Ara masih terus saja menyendiri dalam keheningan di sebuah desa. Desa yang tentu saja jauh dari lokasi ibu Rania berada. Ara tahu betul bahwa ibu Rania sedang sibuk dengan karir dan bisnis nya. Ara juga tahu bahwa Ibu Rania tidak mungkin hidup seorang diri. Ara pun bisa merasakan bahwa ibu Rania sudah mulai calling dirinya untuk membantu usahanya ibu Rania. Ara tahu bahwa ibu Rania bukan seorang pengusaha yang rakus akan uang. Ibu Rania senang menjadi dermawan. Ibu Rania senang sekali berbagi harta. Ibu Rania tahu betul bahwa sedekah adalah sebuah kebahagiaan. Ibu Rania adalah wanita yang sangat mudah menolong orang lain. Ara menjauh karena belum siap untu melangkah. Ara faham bahwa jiwa materialistis yang hinggap pada dirinya, sangat tidak disukai oleh ibu Rania. Ara membulatkan tekad untuk mulai melangkah sebagaimana dia pernah merasa memiliki rumah ketika bertemu dengan ibu Rania. Rumah yang akan membuatnya nyaman dan tidak melirik wanita lain. Rumah yang indah, dan selalu mempesona karena sebagian dari jiwa y yang bilang bertahun-tahun sudah bisa ditemukan kembali. Ara ingin menepati janjinya yaitu membuat ibu Rania bahagia. Ara tidak ingin mundur karena hatinya akan mati lagi, dan dunianya menjadi hampa manakala ibu Rania pergi dari kehidupan nya. Ara memang pernah menggoda ibu Rania. Ada cinta pada wajah ibu Rania terhadapnya dan juga sebaliknya. Ara masih mengenang masa-masa pertemuan pertama dan cinta pada pandangan pertama. Ara percaya bahwa rumahnya akan segera diisi oleh belahan jiwanya dan dia akan menunaikan tanggungjawab sebagai seorang suami yang membahagiakan istrinya. Ara pun faham bahwa ibu Rania mendambakan seorang anak. Ara membayangkan bahwa dirinya akan bisa tertawa bersama lagi dengan ibu Rania. Ara bisa membaca semua dream yang pernah dibuat oleh ibu Rania. Ara ingin mewujudkan hal tersebut.