Sudah sekitar dua jam Alisya terbaring karena suntikan dan obat penenang yang diberikan oleh Karin. Karin masih sangat khawatir dengan kondisi mental Alisya, inilah yang menyebabkan Karin selalu sedia membawa peralatan yang telan diberikan oleh ayahnya. Karin menjadi orang yang dipercaya ayahnya untuk bisa memberi penangan dasar kepada Alisya.
"Bagaimana keadaanya?" Ibu Arni masuk dengan wajah yang tampak sedikit khawatir.
"Dia baik-baik saja, kondisinya sudah lebih stabil sekarang!" Jelas Karin.
"Ya sudah saya akan mengurus surat izinnya hari ini, kamu bisa mengambilnya sebentar setelah dia bangun. Sebaiknya dia harus ke Dokter Hady, untuk mengecek kondisi mentalnya hari ini!" Ibu Arni yang menjadi wali kelas Alysa, telah diberikan informasi lebih mengenai kondisi Alysa dan juga diberi tanggung jawab penuh kepada Alisya selama berada di sekolah.
"Iya ibu benar, aku akan menghubungi ayah nanti." tambah Karin lesu.
"Aku pergi dulu untuk mengurus semua. Kamu jangan lupa makan juga. Alisya akan sangat marah jika kamu tidak memperdulikan dirimu sendiri." Ibu Arni menenangkan Karin yang sangat khawatir mengenai kondisi sahabatnya itu.
Karin hanya tertunduk lesu dan mengangguk menyaksikan ibu Arni, keluar dari ruangan UKS. Baru beberapa saat setelah Ibu Arni pergi, pintu UKS kembali terbuka dan Karin terkejut melihat Adith, tahu kalau mereka berada disana.
"Apa berita mengenai Alisya sudah tersebar hingga ke kompleks elit?" Tanya Karin bingung dengan kedatangan Adith.
"Jika hanya untuk mengetahui hal mengenai Partnerku, itu bukanlah hal sulit!" Terang Adith berjalan masuk ke dalam. Dia sengaja mengatakan itu untuk menenangkan Karin, bahwa mengenai Alisya tidak satupun yang tahu selain dia.
"Ohhh... " Jawabnya pendek membenarkan.
"Aku sudah mengurus izinnya selama dua hari tidak bisa lebih!" Ucap Adith frustasi, karena tidak bisa mendapatkan lebih banyak kesepakatan untuk hari istrahat Alisya.
"Itu lebih dari cukup! Tapi tentu Alisya tidak akan setuju, karena dia tidak suka menampilkan kelemahannya." Karian terdiam beberapa saat "Tapi soal itu, aku rasa kamu bisa membantunya!"
"Apa maksudmu?" Adith menyipitkan matanya penasaran.
"Beberapa minggu terakhir kau menjadi orang yang bisa mengacaukan emosinya. Entah sejak kapan aku melihatnya bisa memperlihatkan ekspresi dengan begitu jelas. Selama ini dia hidup bagaikan Zombie, tak pernah marah, kesal, kecewa, ataupun senang. Aku tak pernah melihatnya menangis dan tertawa. Tapi semenjak kau selalu mengganggunya, ia dengan jelas memperlihatkan emosinya. " Jelas Karin panjang lebar. Adith terdiam dan hanya berpikir. Mungkin inilah yang membuatnya tertarik pada Alisya.
Adith merasa kalau Alisya bukanlah tipe yang murung atau pendiam hanya karena bullyan ataupun pengucilan, tapi ada sesuatu di dalam matanya yang memohon untuk mengeluarkannya dan menariknya dari sana. Terkadang ia terpesona kepada Alisya, terkadang juga ia merasa ada yang aneh dengan Alisya.
"Bisakah aku meninggalkan Alisya padamu sebentar? Aku ingin menghubungi ayahku!" Pinta Karin kepada Adith.
"Pergilah, aku akan tetap berada disini untuk sementara waktu. kau bisa makan mengambil makan untuk dirimu sendiri juga!" Adith segera terduduk di sebelah Alisya, sebagai tanda persetujuan.
"Terimakasih!" Karin keluar meninggalkan Adith yang duduk menghadap Alisya.
"Siapa sebenarnya dirimu? Kenapa aku merasa pernah bertemu dengan dirimu sebelumnya?" Adith mendekat memperhatikan wajah Alisya dengan lekat.
Wajah Alisya putih bersinar dan sangat menawan. Ia tidak tampak seperti seorang anak kaya yang penuh dengan perawatan ataupun berwajah tebal akan makeup. Manis wajahnya sangat alami dan menawan. Tidak terlihat cantik, namun siapapun yang melihatnya tak bisa mengalihkan pandangan untuk bisa terus memuji ciptaan Tuhan yang satu ini.
Wajah Alisya terlihat seperti seorang yang ketakutan atau sedang berlari dari sesuatu atau juga menghindari sesuatu yang berbahaya. Wajahnya mulai banjir akan keringat dan tampak mulai gusar. Adith mendekat setengah berdiri mendekati Alisya, karena khawatir.
"Sya, kamu kenapa? Apa ada yang sakit?" Tanya Adith mulai panik melihat Alisya.
"Uwaaa..." Alisya terbangun dengan cepat menabrak hidung dan bibir Adith. Alisya memegang dahinya merintih kesakitan dan memperhatikan sekitar lalu kemudian diketahuinya kalau sedang berada di ruang UKS.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja? " Tanya Adith lagi cemas. Dia lupa sejenak dengan rasa sakit akibat tubrukan dengan Alisya.
Alisya menoleh menatap Adith bingung namun kemudian mengangguk.
"Aku lupa kalau hari ini harusnya kita melakukan diskusi mengenai Presentase nanti!" Ucap Alisya tersadar setelah mengingat janjinya kepada Adith.
"Tak usah kau pikirkan itu. Aku sudah mengurus beberapa hal mengenai presentase kita nanti." Ucap Adith sembari memandang Alisya dengan lembut.
"hahh??? pppfftttt... hahahahahahahaha. Wajahmu itu idiot atau tampan sih? Aku tidak bisa membedakannya!" Alisya tertawa terbahak-bahak sambil menujuk wajah Adith.
"Apa maksudmu? Kau baru bangun tapi sudah langsung menghina?" Adith kesal dengan kata-kata Alisya.
"Maaf... Aku tidak menghina, tapi wajahmu memang seperti itu. Terlihat seperti seorang idiot, tapi berwajah tampan." Ucap Alisya menekankan kata idiot dan tampan dengan keras lalu menujuk cermin.
Adith masih bingung dengan ucapan Alisya, terlebih dia yang baru siuman dan yang sedang menahan tawa dihadapannya ini sangat berbeda jauh dengan deskripsi yang dijelaskan oleh Karin tadi. Apakah wanita itu berbohong atau wanita ini yang sedang beracting.
Alisya yang tertawa dengan keras membuat Karin penasaran dan segera masuk.
"Hahhhh?? Apa yang terjadi disini? Anak itu minum apa? Apa yang kamu berikan pada Alisya? Dia kelihatan seperti orang mabuk!" Karin masuk menyerang Adith dengan banyak pertanyaan melihat kejadian aneh yang sedang terjadi. Karin berbicara kepada Adith yang sedang membelakanginya. Begitu Adith menoleh Karin hanya mampu menahas nafas hingga wajahnya memerah.
"Dasar wanita gila! Bagaimana bisa kau tertawa?" Maki Karin melihat Alisya yang berani menertawakan Adith.
"hehh hehh heh..." Lenguh Alisya lelah tertawa. "Tak ku sangka, aku bisa menyaksikan ekspresi bodoh itu!".
"Apa yang sudah kau lakukan sampai hidungnya berdarah dan bibirnya bengkak seperti itu?" Tanya Karin kebingungan.
"Dia terbangun secara tiba-tiba dan menabrakku!" Adith segera mengambil tisu membersihkan hidungnya. Ia tidak sadar kalau hidungnya berdarah dan bibirnya bengkak akibat tabrakan tadi.
"Bukannya minta maaf! Kau malah tertawa." Geleng Karin melihat Alisya. Namun Karin diam-diam mengabadikan kejadian tersebut tanpa sepengetahuan Alisya. Ini adalah suatu keajaiban besar baginya terutama bagi mental Alisya.
"Apa kau sudah memberitahu ayahmu tentang hal ini?" Ekspersi Alisya kembali dingin setelah mengingat apa yang sudah terjadi padanya.
"Tentu saja sudah! Kau tau apa yang terjadi tadi itu bisa saja merenggut nyawamu!" Jawab Karin tegas.
"Aku tau!" Alisya tertunduk menyesal.
"Aku akan pindah kekelasmu. Setidaknya aku akan memastikan hal yang seperti tadi tidak terjadi lagi, dan kali ini kau tidak bisa mencegahku." Karin terdengar sangat serius dengan apa yang ia katakan.
"Aku sudah menyiapkan mobil didepan!" Adith memberi perintah kepada Alisya, agar ia bisa menggunakan kendaraan miliknya untuk pulang.
"Tidak terimakasih! Aku baik-baik saja." tolak Alisya tegas paham maksud Adith.
"Baiklah! Terserah padamu, tapi kau harus benar benar sehat ketika presentase nanti. Masih banyak yang harus kita kerjakan" Tegas Adith pasrah karena tidak bisa membujuk Alisya.
"Tentu saja!" Jawab Alisya yakin.