. Aku sepertinya akan kembali berpisah dengannya, hikzz."

"Hey ada apa? Kenapa mendadak loe ngomong gitu? Gak baik Ona."

"Dia selingkuh," isaknya.

"Apa?" pekik Chella tak percaya.

"Heh si miss lebay kenapa?" Tanya Datan yang baru datang.

"Ssstt," Chella menegur Datan dan membiarkan Leonna menangis terisak. Chella sudah berubah menjadi sosok mbak yang baik untuk adik kesayangan suaminya.



Siang itu, setelah UTS berakhir. Mereka bertiga memutuskan untuk nonton film bersama, untuk menghibur Leonna.

Mereka sampai di bioskop yang ada di salah satu mall, Leonna bertugas memesan tiket karena Datan ijin ke toilet dan Chella memesan makanan. Dengan wajah yang bête, Leonna mengantri untuk memesan tiket.

Hingga seseorang datang dan mendorong pelan punggung Leonna, membuatnya kesal. Ia bergeser ke kiri sedikit, tetapi orang yang ada di belakangnya kembali mendorong-dorongnya. Leonna yang malas merespon, kembali berpindah ke kanannya dan memberi dia ruang agar lebih dulu. Tetapi malah kembali mendorong pelan punggungnya.

"HEI!" ucapan Leonna menggantung saat berbalik dan ternyata Verrel tengah tersenyum manis di belakangnya.

Leonna mendengus kesal melihat Verrel datang dengan masih memakai setelan kerjanya. "Silahkan kamu duluan," ucap Leonna dengan sinis seraya berjalan ke belakang Verrel tetapi dengan cepat Verrel menahan lengan Leonna dan berjalan ke pelayan yang berjaga tiket.

Verrel memesan 2 tiket untuk menonton film horror. "Apa-apa ini, kenapa kakak menyabotase acara nontonku? Aku sedang ingin menonton film romance, kenapa malah film horror?" teriak Leonna menepis tangan Verrel membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.

"Dimana lagi si lonja dan kunyuk." gerutunya seraya mengeluarkan handphonenya tetapi lebih dulu di ambil Verrel. "Kak,"

Leonna kesal karena Verrel merebutnya dan memasukkannya ke dalam saku jas yang dia pakai. "Mereka sudah kakak suruh pulang."

"APA?" teriak Leonna membuat Verrel meringis karena teriakan Leonna. "Kalau begitu aku mau pulang, aku tidak mau denganmu yang tukang selingkuh." Leonna beranjak pergi.

"Kyaaaaaaaaa,,"

Leonna berteriak saat Verrel memangku tubuh Leonna di pundaknya seperti karung beras membuat Leonna menjerit dan memberontak. Keributan itu membuat beberapa orang mentertawai mereka, hingga dua orang security datang menghampiri mereka.

"Maafkan kami. Istri saya sedang latihan acting," ucap Verrel membuat Leonna melongo kaget mendengar jawaban Verrel.

Verrel membawa Leonna menuju studio 1 untuk menonton film. Leonna terus berontak di dalam gendongan Verrel yang memangkunya seperti karung beras.

Verrel mendudukkan Leonna di kursi. Iapun duduk di samping Leonna dengan santainya dan menatap layar besar di depannya. Leonna masih menggerutu kesal dan kembali beranjak untuk pergi tetapi Verrel menahannya dan menarik pergelangan Leonna hingga Leonna duduk di atas pangkuannya.

"Begini lebih baik," Verrel merengkuh pinggang Leonna dan menahan Leonna agar tak bergerak.

"Kenapa Kakak memaksaku? Pergi saja sama bulemu itu," amuk Leonna.

"Diamlah, filmnya sudah mulai." ucap Verrel membuat Leonna mendengus kesal dan melipat kedua tangannya di dada.

"Aaaaa," Leonna berteriak saat wajah hantu yang sialannya begitu menyeramkan.

Leonna langsung menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Verrel. "Kenapa hantunya sangat menyeramkan? Harusnya dia membunuh bule sialan itu. Kenapa malah datang di hadapanku. Dasar sialan, harusnya tuh hantu mencekik dan mencabik-cabik bule so cantik itu dan juga si pria tukang selingkuh, biar masuk neraka sekalian. Gak tau apa kalau istrinya tersiksa di rumah." gerutuan Leonna membuat Verrel tak mampu menahan tawanya.

Beberapa orang memperingati mereka karena berisik. "Lihatlah ada adegan romantisnya." bisik Verrel

"Tidak butuh!" Leonna sibuk memainkan kerah jas Verrel. "Kenapa pulang? Bukankah disana ada bule yang bisa memuaskan Kakak."

"Aku mempercepat pekerjaannya karena istriku sudah salah paham."

"Salah paham apanya, sudah jelas semuanya." gerutu Leonna hingga tersentak saat Verrel menengok kearahnya membuat hidung mancung mereka beradu dan tatapan keduanya terkunci.

Leonna sampai menelan salivanya sendiri saat posisi mereka seintim ini di tempat umum. Verrel mendekatkan wajahnya membuat Leonna menutup matanya dan berpikiran Verrel akan mencium bibirnya, tetapi ternyata Verrel mendekati daun telinganya dan membisikan semua kesalahpahaman ini membuat Leonna melongo.

"Sudah paham kalau kamu salah paham." Verrel kembali menatap mata Leonna, wajah Leonna terlihat memerah karena malu sudah salah paham.

"Bukan selingkuhan?" Verrel menggelengkan kepalanya. "Tidak sekamar dan tidur dengannya?" Verrel kembali menggelengkan kepalanya.

"Hikkzzz,, aku salah paham?" isak Leonna dan Verrel menganggukkan kepalanya. "hikzzzz.... Kangennn."

Leonna langsung memeluk Verrel sambil menangis meraung membuat beberapa orang melirik kesal ke arah mereka. Dan Verrel yang bertugas meminta maaf dengan senyumannya karena merasa lucu dengan sikap istrinya ini.



"Sudah akur?" tanya Chella bersidekap di depan kelasnya dan Leonna mengangguk antusias. "Pantesan tuh muka berseri bener,"

"Kunyuk Datan mana?" Chella menunjuk ke arah Datan yang duduk di lantai tepat di belakang bangkunya dengan menatap foto dirinya dan Pretty. "Galau yah," Chella menganggukkan kepalanya.

"Kunyuk ke kantin yuk. Gue traktir,"

"Nggak, kalian saja."

"Loe gak dapat hasil lagi yah," tanya Leonna.

"Mereka hanya membisu, gue harus apa lagi." Datan terlihat menundukkan kepalanya. "Gue merindukannya,"

Chella dan Leonna saling beradu pandang, Mereka baru melihat seorang Datan begitu terluka. Ia menangis dalam diam menatap foto dirinya dan Pretty.

"Kita akan tetap bantu loe cari keberadaan mbak Pretty." Ucap Leonna.

"Iya Kunyuk, gue juga akan berusaha mencari taunya."

"Thanks," jawabnya tanpa menengok ke arah mereka.

Leonna dan Chellapun mulai membahas acara liburan semester ini.



Chương tiếp theo