webnovel

Lagi?!

Aku, Isla, Avery, dan Rick berkumpul di ruang tengah pondok kecil milik Blavat.

Ruang tengah itu berdinding sewarna langit malam, permadani kuno berwarna perak dihamparkan menutupi lantainya, meja panjang kaca yang dipenuhi makanan-makanan rakun, sofa-sofa panjang hitam, lukisan-lukisan kuno, dan tumpukan kartu tarot di sofa.

"Maaf karena tiba-tiba menghentikan kalian," ucap Blavat sambil mengelus rakunnya yang duduk di pangkuannya. "Karena tiba-tiba saja saya mendapatkan penglihatan yang luar biasa mendesak."

"Penglihatan?" tanya Avery.

"Musuh kalian, Allan dan Clarisse," sahut Blavat, disertai geraman rendah dari Avery dan Rick.

"Mereka gila!" seru Rick. "Apa yang akan mereka lakukan lagi setelah apa yang terjadi kemarin itu?!"

Blavat memejamkan mata dan mulai mengucapkan ramalan yang mungkin akan jadi petunjuk bagi kami.

4 pahlawan beriringan

Masuk ke wilayah kedengkian

Oh... lihat siapa itu...

Roh berjasa yang lenyap seiring waktu

Mengetahui rencana

Buruk sekali rencananya

Wahai para Dosa dan kebajikan...

Tolonglah para pahlawan

Yang bergerak ke arah selatan

Menyongsong bahaya

Tanpa kepastian

Hanya dilidungi oleh cinta

Suasana hening.

"Allan dan Clarisse punya rencana jahat yang amat buruk?" tanyaku.

"Hanya waktu yang bisa menjawab," Blavat tersenyum kecil. "Tugasku hanya menyampaikan apa yang kulihat lewat ramalan. Yang aku lihat pun tidak jelas, tapi ingatlah bahwa ramalan mungkin saja berubah. Akhir yang buruk tidak mesti buruk."

"Baiklah, Blavat," Aku mengangguk. "Kami akan membicarakan ini dengan Pak Jack. Semoga saja akhirnya baik."

Kami keluar pondok itu.

Kami bergegas menyelinap diantara pekemah yang sibuk dengan urusannya sendiri. Tiba di rumah bergaya victoria itu.

Keluarga Lynch masih ada di sana, mengobrol dengan Pak Jack.

"Pak, ada ramalan baru dari Blavat," ucap Avery tenang.

"Oh, ya?" Pak Jack mendongak. "Ramalan apa itu?"

Aku membacakan ramalan itu dengan rinci dan menastikan agar Pak Jack mendengarnya.

"4 pahlawan, siapa saja itu?" tanya Pak Jack. "Kuduga salah satunya adalah kamu, Azalea."

"Kenapa bapak yakin bahwa saya salah satu dari 4 pahlawan itu?" tanyaku.

"Temperence yang memelihara ramalan kuno atau baru bilang kepadaku beberapa hari yang lalu, bahwa Putri Kematian akan mengikut satu misi lagi dan membawa kabar yang menggemparkan dunia Half-Blood dan roh," jelas Pak Jack.

"Kenapa harus aku?" gumamku.

"Takdirmu sudah begitu ketika kamu dilahirkan, tertulis oleh Lucifer yang merupakan vampir penjaga nasib," jawab Pak Jack. "Sepertinya misi ini juga sensitif terhadap waktu. Kamu boleh pergi sehabis makan malam."

"Sendirian?" Aku mengangkat alis.

"Bersama ketiga temanmu yang marah karena tidak dianggap," Pak Jack terkekeh. "Cepat beres-beres. Aku dan keluarga Lynch yang akan mengantar kalian. Keluarga Lynch, saya minta maaf tapi tidak aman kalau anda keluar dari lingkup ini beberapa hari kedepan. Saya mohon pengertian kalian."

"Pak Jack, di tengah hutan ada pavilliun yang ayah bangun untuk istirahat," ucapku. "Biar mereka pakai saja, tapi ular-ular di sana harus disingkirkan dahulu."

Pak Jack mengangguk dan menyuruh kami segera berberes.

Aku membawa ranselku yang biasa. Memasukkan beberapa pakaian, alat mandi (walau aku tau itu tidak berguna), dompet, persediaan makanan maupun obat, kantung tidur, peta, dan senter.

Aku berganti pakaian menjadi celana jeans, kemeja ungu gelap, jaket hitam bertudung, dan topi ungu gelap.

Aku memakai kalungku dan memasukkan pisau lipat ke kantong.

Aku memakai sepatu pantofelku, menyandang tas dan bergegas keluar.

Aku bergegas menuju pavilliun makan.

Meja pondokku hanya diisi oleh Isla, Avery, Rick, dan keluarga Lynch.

Aku bergegas duduk dan menyantap makanan dengan lahap. Jus strawberry dicampur perasan lemon kecut sekali...

"Will," ucapku ketika Will bergabung. "Kalau buat minuman kira-kira napa, kecut banget..."

"Yang itu lemonnya kebanyakan," kekeh Will.

"Kenapa masih dihidangkan!" Aku memukul dia (dengan bercanda).

"Kalian enggak usah berantem, aku lapar sekali hari ini," keluh Justin yang pindah dari meja pondok Patience.

"Kenapa?" tanyaku.

"Saudara/i ku semuanya penasaran akan ibu," jelas Justin. "Mereka menanyaiku. Terlebih lagi, aku harus membersihkan pavilliun liburan ayahmu itu."

"Lucu sekali..." kekehku.

Justin mencibir.

Obrolan bergeser ke topik misi. Membahas apa saja yang mungkin hadapi dan tentang ramalan.

Sungguh?!

Aku baru datang dan aku harus pergi lagi...

Chương tiếp theo