webnovel

Tiga

"Hans, Kita sudah sampai." Kata ibuku membangunkanku. Kugemblok tasku yang besar ini dan menerobos orang-orang di depanku. Aku merasa seperti atlet american football. Aku bersyukur hari ini cerah.

..............................

Autumn in Paris, novel bernuansa romantic berlatarkan kota besar ini. Aku tidak heran mengapa kota ini yang terpilih. kota baruku. Menara eiffel, Gerbang kemenangan, Tembok gembok cinta. Apakah kisahku di kota ini akan seindah apa yang aku lihat sekarang. Bukan hanya soal cinta, aku memikirkan bagaimana aku akan beradaptasi di sini, mempunyai banyak teman dan menjadi populer. Atau aku akan tumbuh dewasa, membusuk tanpa mempunyai siapapun untuk kuajak berbicara, menjadi gila hingga jatuh cinta pada gadis tercantik di kota ini, sambil berharap Beauty and the Beast bukan hanya hiburan anak kecil semata.

Sesekali aku merogoh isi kantung celanaku, mengambil dompetku, lalu membukanya. Foto itu, apakah gadis ini adalah adik tiriku? Ingin sekali aku bertanya kepada papa dan mama apakah sebenarnya aku punya adik atau kakak tanpa sepengetahuanku. Tapi yang benar saja, sudah gila aku.

"Bienvenue!" seorang petugas bandara menyapaku dan memeriksaku sekejap. Kulewati barisan pengecekan menyusul mereka yang sudah menantiku di sebrang. Aku berjalan dengan tetap memperhatikan foto itu. Sepertinya Ayah melihatnya.

"Nak, kau masih menyimpan foto ini?" tanya Ayah.

"Iya yah, aku masih penasaran sebenarnya siapa dan bagaimana dia bisa dikamarku..."

"Ah.... Mama tau nih, anak kita naksir kali pa sama cewe di foto itu, hayo ngaku."

"Ahaha apaan sih ma kenal aja belum, kalo itu foto rang 70an, mama mau punya calon seumuran sama mama?"

"Hush jangan ngomong gitu, nanti beneran disukain ibu-ibu baru tau rasa kamu hihihi."

"Hehehe iya ma bercanda."

Kami berempat berjalan keluar dari bandara. Mata kami langsung dimanjakan dengan pemandangan yang amat indah. Udara sejuk dan jauh lebih segar dari yang biasa kami hirup. Aku merasa menjadi sesuatu yang baru saat ini.

..............................

"Ngeeeeeeng..... ngeeengg.... Asoy geboy ngebut di jalanan ibu kota, dipayungi lampu kota di sekitar kitaa..."

Kulihat speedometer mobil ini, papa belum pernah melaju melewati kecepatan 100km/h, lagu itu jadul ini sepertinya berhasil membuat Ayah terpacu untuk mengendarai mobil ini lebih cepat lagi. aku jadi ingin mencoba mengendarainya sendirian.

"Pah ngebut paaaa!!!" teriakku yang mulai merasa senang dengan sensasi adrenalin ini.

"Baru juga sampe masa nanti papa kena tilang, ini udah ngebut nih, seneng kan naik mobil ini?"

"Iya pa kaya naik hotweels, nanti aku bawa ini ke sekolah ya.."

"Sana sekolah di jakarta lagi aja kamu!"

"Ahahaha."

Sambil menunggu kriman mobil dari jakarta sampai, papa menyewa mobil sport keluarga ini. Jalanannya lancar, papa ngebut. Serunyaaa...

..............................

Kami menempuh sekitar 2 jam perjalanan dari bandara, akhirnya aku melihat wujudnya. Sangat cantik... indah...

"Bagaimana? Kalian suka?" tanya ayah.

Aku tidak tau harus menjawab apa, tapi ini lebih dari yang kubayangkan. Arsitektur yang indah, mempunyai taman yang luas, cocok sekali untuk kami berlima melaku.... Aku baru ingat, sekarang aku tinggal sendiri, semua temanku kutinggalkan di jakarta.

Entah bagaimana bisa, halaman hijau luas yang indah itu menjadi terlihat kelabu di mataku. Hamparan rumput yang tadinya membuat panggilan hangat menjadi terasa bagaikan bisikan setan yang menyiksa hati. Barbeque, membuat bom atau percobaan lainnya, ya paling tidak hanya sekedar berbaring bersama, menyatu dengan tanah basah terawat yang khas wanginya. Itu rencana yang kubuat kemarin siang. Aku belum bisa menerima kenyataan kalau aku akan merasa kesepian untuk beberapa waktu ke depan.

"Ada apa Hans?" tanya Ibu. Tapi aku terlalu lelah untuk membuka mulut ini. rasanya seperti ada 5 bakpao yang isinya lumer dimulutku, sedikit saja ku buka, meluap lah isi satu bendungan. Sedih, aku rindu mereka...

..............................

Klek...Pintu neraka telah dibuka...

"Benvenuti in paradiso!" ya, walaupun papa bilang selamat datang di surga, tetap saja ini bukan surga yang kuinginkan.

"Oh iya pa, bagus sekali! Suka suka suka!" hanya itu yang bisa kuucapkan saat Papa bertanya tentang pendapatku terhadap semua lantai licin, ukiran indah di dinding yang dilengkapi beberapa hasil coretan maestro kayu menari, dan bahkan tentang pilar pilar tegak yang kulewati tadi. Papa juga bilang kalau nanti ia mau menghiasi dinding-dinding ini dengan hasil lukisan orang-orang ternama di sini.

"Pa.. Ma... Papa Mama mau buatin aku adik cowo ga? Aku kesepian, main sama Rin juga pasti ga nyambung deh." Tuturku polos tiba-tiba. Papa dan Mama hanya terkikik pelan dan mengelus rambut di dahiku.

"Tenang saja Hans, kau akan punya banyak teman di sini, besok kita jalan jalan keluar ya, ke rumah-rumah teman papa juga, banyak yang anaknya seumuran kamu kok."

Lagi dan lagi, aku hanya bisa tersenyum manis dengan mata yang ikut kututup. Ya tapi bagaimana lagi, Paris juga pasti bukan hal yang buruk kok untuk mencari teman. Baiklah, Paris, aku tau kau belum siap, tapi sambutlah kedatangan sang Napoleon dari Nusantara ini!

..............................

Chương tiếp theo