webnovel

Bab 16

"Setan kecilku.." tuan Arjun berhamburan ke arah Dinda panik mendapati Dinda yang terikat oleh tali juga mulutnya di lakban seseorang.

"Em.." Dinda meminta pertolongan tuan Arjun.

"Siapa yang melakukan ini padamu sayang?" tanya tuan Arjun.

"Kok kamu malah diam saja tidak menjawabnya sih." kata tuan Arjun.

"Dasar si om bodoh, emangnya dia tidak melihat aku yang di ikat apa juga mulutku yang di lakban. Makannya aku tidak bisa menjawab pertanyaannya." Dinda ~

Dinda memberikan kode agar tuan Arjun membukakan ikatannya dan lakban dari mulutnya itu.

"Oh iya lupa, maaf sayang.."

"Aw.. Pelan om sakit tau." keluh Dinda.

"Hehe.. Ya sudah ayo masuk ke paviliun sayang."

"Ya.."

Keesokan harinya Darwin masih terus memata-matai Dinda di paviliunnya sampai waktu malam akhirnya tiba. Dimana Darwin datang kembali bukan sekedar mengancam bahkan dia akan benar-benar membunuh Dinda.

Karena dia mengira bahwa Dinda sudah membocorkan rahasianya pada tuan Arjun.

Jeddeeeerrrr.. Sebuah petir menyambar membuat Dinda terkejut bukan main. Hingga pada akhirnya lampu kembali padam.

"Mati lampu." kata Daniar saat tiba-tiba lampunya padam.

"Daniar, cepat carikan lilin di laci. Kemarin si om menyimpan sekotak lilin dan senter di laci itu." Dinda menunjuk ke arah laci.

"Baiklah Dinda, kau tetaplah di sini saja ya."

Daniar dengan meraba berjalan ke arah yang di tunjuk Dinda.

Braaaakkkk.. Seseorang menendang pintu kamar Dinda dengan kencang.

Terlihat seseorang datang dengan menggunakan baju serba hitam dengan penutup wajah.

Daniar sangat terkejut dan dengan cepat berlari ke arah Dinda yang terpaku. Dia merasakan ada hal aneh dari orang itu.

Ketika Daniar memeriksa, bahkan pengawal yang di tugaskan tuan Arjun berhasil di lumpuhkan nya hingga pingsan.

"Si-siapa kau?" tanya Dinda terbata-bata.

"Malaikat pencabut nyawamu." jawabnya dengan mengangkat pisau yang berlumuran darah.

"Pergi kau!!" Daniar berteriak.

"Kau jangan ikut campur jika masih ingin hidupmu lama. Ini hanya sebentar nyonya, aku akan melakukannya dengan sangat cepat."

"Darwin!!" Dinda tau jika itu adalah seseorang yang mengancamnya kemarin malam.

"Pintar!!"

"Tapi aku belum mengatakan apapun, tapi kau masih menginginkan nyawaku?"

"Aku hanya berpartisipasi saja sebelum terlambat nyonya."

"Pengawal tidak tau diri. Jika tuan Arjun tau kau akan mati." Daniar menyalak menantang Darwin.

Plaaaakkkkk.. Darwin menampar Daniar hingga terjerembab menghantuk ke tembok.

Daniar terkulai lemas akibat hantaman itu. Darah segar nampak mengalir dari mulutnya.

"Daniar..!!" Dinda ingin melindungi abdi dalem nya itu.

Sreeeetttt.. Darwin melukai lengan Dinda menggunakan pisaunya.

"Aaaaarghhhh.." Dinda yang sadar lengannya terluka segera menutup luka itu menggunakan telapak tangannya.

Perih sekali yang Dinda rasakan. Darah mengalir di lantai kamarnya.

"Dinda!! Tolong!!" Daniar berteriak.

Darwin hendak melukai Daniar kembali, Dinda yang mengetahui hal itu segera mengambil vas bunga untuk di lemparkannya pada pria jahat itu.

Praaaang.. Vas bunga itu tepat mengenai punggung Darwin.

"Dasar wanita sialan!!" Darwin mencengkram leher Dinda lalu melemparnya ke pintu balkon yang terbuat dari kaca sampai hancur.

Luka di tubuh Dinda bertambah banyak, bahkan di bagian wajahnya juga sedikit tergores di area kening.

Dinda gemetar, bagaimana pun ia ada di lantai dua. Di luar hujan yang sangat ia benci, tetapi di dalam ada pria yang membencinya.

"Bunuh saja aku dan kau lepaskan Daniar."

"Aku ini bukanlah pria sebaik itu nyonya, sehingga mudah di ajak kompromi. Oh ya begini saja, bagaimana aku akan membunuh nyonya terlebih dahulu lalu kemudian aku akan membiarkan pelayan kesayangan mu itu membunuh dirinya sendiri."

"Gila!! Bedebah sialan!!"

Darwin terus melangkah maju mendekati Dinda yang terus mundur.

Tidak ada lagi jalan lain di sana, Dinda menoleh ke bawah. Itu terlalu tinggi untuknya melompat. Tetapi nyawanya ad di ujung tanduk saat ini.

Air hujan sudah membasahi tubuh Dinda yang masih terus mengeluarkan darah.

Karena dia dalam keadaan terdesak saat ini terpaksa Dinda melompat dari balkon kamarnya.

Melihat Dinda yang nekat itu Daniar bergegas pergi untuk menolong Dinda.

Darwin ikut melompat dan mengejar Dinda yang sudah lari ke sembarang tempat.

Dinda berlari dengan menahan rasa nyeri di kakinya. Pecahan kaca dan mungkin terkilir karena kenekatannya itu.

Dinda menangis di bawah guyuran air hujan, seluruh inci tubuhnya terasa perih sekali.

"Tolong!!" sial memang, sekeras apapun dia berteriak sepertinya karena hujan deras menjadi teriakan yang sia-sia.

Dinda melihat paviliun Nike masih menyala juga ada beberapa pengawal di sana.

Namun belum sampai, Darwin berhasil menangkapnya dan membekap mulutnya. Menyeretnya ke area belakang kediaman milik tuan Arjun Saputra yang sepi.

-----

"Apakah paman tuan sudah setuju untuk mengembalikan uang hasil korupsinya di perusahaan tuan?" tanya Rendi.

"Entahlah, mudah-mudahan saja nyalinya ciut karena gertakan ku kemarin."

"Mengapa tuan tidak menjebloskannya ke penjara saja."

"Aku memikirkan perasaan ibuku. Saat ini saya masih berbaik hati padanya. Tetapi jika kebaikanku ini kembali dia salah artikan, maka jangan salahkan saya jika dia membusuk di penjara."

Dug.. Dug.. Dug..

Terdengar seseorang menggedor pintu tempat tuan Arjun Saputra berada.

Rendi dengan sigap membuka pintu itu, mereka terkejut saat melihat Daniar tersungkur di tengah remang-remang cahaya lilin.

"Ada apa ini, kau bukannya abdi dalem nya nyonya Dinda ya?" tanya Rendi.

"Tuan Arjun tolong nyonya saya tuan. Dia sedang dalam keadaan bahaya sekarang. Salah satu pengawal berkhianat mengincar nyawanya."

Tuan Arjun Saputra yang mendengar itu langsung berdiri, "Dimana istri kecilku sekarang berada?"

"Saya tidak tau tuan, nyonya melompat dari balkon menyelamatkan dirinya. Akan tetapi orang itu masih saja terus mengejarnya. Cepat tuan Arjun, ku mohon temukan lah nyonya ku."

"Rendi, kau urus dia lalu kau susul aku."

Tuan Arjun Saputra tidak peduli jika di luar sana sedang hujan deras. Ia berlari ke segala arah mencari keberadaan istri kecilnya yang bahaya itu.

"Lepaskan aku, Bedebah sialan!!" umpat Dinda meronta melepaskan diri.

Hujan deras masih mengguyur darah yang masih mengalir dan sorot kebencian itu terus terpancar.

"Aku harus melenyapkan mu sebelum mulutmu itu menghancurkan segalanya."

"Mulutku?"

"Ya, rahasia akan aman bersama orang mati bukan."

"Ya sudah kalau begitu bunuh aku sekarang. Ketika aku mati, aku akan menggali keluar lalu kemudian aku akan menuntut balas padamu."

Darwin menyalak, kembali mengacungkan pisau yang telah melukainya. Entah kesalahan apa yang ia perbuat, ia hanya mendengar percakapannya dengan Nurma tanpa sengaja. Bukan dia yanh ingin tau, alam lah yang. Namun sepertinya itu dianggap kesalahan fatal oleh pria jahat itu.

Darwin melempar Dinda lagi hingga Dinda terjerembab. Nafasnya tersengal, tangannya meraba-raba tanah yang basah karena air hujan.

Langkah demi langkah Darwin semakin membuat nyali Dinda menciut.

"Bersiaplah kau nyonya!!"

Dughh.. Bagai malaikat penolong. Tuan Arjun menendang Darwin hingga dia tersungkur. Pisau yang di pegang Darwin kini telah terlepas karena tendangan mengejutkan itu. Menancap tepat di atas kepala Dinda dan tidak mengenai Dinda.

Dinda sedikit bernapas lega, Dinda berbaring menerima guyuran air hujan saat ini.

"Brengsek kau!!" dengan marah tuan Arjun Saputra memberikan bogem mentahnya pada Darwin. Dia begitu kalap saat melihat wanita nya yang berlumuran darah.

Chương tiếp theo