Shino yang aslinya bersifat ceria, mendadak jadi brutal siang ini. Bukan brutal dalam artian sadis dan suka memukul orang. Brutal yang dimaksud adalah sifatnya yang berubah menjadi seperti nenek sihir.
"Roman! Belikan aku makan siang. Pakai uangmu. Cepat!" Shino menyuruh Roman dengan keras.
"Hah? Males banget. Beli aja sendiri," tolak Roman
"Oh. Jadi, kamu pengen rahasiamu yang di perosotan itu bocor, ya?" ancam Shino dengan wajah sinis.
Roman tertegun mendengarnya.
"Kamu tahu rahasiaku yang itu? Please, jangan kasih tahu siapapun. Oke, aku belikan makanan buatmu." Roman panik dan segera berlari keluar kelas.
Kensel yang melihat percakapan itu melayangkan protes.
"Oi Shino, kau jangan memanfaatkan kekuatan anehmu untuk memeras orang lain. Aku lapor Jui-sensei, loh!" Kensel sedikit emosi.
"Silakan saja lapor Jui-sensei. Tapi, rahasia memalukanmu ketika masih SMP akan segera tersebar. Mau aku bocorin?" Shino balas mengancam.
Kensel pun terdiam kaku. Mulutnya bergetar hampir tak bisa berkata apa-apa.
"O-oke. Tolong, jangan sebarkan. Aku lebih baik mati daripada rahasia itu tersebar pada semua orang."
Shino tersenyum jahat.
"Kalau begitu, kamu mending pulang aja sekarang. Aku sedang tidak ingin melihat wajah jelekmu. Pergi sana!"
Kensel langsung pulang dengan wajah sedih.
Semua anak yang mendengar seakan mati tidak percaya. Seorang Shino tiba-tiba menjadi nenek lampir dan bermulut kasar. Padahal, biasanya dia berbicara dengan nada yang halus.
Hmm... ada apa dengan Shino hari ini?
Roman datang membawakan makanan hasil jerih payah beli ngantri di kantin bawah.
"Ini nyonya Shino!" Roman memberi Shino makanan.
Shino kemudian melihat makanannya.
"Apaan ini? Aku gak suka." Shino kemudian melempar makanan itu ke muka Hoshi. Muka Hoshi sekarang berlumuran dengan saus. "Ayo beli makanan lagi, cepat!"
"Kamu maunya makan apa, sih?!" Roman bertanya dengan kesal.
"Pikir aja sendiri. Pokoknya harus enak."
Roman kebingungan. Tapi, dia tidak bertanya lagi, karena takut dimarahi. Roman pun kembali keluar kelas dengan berjalan lesu.
Shino memandang semua anak perempuan. "Apa kalian lihat-lihat? Ke sini kalian semua, pijitin aku!"
Seakan sudah paham dengan ancaman Shino, para perempuan tidak ada yang protes. Mereka mendatangi Shino satu persatu.
"Eh, Akemi mah gak usah. Sana duduk lagi," Kata Shino menyuruh Akemi.
Akhirnya Akemi balik lagi. Padahal, sebenarnya Akemi sedang ingin memijat Shino.
Anehnya, para perempuan yang memijati Shino tidak terlihat sedih ataupun marah. Mereka semua malah tersenyum bahagia ketika memijat Shino. Mereka malah senang melakukannya. Akemi yang disuruh diam malah galau sendirian.
Sepertinya para anak laki-laki mulai mengerti alur dari permasalahan ini. Semakin dikerasin, Shino malah akan semakin galak. Sesuatu yang keras seperti ini harus diperlakukan secara halus.
Lev mendatangi Shino dan berkata.
"Nona Shino, apa yang harus hamba lakukan?" Lev berlutut di depan Shino layaknya anak buah yang hendak melayani ratunya.
Shino jadi tambah senang dengan sikap anak-anak yang seperti ini.
"Kamu. Loncat dari gedung," perintah Shino sambil menunjuk wajahnya.
Muka Lev pucat.
"Apa tidak ada yang lebih ringan lagi? Aku masih sayang nyawa," tawar Lev.
Shino bertopang dagu.
"Hmm... baiklah. Lev, coba kamu tembak Maggiana," perintah Shino.
"Oke. Aku loncat dari gedung saja kalo gitu. Selamat tinggal semuanya." Lev mengucapkan kata perpisahan.
Maggiana yang tersinggung langsung menjitak kepala Lev.
*Pletak!!
"Sebegitu gak sudinya ya, kamu nembak aku!?"
Jitakan keras Maggiana membuat Lev terkapar di lantai.
Kemudian Akemi mendatangi Shino.
"Anu. Aku harus ngapain Shino?"
"Oh, Akemi mah gak usah. Sana duduk lagi," Shino ngusir. Akemi tertunduk lesu.
Shino memandang Ota.
"Oi, penghilang oksigen. Coba tenggak obat nyamuk yang ada di pojok sana!"
Ota kaget.
"Aku masih sayang nyawa. Beri aku yang lebih ringan," pintanya.
"Hmm, baiklah. Coba tembak Lullin."
Lullin kaget mendengar hal itu. Mukanya mendadak memerah, pijatannya pada punggung Shino semakin mengencang.
Saat Ota mendekat, tingkah laku Lullin semakin tidak keruan. Ia berkeringat, kakinya gemetaran, dan wajahnya semakin memerah. Lullin memang perempuan yang kikuk, apalagi ketika berhadapan dengan Ota.
Sekarang Ota sudah berada di depan Lullin. Mereka berdua saling bertatapan. Ota terlihat biasa saja, namun Lullin gugup setengah mati.
"Lullin, maukah kamu—"
"STOP. Sudah, balik lagi sana." Shino menghentikan Ota yang hendak menembak Lullin.
"Eh. Gak jadi?" Ota memandang Shino.
"Iya. Kamu balik lagi ke bangku. Cepet!"
Akhirnya, Ota gak jadi nembak.
Lullin mengelus dadanya karena merasa lega. Bukan berarti Lullin tidak ingin ditembak, tetapi Lullin bingung harus bereaksi seperti apa jika ia benar-benar ditembak—meskipun tembakan itu hanyalah pura-pura.
Kemudian Akemi mendatangi Shino.
"Nyonya Shino. Hamba harus ngapain, ya?" pinta Akemi dengan wajah penuh harapan.
"Oh. Akemi mah gak usah. Sana duduk lagi." Shino menolak dengan halus. Akemi kembali ke bangkunya dengan wajah muram.
Di hari itu, Shino bertingkah layaknya seorang ratu yang sangat bengis. Shino memeras anak-anak Kelas 1-F. Memerintahkan mereka untuk melakukan berbagai hal yang konyol. Jui-sensei yang akan mengajar pun diusir oleh Shino dan diancam dibocorkan rahasianya. Kepsek pun sama, dia tidak berani mendekati Shino karena takut rahasianya bocor.
Akhirnya, sisa waktu sekolah berubah jadi jam istirahat.
"Shuu, garuk pantatnya Rock!"
"Gen, lakukan salto di sini!"
"Hashimoto, minum obat datang bulan!"
Lev yang baru bangun pun disuruh lagi.
"Lev. Tembak lagi Maggiana."
Lev terkapar lagi. Maggiana kesal lagi.
Melihat kejadian ini, Nana jadi terinspirasi dan ingin melakukannya juga ketika kekuatan anehnya aktif nanti.
"Apa kamu lihat-lihat! Mau bikin aku ketawa? Coba aja kalo bisa!" Shino mengedipkan mata berkali-kali di depan Hide. Anehnya, Shino tidak tertawa, kekuatan aneh Hide tidak aktif. "Awas saja kalau kamu macam-macam. Rahasiamu yang pernah suka sama banci akan aku sebarkan pada semua orang! Eh..." Shino kelepasan.
Hide langsung salting mendengarnya. Anak-anak yang lain pura-pura tidak peduli. Tapi wajah mereka terlihat gembira. Mereka semua sedikit menahan tawa.
Hide yang rahasia kecilnya sudah bocor, tidak marah atau apa. Dia terus mematung saja di bangkunya. Sedangkan Shino yang sudah seperti ratu jahat pun terlihat merasa bersalah.
Tiba-tiba, Shino mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.
"Hah... baiklah, aku sudahi saja," kata Shino setelah menghela napas panjang. "Sebenarnya, aku ini bukan Shino. Aku adalah penunggu kelas ini yang sedang merasuki Shino."
Semua anak tertegun.
Lev bahkan langsung bangun.
"Hei, kalian tahu? Shino itu banyak menahan penderitaan. Otaknya terlalu banyak menyimpan rahasia kalian. Dia jadi sering pusing. Tapi tetap saja, Shino tidak pernah membocorkannya, bukan?!" tambah hantu itu dalam wujud Shino.
"Kalau aku perhatikan, Shino itu sering melamun di kelas. Sepertinya, selain Akemi dia tidak punya teman akrab lagi. Kalian jangan takut mendekati Shino. Percayalah, dia tidak akan pernah membocorkan rahasia kalian. Aku harap kalian bisa bersikap lebih baik lagi kepadanya," kata hantu itu panjang lebar.
Semua anak mendengarkan dengan khusyu.
"Oh, iya. Maafkan aku Hide sudah membocorkan satu rahasiamu. Setelah ini, jangan membenci Shino, ya!" Senyum Shino yang sangat jarang mengakhiri kata-kata hantu itu. Hantu itu langsung pergi dari tubuh Shino. Karena hantu itu pergi, tubuh Shino pun terkapar.
***
Ketika Shino bangun, hari sudah sore. Anak-anak Kelas 1-F yang lain setia menunggu Shino di kelas. Termasuk Kensel yang ternyata balik lagi ke sini.
Shino terbangun dan merasa sangat pusing. Dia merasa sudah tidur selama bertahun-tahun. Dia melihat sekeliling, membetulkan kacamata dan kembali bertingkah seperti biasanya.
Tiba-tiba Roman datang dari arah pintu. Setelah berjam-jam keluar cari makanan, akhirnya dia balik juga.
*Jedar!!
Roman menggeser pintu dengan keras.
"Ini nyonya, makanan tradisional Mesir yang bernama 'cous cous' saya yakin nyonya akan menyukainya," Roman berlutut sembari memberikan hidangannya.
"Hahahahaha." Semua anak tertawa.
Roman kebingungan.
"Wah, makasih banyak loh, Roman. Kamu perhatian banget!" ucap Shino dengan sedikit tersenyum.
Sore itu, Shino menyantap 'cous cous' dengan sangat lahap. Shino tidak tahu, kalau tadi dia kerasukan hantu. Roman pun tidak tahu kalau yang tadi itu bukan Shino, dan merasa aneh dengan tingkah laku Shino yang kembali seperti semula.
Setelah menghabiskan makanannya, Shino mengatakan sesuatu yang mengejutkan lagi.
"Hide, jadi kamu pernah suka sama banci ya? Eh..."