"Bos, ada yang datang!"
"Hee? Siapa? Apakah sherrif yang waktu itu lagi? Dia tidak ada kapok-kapoknya rupanya. Padahal dua deputinya sudah mati."
"Bukan, Bos.. tapi... err.. saya bingung, dia wanita atau lelaki..."
"Ha? Bodoh, kamu! Buka saja pakaiannya, nanti juga ketahuan!"
"Hmmm... benar juga, hehehe. Kalau wanita, sepertinya asik.. heheheh. Tapi kalau laki-laki... err... "
"SUDAH KUBILANG, AKU LELAKI!!" seseorang dengan kemeja bergaris dan rompi hitam yang terbuat dari kulit tiba-tiba saja keluar dari balik pepohonan tanpa disadari oleh para bandit yang sejak siang hari berkumpul dan beristirahat di sebuah hutan di dekat sungai. orang dengan rompi hitam itu berjalan mendekati seseorang yang tampaknya adalah pemimpin dari kawanan tersebut sambil menyeret tubuh salah satu anggota bandit yang sudah tak bernyawa. Para bandit itu terkejut, tidak berkata apa-apa. Ia menjatuhkan bandit itu, lalu mengeluarkan sebatang cigarette dari sebuah kotak yang ia ambil dari kantung sebelah kiri celana jeansnya, menggigit cigarette itu, lalu menyalakannya. Setelah ia menghisap cigarettenya dalam-dalam lalu menghembuskannya ke udara dengan asap yang berbentuk huruf 'O' orang itu berkata dengan suaranya yang terdengar seperti suara seorang wanita, namun diberat-beratkan.
"Aku Ray Hammond, dan aku adalah lelaki." Ia mulai menghisap cigarettenya lagi.
"TIDAK PERCAYA! Suaramu masih terdengar seperti wanita, anak muda. CIH! Tapi itu tidak penting! Mau apa kau kemari? Kenapa kau bunuh anak buahku?!" pemimpin bandit itu mulai marah, "Kau tidak tahu siapa aku? Ha? Aku ini Grey Scar Alonzo! Kau lihat codet di dahiku ini? Ini buktinya."
"Fuh.. Justru karena aku tahu kau adalah Grey Scar Alonzo. Karena aku ini seorang lelaki sejati. Aku menantangmu, DUEL! Kecuali kalau kau bukanlah lelaki dan menyuruh anakbuahmu untuk menyerangku."
"Duel?..." Alonzo terlihat terkejut. "Hahahaha! Kau lancang sekali! Setelah kau bunuh anakbuahku, kau pikir aku akan membiarkanmu? JANGAN HARAP!" gertaknya. Mendengar itu, seluruh anak buah Alonzo yang berjumlah sekitar 8 orang mengepung Ray.
"Hahaha, ternyata Grey Scar Alonzo adalah seorang pengecut." Ray mengangkat topi fedoranya. Rambutnya merah ikal. Wajahnya tampan. Namun, sekaligus cantik
"Cih! Berisik! SEMUA! TEMBAAAK!!"
Sebelum anakbuah Alonzo sempat menembak, Ray melemparkan topi fedoranya ke seorang di belakangnya, tepat di hidung. Ray dengan cepat berlari dan melompat ke arah orang tadi, menjepit kepalanya dengan kedua pahanya. Orang itu panik, dan bergerak berputar berusaha menyingkirkan Ray dari wajahnya. Ray lalu mengeluarkan dua buah revolver colt kecil. Masih dalam 'gendongan' bandit tersebut, Ray menembaki satu persatu di tengah peluru yang menghujaninya, gerakan panik bandit yang meng'gendong'nya itu membuat ia secara tidak sengaja tak terkena peluru..
Dua orang anakbuah Alonzo jatuh bersimbah darah. Disusul tiga orang lainnya yang kini memegangi tangan, kaki, atau selangkangan mereka yang tertembus peluru yang ditembakkan oleh Ray. Ray lalu menjatuhkan dirinya dengan betisnya masih mengapit kepala bandit tadi. sehingga ia kini berada dalam posisi terbalik sambil menodongkan pistolnya ke arah dua orang yang masih berdiri. Dua orang itu lalu terjatuh. Ray lalu berjungkirbalik dan menjatuhkan tubuh si bandit tadi ke depan dengan kedua pahanya. Ia segera bangun dan membersihkan pakaiannya yang menjadi kotor karena sempat menyentuh tanah Lalu menatap tajam mata Alonzo sambil menghisap cigarettenya.
"Ka.. KAU!! BERANINYA KAU!" Alonzo berteriak parau. Ia lalu mengeluarkan sebuah pistol berwarna merah darah. Bentuknya mirip dengan pistol volcanic keluaran smith & wesson, hanya saja yang satu ini terlihat sedikit lebih besar pada bagian belakang dengan laras sedikit lebih panjang. Tidak terlihat tuas pelindung picu yang biasanya digunakan untuk mengokang dan mengisi peluru pada pistol volcanic. "Kalau begitu, RASAKAN INI! RED VULTURE! KAU TAKUT SEKARANG? HAH? HAHAHAHAHHAHAHAH!..... hah.. AWW!! MATAKUUUU!!!" Alonzo berteriak, matanya tersundut oleh puntung cigarette yang rupanya dilempar oleh Ray yang tak terlihat olehnya saking paniknya. Sambil mengusap-usap matanya. Alonzo menembakan pistol itu secara membabibuta.
Dor! Dor! Dor! Dor!
"Heheheheheh! Kau sudah tidak bisa bicara apa-apa lagi, ya?" Alonzo Membuka matanya sambil sesekali mengusapnya. Namun, ia kini terkejut. Tidak ada seorangpun di hadapannya. "Eh..."
"Aku dibelakangmu!!"
"A..APA?!" Alonzo semakin panik, ia dapat merasakan dinginnya moncong pistol yang menempel di belakang kepalanya.
"Karena aku adalah lelaki sejati, aku tidak akan menembakmu dari belakang. Sekarang, perlihatkan wajahmu! Grey Scar Alonzo!"
"KURANG AJAAARR!" Alonzo dengan cepat berbalik arah dan mengarahkan pistolnya ke arah Ray
DOR!
Alonzo terbelalak, dari dahinya keluar darah segar, kepalanya tertembus peluru, ia jatuh tersungkur.
"Itu baru lelaki." Ray meniup asap yang keluar dari ujung moncong pistolnya.
"LARII!!" beberapa orang anakbuah Alonzo berusaha melarikan diri dari tempat itu.
Dor! Dor! Dor!
Mereka semua terjatuh. Tak ada seorangpun yang berhasil melarikan diri. Ray lalu menaruh kembali pistolnya di sakunya, mengeluarkan kotak cigarette dan mengambil satu batang cigarette dan menyalakannya. Lalu memungut pistol red Vulture yang masih berada dalam genggaman Alonzo di dekat kakinya.
"Red Vulture, ya... hahah, hadiah yang bagus." Ray menatap Red Vulture dengan seksama.
"Toloong.. toloong.. siapapun... toloong..." suara lirih seorang perempuan membuyarkan pikiran Ray yang sejak tadi memeriksa tiap sisi Red Vulture.
"Wah.. ada wanita, ya..." Ray berjalan mengikuti sumber suara. Suara itu menuntunnya menuju sebuah batu yang sangat besar. Suara itu terdengar dari balik batu tersebut.
"Tolong...aku.. tuan..." perempuan itu berpakaian compang-camping. Baju yang tadinya sepertinya masih bagus kini terlihat lusuh dan robek-robek. Sebagian dadanya terlihat dari balik robekkan pada pakaiannya. perempuan itu tidak terlihat seperti orang gila. Wajahnya cantik, rambutnya ikal panjang berwarna kuning keemasan. Ia terlihat seperti seorang perempuan yang rajin merawat diri. Rok putihnya juga terlihat robek-robek dan terdapat bercak darah di bagian belakangnya. Perempuan ini secara bejat telah diperkosa oleh kawanan bandit tadi.
"HAHAHAH! Sekarang aku mendapatkan hadiah yang lebih bagus lagi.. hahaha... " Ray mendekati wajah perempuan itu, menikmati wajahnya yang cantik yang berlinang air mata. "Sayang sekali, aku bukanlah pahlawan seperti yang kau kira, Nona. aku juga outlaw seperti mereka. Hhahahahha." Ray lalu mencium bibir merah perempuan itu.
"Jangan... tolong jangan.." perempuan itu memohon. Air matanya mengalir lagi. Ray menghentikan perbuatannya "Hahahaha! Maaf, sebagai lelaki aku tidak tahan melihat bibirmu yang sangat menggoda itu, Nona. Nah, Baiklah. Kini kau milikku, Kau tidak bisa menolak. Kau akan ikut denganku, Nona. tenang saja, karena aku lelaki, aku tidak akan membunuh perempuan cantik sepertimu. Dan ingat, jangan pernah coba lari dariku... Ahahahah." Ketakutan membuat perempuan itu terpaksa menuruti kata-kata Ray. Tak ada jalan lain baginya. Ia tidak ingin mati. Ia berusaha menghapus air matanya. "Ba.. baiklah.. tapi, kumohon, jangan bunuh aku... ayahku pasti khawatir dan menungguku."
"Hahahahah. Begitukah? Ayo kita segera bertemu ayahmu. Tentu saja kalau ayahmu mati, kau tak perlu pulang lagi, kan?"
"Jangan.. jangan bunuh ayahku, kumohon! Aku akan menuruti semua keinginanmu."
"Hahahahha... baiklah, aku takkan membunuhnya. Tapi aku akan membunuhnya kalau kau lancang. Ngomong-ngomong, siapa namamu?"
"Grace... "
"Grace.. Nama yang bagus sekali. Sekarang, cepat berdiri. Kita segera pergi dari tempat ini."