Di kamar nomor 134 itu. Lia di rawat. Aku bersyukur Syifa baik - baik saja. Tapi tetap saja aku sangat khawatir dengan kondisi ibunya.
Apakah yang akan terjadi? Tidak akan terjadi apa - apa kan, tuhan?
Dokter keluar dari kamar dan memberi kabar bahwa istriku mengalami kritis karena menghirup terlalu banyak udara beracun. Semakin tidak karuan saja!
Selamatkanlah dia wahai pemilik keselamatan dan kesehatan.
Saat itu hanya Lia yang berada dipikiranku. Kata dokter, untuk sekarang kondisinya masih bisa diatasi. Aku sedikit tenang.
"Dia akan dirawat lagi. Dan itu akan butuh banyak waktu lagi." kata dokter.
Baiklah, asalkan ia selamat apa pun akan aku lakukan.
"Ayah, bagaimana dengan ibu?" tanya seorang gadis yang pernah ditinggal ibunya sekali, "Percayalah, ibumu akan baik - baik saja!" kataku menenangkannya sambil membuat sedikit senyuman palsu agar ia percaya. Lantas ia langsung memelukku khawatir.
"Aku juga khawatir nak, semoga ibumu baik - baik saja." kataku dalam hati.
Tabungan yang aku miliki hampir habis lagi. Aku menyewa apartemen untuk sementara, rumahku direnovasi. Habis terbakar. Itu lah yang terjadi. Mau bagaimana lagi.
Sedangkan istriku di rawat. Anehnya, sudah beberapa hari Lia tetap dalam keadaan koma. Seharusnya Lia sudah sadar. Aku sangat menantikannya.
Kondisinya semakin parah dan masih tidak sadarkan diri.
"Sayang..." terdengar suara dari dekatku, saat itu aku sedang tertidur saat menjaga Lia. Aku masih berharap ia sadar, "Aku dimana?" tidak ternyata ini bukan mimpi dia sudah sadar dengan suaranya yang sangat lembut dan pelan itu.
"Kamu di rumah sakit. Sebaiknya, jangan banyak bicara! Aku akan panggilkan dokter." banyaklah bicara! Aku ingin mendengar suaramu lebih banyak lagi. Tolong lepaskan kerinduan ini!
Aku bergegas memanggil dokter. Saat dokter datang. Dia memberikan harapan lagi, aku senang tapi aku ingin Lia cepat sembuh dan pulang.
Kebetulan sudah hampir satu bulan sejak itu. Rumahku juga sudah selesai direnovasi. Kita harus pulang.
Saat dokter sudah selesai memeriksa kondisi Lia. Dia keluar dan meninggalkan kami lagi.
Tidak lama kemudian, Lia terlihat kejang - kejang, "Apa yang terjadi? Dok! Dokter! Kembalilah! " tanyaku panik sambil berteriak memanggil dokter.
"Sayang, maafkan aku!" kata Lia seperti kalimat terakhirnya. Matanya berhenti bersinar. Nafasnya yang sudah berhenti. Dan tangannya yang menggenggam tanganku.
Kali ini segalanya telah benar - benar direbut dariku. Apakah ini takdir? Mengapa harus aku? Dia segalanya bagiku. Sebagian duniaku ada padanya.
Saat itu aku sangat terpukul. Dokter belum datang dan Lia meninggal dihadapanku. Aku melihatnya dengan jelas.
"Bagaimana dengan putrimu yang pernah kau tinggalkan itu? Kali ini kau benar - benar meninggalkannya. Aku tidak menyangka kau melakukannya dua kali" kataku membohongi diriku sendiri dalam hati. Aku sangat kecewa dia meninggalkanku.
Itu adalah pengalamanku. Itu adalah ceritaku. Banyak yang meninggalkanku. Tapi semua itu adalah bagian dari kisahku.
Terkadang suka, kadang duka yang aku alami. Ibuku, Ayahku, dan Lia telah diambil. Aku harus menerimanya.
Sekian, terima kasih! Aku akan cerita lagi nanti. Tunggu saja!
Tamat.