webnovel

Tutup Pintu, Laksanakan Hukuman (2)

Biên tập viên: Wave Literature

Dia, sudah, bersabar.

Qu Tan'er menggertakkan giginya. Kedua tangannya mengepal sangat erat menahan sakit pada punggungnya. Dia berhasil menahan kata-kata kasar agar tidak keluar dari mulutnya. Dia kemudian memperbaiki posisinya dan kembali menundukkan kepala seolah siap menerima pukulan ketiga dari Nyonya Besar.

Namun, tiba-tiba...

"Pangeran Kedelapan telah tiba!" ucap salah satu pelayan dari luar kamar.

Nyonya besar telah mengangkat tangan, bersiap-siap memukul Qu Tan'er. Tapi suara teriakan dari luar ruangan itu menghentikan ayunan tangannya. 

Mendengar kabar kedatangan Mo Liancheng, Qu Tan'er mengangkat sedikit alisnya keheranan. Hal itu tak membuat ekspresi di wajahnya berubah, dia tampak tidak begitu peduli. Lalu dia mengangkat kepalanya sedikit, matanya melirik ke bilah kayu yang masih mengacung di udara. Sudut bibirnya terangkat sedikit seakan-akan sedang tersenyum, namun senyumannya dingin dan sinis.

"Nyonya Besar, Tan'er masih menunggu pukulan dari Anda." ucap Qu Tan'er yang tersenyum dan mengingatkan Nyonya Besar untuk segera memukulnya. Lebih cepat selesai lebih baik, karena rasa sakit saat menunggu pukulan berikutnya membuatnya sangat menderita.

"Kamu pikir saya tidak berani..." kata Nyonya Besar sambil menggertakkan giginya bersiap-siap melanjutkan pukulan ketiganya.

"Pangeran Kedelapan telah tiba!" suara itu terdengar lagi saat Nyonya Besar sudah bersiap memukul Qu Tan'er. Suara itu kali ini terdengar lebih nyaring dari sebelumnya, seakan-akan sedang memperingatkan orang-orang di dalam ruangan bahwa Mo Liancheng semakin dekat.

"Ibu, cepatlah selesaikan pukulanmu." Qu Tan'er melihat Nyonya Besar menjadi ragu untuk memukulnya. Meskipun pukulan yang diterimanya sungguh menyakitkan, dia masih saja memanas-manasi Nyonya Besar. Mo Liancheng telah tiba di kediaman Qu, dia ingin tahu apakah Nyonya Besar masih berani melakukan pukulan ketiga atau tidak.

Walaupun pintu ruangan tertutup, orang-orang di dalamnya juga tak berbicara sedikitpun, namun kabar tidak akan bisa ditutupi. Qu Tan'er ingin bertaruh apakah Nyonya Besar berani melanjutkan pukulannya. Biar bagaimanapun, dia kini berstatus sebagai istri Pangeran Kedelapan.

"Mau dipukul ya, kalau saya tidak pukul sampai mati, saya..."

"Pangeran Kedelapan telah tiba!" teriak pelayan dari luar untuk ketiga kalinya.

Entah kesengajaan atau hanya kebetulan, setiap Nyonya Besar mau mengayunkan kayu pemukul pada punggung Qu Tan'er, suara peringatan dari luar pintu selalu terdengar. Hal itu malah membuat amarah di hatinya tak kunjung mereda. Namun, meskipun dia benar-benar ingin memukulnya, saat ini dia telah melewatkan kesempatan itu. Pasalnya…

Ckit...

Pintu ruangan terbuka dan Mo Liancheng pun masuk dengan diikuti Yuhao. Mo Liancheng mengangkat alisnya melihat orang-orang seisi ruangan buru-buru berdiri bahkan hampir meloncat dari duduknya. Tak hanya itu, dia juga melihat Nyonya Besar yang dengan cepat menyerahkan papan pemukul ke tangan pengurus rumah Qu.

"Pangeran sudah datang ya. Para pelayan di sini kenapa sangat malas, mereka tidak segera memberikan laporan saat Pangeran telah datang. Silakan duduk, Pangeran." sapa Qu Jianglin dan langsung mempersilakan Mo Liancheng duduk di kursi utama.

"Silakan duduk, Pangeran Kedelapan. Ampuni kelancangan kami." tutur Nyonya Besar sambil tersenyum penuh kepalsuan. Matanya menatap tajam Qu Tan'er yang masih berdiri tidak bergerak dari tempatnya. Dia terus memberi kode kepadanya, namun Qu Tan'er tidak berpindah satu inci pun. Dia tidak memedulikan Nyonya Besar.

Sekarang Nyonya Besar baru mengingat dirinya. Sayang sekali, punggungnya kini terasa sangat sakit. Suasana hatinya juga terlanjur buruk. Dia tidak ingin memedulikan wanita tua yang memberi kode padanya untuk segera duduk. Nyonya Besar terus menatap tajam, namun yang ditatapnya malah membalas dengan senyuman manis. Dia ingin membuat wanita tua itu semakin marah.

Mataku agak rabun. Aku juga memang sengaja pura-pura tidak mengerti apa maksud tatapan nenek tua itu . Aku tidak akan mempedulikanmu nenek tua. Ada masalah, huh?, pikir Qu Tan'er dalam hati.

Tidak hanya Nyonya Besar, kondisi saat itu bahkan membuat ekspresi wajah si tua Qu berubah...

Chương tiếp theo