webnovel

NEWTON II

Semburat jingga di cakrawala terpampang jelas di balik jendela kamar. Fiya sangat suka ketika fajar menyingsing. Lukisan indah yang Maha Kuasa. Ia terdiam sejenak sebelum berlalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Jam masih menunjukkan pukul 06.00, masih pagi untuk tanggal merah seperti hari ini. Fiya mulai melangkah meninggalkan kamarnya. Ia ingin sedikit bernostalgia dan menikmati pagi di kota yang telah memiliki hatinya ini.

Keluar hotel Fiya melihat masih sangat sepi ia sengaja memesan ojek online untuk pergi agar dapat menikmati udara pagi. Mereka bejalan menunju jalan Slamet Riyadi dengan ciri khas rel kereta aktif di salah satu sisinya. Mata Fiya menelisik menikmati setiap inci keindahan dan kenangan yang di hasilkan indra optiknya. Senyuman demi senyuman terukir di bibir Fiya. Setelah menghabiskan jalan Slamet Riyadi mereka sampai di gladak dengan icon pintu masuk ke alun2. Pohon beringin besar yang menyejukkan. Ojek itu membawa Fiya dengan santai karena tau Fiya sedang menikmati perjalanan. Belok kiri mereka menuju depan balai kota di teruskan Pasar Gede. Perjalanan mulai padat ketika mereka sampai di perempatan panggung. 10 menit mereka sudah sampai di sebuah gerbang dengan gapura melengkung yang bertuliskan mangerti luhur mbangun negoro. Gapura melengkung itu mengingatkan Fiya saat ia pertama kali datang 8 tahun lalu.

Perjalanan mereka lanjutkan dengan diiringi pepohonan di kanan kiri jalan. Fiya masih dengan segala memorinya.

" Sudah sampai mbak." Ucap sang ojol membuat Fiya tersentak dari lamunannya.

Ia memandang sebuah papan nama di atas pintubertuliskan

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas S.

Rasanya masih sama. Nyaman. Ada rindu yang menelisik dari dalam hari. Disinilah 3 tahun pendewasaannya berproses. Di usia yang masih 15 tahun Fiya memulai harinya sebagai mahasiswa tanpa ada yang tau perbedaannya dengan teman lainnya. Dia harus bersikap selayaknya remaja berusia 18 tahun. Dewasa sebelum waktunya. Mungkin bisa dibilang begitu, tetapi menikmati setiap prosesnya walaupun kadang kala semuanya terasa berat untuk anak di usianya.

Ia memilih duduk di badukan samping tempat parkir. Riuh dan hiruk pikuk membuat Fiya semakin menikmati suasana pagi ini. Fiya mengedarkan pandangan kesekitar. Ada beberapa orang bergerombol sedang mengerjakan persiapan acara besok. Panggung sudah terlihat setengah jadi. Ada juga beberapa booth yang terlihat dipersiapkan.

"Energy masa muda memang luar biasa." Batin Fiya.

Pandangan Fiya berhenti pada sosok pria yang sedang berdiri di tengah lapangan. Pria itu terliat memperhatikan pekerjaan yang lain. Sesekali ia menghampiri mereka. Pandangan mata Fiya kembali berputar menikmati kembali nostalgia dengan pikirannya hingga mata fiya bertemu dengan mata pria itu. Hati fiya tersentak. Jantung Fiya berdetak kencang. Mereka saling pandang seperti ada tali yang membuat mereka saling terdiam.

"Kenapa ini." Batin Fiya. Jantung nya sertalu talu, fiya mencoba untuk memastikan siapa pria itu tapi jarak meraka cukup jauh untuk dapat melihat jelas tetapi yang Fiya tau bahwa pria itu juga sedang memandangnya.

"Hai." Suara seorang wanita sambil menepuk lengan Fiya ketika ia akan melangkah kea rah sang pria.

FIYA POV

"eh Siapa ya?" tanyaku ketika seorang wanita dengan pakaian batik rapi menyapaku. Aku menanggapi dengan senyuman termanis walau masih bingung mencerna wajah di hadapanku ini.

" Ah iya pria itu." Aku menoleh ke arah pria yang membuat jantungku berdetak kencang tetapi ia sudah tidak ada di tempatnya.

Huft… kaluhku.

"Lagi Liatin apa sich Pia?" tambahnya ikut melihat ke arahku memandang lalu ia tersenyum.

Pia? Hanya ada beberapa orang yang memanggilku dengan nama itu. Aku masih berusaha memandang mengingat wajah itu. Dan hanya ada satu orang perempuan yang memanggilku pia.

"Widya?" kata Fiya Ragu. Sedangkan wanita dihadapannya masih senyum puas melihat ekspresi bingungku.

" Iya. Sapa lagi yang bakal berani nyapa kamu." Sambut Widya sambil memelukku.

" Kangen Pia. Kamu kemana aja. Pake ganti nomer hp segala." Ucap Widya sambil melepaskan pelukan.

"kami semua nyariin kamu. Jawa timur udah di ubek – ubek sama Pii dan mas Angga mu."tambahnya sambil duduk di sampingku.

Kami terdiam sejenak hanya senyum yang terukir.

"Kamu jahat Pi. Pergi tanpa kasih kabar. Kamu bilang akan lanjut S2 kamu malah 1 tahun gak ada kabar." Kata Widya dengan suara bergetar.

"Saat Kamu datang ke reuni aku dan yang lainnya seneng banget. Tapi kenapa kamu ilang lagi.?"tambah Widya dengan air mata yang sudah tidak bisa terbendung.

Semua orang yang melintas memandang kami dan ini membuatku tidak nyaman.

"Udah ah malu dilihat orang- orang. Ntar dikira gue yang bikin lo nangis." Kataku sambil memberikan tissue ke pada Widya.

" Kamu tau Pi ini air mata kebahagiaan. Jadi aku nggak malu." Jawab Widya dengan tersenyum.

"Apa Jangan – jangan kamu gila Wid. Nangis kok bisa –bisanya barengan ama ketawa." Ledekku sambil tertawa lepas tak tahan melihat kelakuannya.

"Pi kangen." Ucap Widya sambil berhambur memelukku kembali. Aku hanya bisa pasrah. Temanku yang satu ini memang sangat manja. Usia Widya sebenarnya lebih tua 3 tahun dariku tetapi ia lebih banyak bermanja padaku.

Setelah beberapa saat melepas rindu widya menarik lenganku untuk masuk ke gedung jurusan yang tak mampu ku masuki tadi. Banyak hal yang aku impikan disini. Tetapi semuanya buyar ketika mama menelpoku kala itu. Kami menaiki tangga yang sangat bersejarah. Semua hal istimewa akan di abadikan disana. Kami menuju lantai 3 dimana disana merupakan ruangan para dosen. Beberapa pintu berderet seperti pintu kos – kosan . J. Tetapi bedanya disetiap pintu terdapat plakat nama Mpu nya ruangan. Nama mereka paling sedikit memiliki 2 tittle pendidikan.

Kami berhenti di sebuah ruangan kecil dilantai 3

"Apa aku sudah siap bertemu disini ?" keluh ku dalam hati.

Rasanya belum siap teringat kembali memori – memori membahagiakan disini sku takut tak mau kembali ke dunia nyata. Berbagai perasaan berkecamuk

Kami berhenti di sebuah ruangan kecil dilantai 3 bertuliskan Hanum Widyanigsih S.Si, MSi.

Aku menatap tulisan yang berada di hadapannya lalu menatap widya secara bergantian. Widya menjadi dosen batinku. Itu impianku. 3 tahun berjuang untuk menjadi yang terbaik agar bisa menjadi sepertinya ternyata aku gagal. Terbersit rasa iri di hatiku. Rasanya saat ini aku yang ingin menangis. Aku terdiam sejenak. Ku tepis pikiran jelek yang mulai merasukki ku. Ini memang takdir tuhan, jalanku bukan disini

" You Did it girl." Teriakku sambil memeluk widya.

Kami berpelukan sambil loncat seperti anak abg yang baru saja ditembak pacarnya. Saat menempuh S1 dulu kami pernah berjanji untuk menjadi dosen di almamater mereka. Dan dia telah mewujudkannya aku turut bahagia. Dia telah berhasil di sini dan aku berhasil disana.

Tidak semua yang kita inginkan akan kita dapatkan. apa yang kita dapatkan adalah yang terbaik untuk kita. kita hanya harus berusaha. kita harus bergerak mempercepat langkah - langkah hidup. Semua usaha hanya terjadi jika kita mengkuadratkan kecepatan tiap waktunya. Kita tinggal pilih mau jadi Newton 1 atau newton 2. mau jadi nol meratapi nasib atau bernilai dengan memperbesar kerja gaya agar kecepatan kita bertambah.

Dear Reader.

Terima kasih sudah membaca cerita ini.

Feel free untuk kritik dan saran.

komennya juga di tunggu ya biar kita bisa say hello.

Terima Kasih

JustCallMeTocreators' thoughts
Chương tiếp theo