webnovel

Sang Rubah

Genderang api dan angin

Tamburnya menggelegar membelah negri

Genderang bara dan topan

Siapa yang menabur ambisi

Bersiaplah menuai perang!

Februari, Tahun 622 Penanggalan Sang Pencipta

Orang bijak berkata: Ketika orang mencapai usia 60, ia seharusnya sudah tidak punya kekhawatiran lagi. Tapi bagi Sulran Rigijk Mihalin, kesempatan sekali dalam seumur hidup mencapai kejayaan dan tercatat dalam sejarah, baru datang ke pangkuannya. Adalah strateginya yang brilian untuk pensiun beberapa tahun yang lalu, sebelum kesehatan Raja mulai menurun.

Ia mengalah. Memberikan jalan ke posisi puncak dengan rendah hati pada saingan utamanya, Jan. Ia menghindar dari konflik atau perpecahan dalam kubu militer yang bisa merusak nama baiknya. Setiap prajurit di seantero Telentium tahu bahwa jasa-jasa serta kehebatannya dalam berbagai Perang melebihi Jan, tapi Raja dan kumpulan 'ular beludak' di Istana tidak menyukainya. Mereka lebih suka bajingan licin, sok bersih dan benar seperti Jan. Ia tahu saat itu bukanlah waktunya.

Coba lihat sekarang bagaimana bahkan seorang Panglima bisa begitu sial jika tidak jeli. Kasihan dan betapa menyedihkannya Jan sampai terkena segala tekanan dan fitnah, tidak mampu memahami bahwa situasi sudah berubah demikian rupa, hingga ia sampai terkena tahanan rumah dan keputusan bersalah karena pengkhianatan terhadap Keluarga Kerajaan. Dijadikan kambing hitam kematian Pangeran Kedua memang tidak menyenangkan. Sementara, rubah tua (demikian Sulran selalu memanggil pada dirinya) yang sudah pensiun ini malah diangkat sebagai Jendral Tertinggi dan Komandan seluruh angkatan perang Kerajaan Telentium. Akhirnya nasib berpihak kepadanya juga.

Tapi ia harus berhati-hati. Serigala-serigala dan macan masih berkeliaran di luar sana, berencana dan berusaha menggigitinya dari balik kegelapan. Semua menunggu penuh harap kejatuhannya. Akan tetapi, ia sudah memiliki kesetiaan para prajurit kepadanya. Selama tahun-tahun pensiunnya, ia sudah menjadi guru, mentor, penasihat di balik layar banyak perwira berbakat dan sebagian besar merasa berhutang budi padanya. Dari nasihat bagaimana melatih tentara, ilmu perang, sampai ke urusan intrik politik dalam tubuh militer, semua ia dengar dan nasihati dari gubuk pensiunnya.

Status pensiunnya telah mengakhiri segala pertikaian, konflik, dendam, serta hutang budi lama apa pun. Ini membuat dirinya relatif disukai sebagai penasihat yang bisa dipercaya. Di atas segalanya, ia memberikan nasihat dengan sungguh-sungguh dan profesional. Generasi muda perwira militer juga berbondong-bondong ingin mendapatkan nasihat dan bimbingannya. Perlahan-lahan ia menyebarkan jaring pengaruhnya sambil menunggu waktu yang tepat.

"Bagaimanapun juga, para prajurit adalah orang paling waras di dunia. Mereka tidak segera terhanyut dalam urusan suka atau benci, karena mereka tahu bahwa di dalam medan perang semua perasaan itu tak berguna. Mereka mengikuti seorang Jendral kalau Jendral itu memikirkan kelangsungan nyawa mereka, sambil terus mencetak kemenangan demi kemenangan. Apalagi yang belum pernah terkalahkan selama lebih dari 25 tahun, dalam situasi paling sulit sekalipun!" Seorang ahli militer mendeskripsikan bagaimana kekaguman dan kesetiaan para prajurit kepada Sulran setelah pensiun sekalipun masih begitu kental.

Kenyataannya memang ia pernah dikalahkan dalam satu atau dua pertempuran, tapi ia tidak pernah kalah dalam perang. Mulai dari Perang melawan Invasi Mauro, Konflik Perbatasan Aestheria, Perang Pembasmian Suku Selatan, keberadaan Sulran di garis depan menjamin satu kata: Kemenangan.

Sulran tidak menyukai mendiang Raja, karena beliau tak pernah mempercayainya tapi terus memakainya jika situasi mulai di luar kendali. Mendiang Raja itu, Sulran berani mempertaruhkan jenggotnya, pasti enggan menaikkan jabatannya sampai ke puncak, meski prestasinya tidak tersaingi. Tapi mengesampingkan segala api dan tajamnya hubungan mereka, ia tetap menghargai penguasa itu karena ia adalah Raja yang bijak. Jarang ada penguasa yang masuk kategori demikian di mata Sulran. Raja yang bijak dan cerdik, karena selalu memanfaatkannya.

Sulran tidak pernah berniat menghabiskan sisa hidupnya sebagai pahlawan tua, pensiunan, konsultan dan penasihat para perwira muda yang ambisius atau sekedar melihat semua yang menuruti nasihatnya mendapatkan semua penghargaan dan pangkat sementara ia hanya kebagian parsel, bingkisan kecil, atau hadiah ala kadarnya.

Ia menginginkan kejayaan dan ketenaran yang akan mengabadikan namanya dalam Sejarah! Ia tahu bahwa ia memiliki kemampuan itu. Dan doanya sekarang tidak hanya sedang dikabulkan setengah-setengah, tapi datang terpenuhi sekaligus! Pangeran Pertama memanggilnya dan memberinya tugas menyerang dan menghancurkan Pangeran Ketiga.

Tentu saja, di balik layar, pihak yang satu lagi juga menawarkannya pekerjaan. Beberapa pejabat terdekat Pangeran Ketiga telah datang langsung dan mengundangnya untuk bertemu langsung dengan Pangeran Ketiga. Pangeran itu memang memiliki kekuasaan yang besar juga, tapi Sulran tahu bahwa Pangeran Ketiga memiliki sifat yang sama dengan mendiang Raja. Buah dari pohon yang sama, baik daging maupun kulitnya. Perbedaannya, Pangeran Ketiga masih hijau, naif, dan senantiasa dikekang ibunya. Sifat fatalnya pun sama dengan Raja: terlalu lembut.

Sulran memilih Pangeran Pertama karena ia menyukai beliau. Pangeran itu memiliki visi yang jelas, ia juga bisa mendengarkan pendapat orang lain, fleksibel tapi tegas, berbahaya seperti perangkap berduri, tapi di situlah letak keindahannya. Pangeran Pertama buas, ambisius, banyak menuntut, tapi ia suka dengan cara Sulran menyelesaikan masalah. Ia memiliki kecerdasan untuk mengenali nilai dan kesetiaan pegawainya.

Sulran menyadari benar bahwa diapun tidak kebal terhadap sifat buas sang Pangeran. Kalau saja ia belum pensiun setelah mempertimbangkan situasi beberapa tahun yang lalu, bisa jadi ia yang jadi kambing hitam seperti Jan, betapapun sukanya Sang Pangeran kepadanya. Pangeran ini memiliki sifat suka mengorbankan apa pun demi mendapatkan kehendaknya.

Tapi meski demikian, Sulran lebih suka akan tantangan ini ketimbang sifat penurut dan lembek. Ia percaya kepintarannya akan melindunginya sebelum kena ganyang. Seperti contohnya, ketika Pangeran memanggilnya, ia tidak segera menghadap. Ia melapor sakit, sampai panggilan ketiga pun tidak juga bisa ia penuhi. Akhirnya Pangeran sendiri datang dengan tidak sabar ke gubuknya.

Sulran berhasil membuat Pangeran percaya akan keengganannya, juga ilusi bahwa Pangeran berhasil membuatnya setia kepadanya lewat persuasi dan karisma beliau (juga sesuai dengan semua persyaratan yang diinginkan Sulran). Dengan demikian, Pangeran akan berpikir 3 kali sebelum mendadak menghukum matinya kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan.

Tapi itu semua cuma cerita masa lalu. Sekarang, saatnya sejarahnya dibuat. Ia harus mempersiapkan angkatan perangnya untuk menyelesaikan pekerjaan berat yang diembankan kepadanya. Di posisinya yang terus dikritik oleh para pembencinya maupun orang awam, Sulran tampak begitu pelan dan terlambat dalam mempersiapkan pasukannya di waktu yang kacau ini.

Tapi Jendral itu sendiri memiliki berbagai pertimbangan lain yang harus ia selesaikan sebelum ia bisa memusatkan seluruh perhatiannya pada front Timur. Ia diam-diam mengerahkan mata-matanya, memastikan persekutuan-persekutuan, mengirimkan pasukan penggertak ke perbatasan Barat, lalu menunggu sampai Putri Erriel diserahkan sebagai sandera di Ibukota.

Setelah semuanya selesai, pada tanggal 3 Februari, 6 hari setelah deklarasi perang, Sulran akhirnya bergerak dari Beku Yasa. Pasukannya yang hanya sebesar 63.000 orang prajurit kembali dikritik dan dicerca sebagai terlalu sedikit, tapi pasukannya bergerak dengan cepat dan lincah bagaikan ular mengejar mangsa, mengagetkan baik kawan dan lawan.

Jendral tua itu telah membereskan segala urusan. Ia hanya tinggal melakukan pekerjaannya. Banyak orang menyangsikannya, sebagaimana yang selalu terjadi, betapapun hebatnya reputasinya, karena musuhnya adalah Jendral Moharan Tegrib, Penakluk Mauro, dengan pasukan elitnya sekuat 92.000 tentara dan Gajah Perangnya yang tak terkalahkan.

Chương tiếp theo